kalender hijriyah

Di balik Kalender Hijriyah, Pemilihan Bulan dan Identitas Peradaban

Salah satu ciri peradaban yang mendiri dan berdaulat adalah mempunyai sistem kalender tersendiri. Islam menyadari itu. Tidak mengekor pada Romawi, begitu pula dengan sistem peradaban Persia masa lalu. Namun, penetapan kalender Islam juga bukan bagian dari wahyu Nabi. Proyek besar itu dilakukan tidak masa Nabi, tetapi masa Khalifah Umar.

Arab Pra-Islam menggunakan kalender lunisolar yang mencampur sistem qamariyah (berdasarkan bulan) dengan penyesuaian musim (matahari). Karenanya, kadang orang Arab menambah bulan ke 13 tiap 2 atau 3 tahun untuk menyelerasakan dengan musim. Bulan suci seperti Dzulhijjah bisa dipindahkan demi kepentingan dagang atau perang. Jika cuaca buruk, mereka menunda musim haji.

Islam datang tidak merubah sistem kalender yang ada. Namun, Nabi memulai kemandirian dan kedaulatan agama dengan beberapa hal. Misalnya, peralihan kiblat dari Yarussalem ke Makkah, di samping sebagai wahyu dari Tuhan, tetapi secara simbolik menegaskan identitas peradaban Islam yang berbeda. Ibadah puasa juga bagian dari penegasan identitas Islam yang tidak lagi mengekor kepada Yahudi pada 10 Muharram. Islam mempunyai syariat puasa tersendiri dan cara yang berbeda.

Saat pemerintahan Khalifah Umar dengan sistem pemerintahan yang sudah mulai kompleks, persuratan pemerintahan berlangsung. Gubernur Basrah, Abu Musa, mengeluhkan tentang surat sang Khalifah yang datang tanpa tanggal. Dia bingung mana yang harus dijalankan terlebih dahulu.

Akibat kebutuhan ini, sahabat bermusyawarah agar Islam sebagai peradaban mempunyai sistem kalender sendiri. Banyak usulan bermunculan. Dari memakai kalender Romawi, kalender Persia, atau pilihannya kalender sendiri. Jika harus memiliki sistem kalender sendiri, lalu dari mana titik tolak tahun dimulai.

Perdebatan semakin meruncing pada sistem kalender sendiri. Apakah dari kelahiran Nabi? Wafatnya Nabi? Atau ada momentum lain? Sahabat Ali bin Abi Thalib mengusulkan titik awal kalender Islam adalah hijrah Nabi. Itulah momen yang memisahkan antara kebenaran dan kebatilan. Dari situlah titik mula peradaban Islam dimulai.

Kenapa Memilih Sistem Qamariyah?

Setelah menemukan jawaban atas titik awal tahun, umat Islam masih mempunyai PR besar tentang sistem kalender. Bagaimana menetapkan bulan? Apakah dengan sistem mengikuti musim atau gerak bulan? Atau mencampur keduanya seperti kalender Arab terdahulu.

Islam mencela praktek manipulasi bulan suci yang biasa dilakukan oleh masyarakat Arab. Hal ini tercermin dalam surat At-Taubah : 37. Sesungguhnya pengunduran (bulan haram) itu menambah kekafiran. Orang kafir disesatkan karenanya…” (QS. At-Taubah: 37). Masyarakat Arab terbiasa mengundur bulan sucinya dengan keadaan musim yang berlaku.

Islam memilih penetapan awal tahun dengan bulan qomariyah. Sistem ini dianggap lebih universal. Fase bulan mudah diamati semua manusia, dari suku terpencil hingga kota metropolitan.

Selain itu, ibadah dalam Islam sangat tergantung pada peredaran bulan. Salah satunya adalah Ramadan. Dalam hadist Nabi yang menjelaskan perintah puasa ketika melihat hilal. Begitu pula haji, didasarkan pada bulan Dzulhijjah (bulan Qamariyah).

