pelatihan kepadan para santri di pondok pesantren sultan mahmud 231107211846 952

Dewan Masyayikh Luncurkan Dokumen Penjaminan Mutu Pesantren

JAKARTA – Lahirnya Undang – undang Pesantren Nomor 18 Tahun 2019 memberikan dampak yang sangat positif ke lembaga pendidikan pesantren di Indonesia, undang-undang pesantren bukan saja sebagai bentuk pengakuan terhadap eksistensi dan sumbangsih pesantren pada ranah pendidikan namun juga sebagai bagian untuk terus memajukan lembaga pendidikan yang telah ada sejak zaman sebelum kemerdekaan.

Dalam memajukan pesantren dan atas amanat UU Kementerian Agama (Kemenag) melahirkan Majelis Masyayikh untuk merancang mutu dari pesantren sehingga akan lebih mempunyai daya saing dalam era globalisasi.

Majelis Masyayikh secara resmi meluncurkan dokumen sistem penjaminan mutu (SPM) pesantren yang akan menjadi acuan induk penjaminan mutu bagi pondok pesantren di Indonesia.

Dokumen SPM pesantren ini akan memberi perubahan signifikan kepada pesantren di seluruh Indonesia, di mana untuk pertama kalinya mereka harus menetapkan baku mutu kualitatif.

Ketua Majelis Masyayikh, KH Abdul Ghaffar Rozin mengatakan, dokumen ini menjadi referensi operasional yang menerjemahkan Undang-Undang (UU) Pesantren dalam bentuk standar yang jelas. Dengan demikian ada sistem pengendalian kualitas pasca pengakuan pemerintah terhadap sistem pendidikan di lembaga pendidikan yang dipimpin para kiai ini.

Sejak terbitnya Undang-undang (UU) Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren, pemerintah memberikan pengakuan secara utuh kepada pesantren yang memiliki kekhasan dan keaslian dalam pendidikannya, tanpa harus mengadopsi kurikulum nasional.

“Sejak itu ijazah pesantren diakui negara dan alumninya dapat melanjutkan jenjang pendidikan ke manapun atau melamar ke instansi manapun baik negeri maupun swasta, tanpa harus mengikuti ujian persamaan Kemendibud atau Kemenag,” kata Kiai Rozin dalam siaran pers yang diterima Republika, Rabu (15/11/2023).

Kiai Rozin mengatakan, meski telah diakui sepenuhnya, namun sampai saat ini belum ada standar mutu yang jelas untuk mengukur kualitas pendidikan pesantren. Oleh amanat undang-undang inilah Majelis Masyayikh menginisiasi standarisasi mutu melalui dokumen yang telah di uji publik ini.

Kiai Rozin menjelaskan, dokumen SPM pesantren memiliki cakupan seluruh jenjang pendidikan di pesantren murni. Yaitu Pendidikan Diniyyah Formal (PDF), Pendidikan Muadalah, hingga Ma’had Aly atau level pendidikan setara dengan jenjang SD hingga perguruan tinggi.

“Jadi kita tidak bicara MI, Mts, MA atau SD sampai SMA yang ada di pesantren, tetapi pendidikan khas pesantren yang biasanya pakai sistem bandongan atau sorogan,” ujar Kiai Rozin yang juga Pengasuh Pondok Pesantren Maslakul Huda, Kajen, Pati, Jawa Tengah.

Menurut Kiai Rozin, standar ini bukan bentuk intervensi pemerintah karena lahir dari pesantren sendiri. Semua anggota Majelis Masyayikh ini punya pesantren, tentu anggota Majelis Masyayikh juga tidak mau diintervensi.

Cara kerja dokumen SPM pesantren adalah memberikan koridor yang memang seharusnya ada di pesantren, seperti prinsip rahmatan lil alamin dan NKRI. Tetapi dokumen ini tidak akan mengatur capaian akademik dengan ukuran nasional.

“Setelah dokumen ini lahir, maka penerapannya akan disinkronkan dengan Dewan Masyayikh, yaitu lembaga penjaminan mutu di level satuan pendidikan. Jadi tentang detail standar mutu bagi pesantren itu sendiri, akan ditentukan oleh Dewan Masyayikh,” ujarnya.

Ia menerangkan, cakupan standar mutu yang disusun ini mengacu pada Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 30 Tahun 2020 tentang Pendidikan Pesantren. Di dalamnya disebut beberapa aspek kunci yakni tentang mutu pendidikan pesantren yaitu standar kompetensi lulusan, kerangka dasar dan struktur kurikulum, standar pendidik dan tenaga kependidikan, serta standar mutu lembaga.

Pada prinsipnya dokumen mutu pendidikan pesantren ini akan memberikan arah yang tepat agar pesantren tidak terjebak selera subyektif lembaga. Uniknya, pada saat yang sama tetap memastikan bahwa setiap pesantren memiliki identitasnya, kekhasan serta tradisi keilmuan yang orisinal.

Wakil Ketua Komisi 8 TB. Ace Hasan Syadzily mengatakan, dokumen penjaminan mutu ini sebenarnya adalah dokumen penting yang mampu membentuk figur pesantren Indonesia yang utuh sesuai keinginan undang-undang dan juga profil santri Indonesia.

“Jadi sebenarnya dokumen ini adalah ruhnya pesantren, standarisasi mutu bukanlah bentuk campur tangan pemerintah, akan tetapi bentuk rekognisi agar pesantren dapat menjaga kekhasannya di mata publik,” ujar Ace.

Bagikan Artikel ini:

About redaksi

Check Also

084039400 1760199435 830 556

Pesan Habib Ja’far: Manfaatkan AI Sebagai Tools, Bukan Rujukan Utama Soal Persoalan Agama

JAKARTA — Perkembangan zaman tidak bisa dinapikan oleh masyarakat, termasuk perkembangan teknologi yang mempermudah keperluan, …

Bincang Jurnal

Perkuat Literasi dan Iman Untuk Bendung Penyebaran Radikalisme di Media Baru

Purwokerto — Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI bekerja sama dengan Fakultas Ilmu Sosial dan …