Hikmah dari sistem qomariyah ini adalah umat Islam harus patuh terhadap ketetapan waktu Allah meski tidak selaras dengan musim yang berlaku. Bisa jadi, puasa Ramadan akan jatuh pada musim yang dingin atau bisa jadi panas yang panjang.

Kenapa Memilih Muharram sebagai Pembuka Tahun?

Masih tersisa pertanyaan penting lainnya. Kenapa Muharram dipilih sebagai bulan pertama dalam kalender Hijriyah? Bukankah momentum hijrah Nabi terjadi pada bulan Rabiul Awal ? Kenapa bukan Bulan Ramadan sebagai bulan suci? Kenapa tidak Dzulhijjah sebagai puncak haji?

Umar berijtihad untuk menjadikan bulan Muharram sebagai bulan pertama dalam kalender hijriyah. Ijtihad tersebut dilandasi pada pertimbangan naqli (teks) dan aqli (kebijaksanaan rasionalitas).

Pertama, pertimbangan berdasarkan al-Quran QS at Taubah : 36 tentang bilangan bulan di sisi Allah dan empat bulan haram. Muharram adalah 4 dari bulan yang dimuliakan dalam Islam selain dzluqa’dah, dzulhijjah, Muharram dan Rajab.

Kedua, pertimbangan kearifan budaya. Kalender Arab kuno telah menempatkan Muharram sebagai bulan pertama. Umar tidak merombak tradisi peradaban yang ada karena dianggap tidak bertentangan dengan syariat. Hanya saja, Umar menghapus praktek interkalasi yang dilarang Al-quran dalam surat At-Taubah : 37.

Ibnu Hajar al-Asqalani memberikan komentar bahwa pemilihan Muharram sebagai bulan pertama adalah ijtihad brilian Umar. Ia menyatukan tradisi Arab yang sahih dengan prinsip tauhid.”* (Fath al-Bari, Jilid 7).

Ketiga, pertimbangan sosio-politik. Memilih Muharram berarti mengakhiri bulan di Dzulhijjah. Bulan ini adalah puncak haji yang merupakan bulan penuh suka cita, hari raya besar masyarakat Arab. Bulan Dzulhijjah sudah menjadi pusat keramaian dan dianggap tidak cocok sebagai pembuka tahun. Dzulhijjah menjadi penutup tahun dari makna pengorbanan (Idul Adha) dengan membuka tahun dengan penyucian diri di bulan Muharram.

Keempat, pertimbangan memaknai hijrah secara nilai dan semangat, bukan fisik. Jika memilih bulan sesungguhnya dari pertiswa hijrah adalah bulan Rabiul Awal. Namun, Umar ingin memaknai hijrah bukan fisik dengan perayaan yang berlebihan. Fokus pemaknaan hijrah dengan kalender Hijriyah ini adalah nilai universal hijrah yang berupa perjuangan, ketahanan, pembaharuan iman dan perubahan dari keburukan menuju kebaikan.

Kepemilikan kalender sendiri menjadikan Islam absah sebagai peradaban yang mandiri dan berdaulat. Kalender hijriyah mengandung visi peradaban dalam membangun identitas yang mandiri berbasis hijrah. Namun, dalam membangun peradaban ini, Islam tidak merombak total kebudayaan yang ada. Ada kesinambungan antara menjaga warisan Arab pra-islam tentang nama-nama bulan dengan nilai keislaman.

Bagikan Artikel ini:

About redaksi

Check Also

BRIN Moderasi Beragama

Moderasi beragama Bukan Sekadar Konsep Akademik, Tapi Jalan Tengah Untuk Beragama secara Damai, Inklusif, dan Berkeadaban

Jakarta — Meningkatnya berbagai aksi kekerasan yang mengatasnamakan agama menunjukkan bahwa paham radikal masih memiliki …

Prof M Suaib Tahir PhD

Jihad Palsu di Balik “Ukhuwah Global”: Umat Diminta Waspada Propaganda ISIS

Jakarta — Kelompok teroris ISIS kembali menyebarkan propaganda bermuatan ajakan jihad ke berbagai negara konflik, …