wafat paus fransiskus

Duka atas Wafatnya Paus Fransiskus: Bolehkah Mengungkapkan Belasungkawa dan Doa?

Wafatnya Paus Fransiskus pada Senin 21 April 2025, pukul 07.35 menjadi pusat pemberitaan dunia. Berita ini telah mengabarkan duka mendalam tidak hanya bagi umat Katolik, tetapi seluruh umat beragama. Paus Fransiskus bukan sekadar sosok pemimpin Gereja Katolik; ia adalah simbol perdamaian, dialog antaragama, dan kesederhanaan hidup.

Kunjungannya ke berbagai negara Muslim, termasuk Uni Emirat Arab dan Irak, serta penandatanganan Dokumen Persaudaraan Kemanusiaan bersama Syekh Al-Azhar, telah meneguhkan komitmennya pada perdamaian global. Masyarakat Indonesia juga beruntung pernah menjamu agung tersebut pada September silam yang meninggalkan kenangan dan pelajaran yang berharga.

Wajar, semua umat beragama lintas agama berkabung dan bersedih atas kepergiannya. Di tengah suasana duka tersebut, muncul pertanyaan di kalangan Muslim: bagaimana sebaiknya kita bersikap? Apakah boleh mengucapkan belasungkawa atau mendoakan seorang non-Muslim yang telah wafat?

Hukum Mendoakan Non-Muslim yang Telah Wafat

Para ulama telah membahas hukum mendoakan orang non-Muslim secara mendalam. Terdapat konsensus (ijma’) di kalangan mayoritas ulama bahwa tidak diperbolehkan mendoakan ampunan (maghfirah) untuk orang non-Muslim yang wafat dalam keadaan tidak beriman Islam.

Dalil yang sering dirujuk dalam menghukumi persoalan ini adalah firman Allah dalam Al-Qur’an:

“Tidak sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun kepada Allah bagi orang-orang musyrik, sekalipun mereka itu kerabat sendiri, setelah jelas bagi mereka bahwa orang-orang musyrik itu penghuni neraka.” (QS. At-Taubah: 113).

Ayat ini sejatinya adalah bentuk tegoran sekaligus pelajaran dari Allah kepada Rasulullah ketika ingin mendoakan paman tercinta Abu Thalib. Secara tegas, perbedaan iman adalah penghalang bagi umat Islam untuk mendoakan non muslim yang meninggal.

Namun demikian, Islam tidak melarang umatnya untuk menyampaikan belasungkawa, mendoakan ketabahan keluarga yang ditinggalkan, serta menghormati jasa-jasa kemanusiaan almarhum. Dalam banyak pendapat ulama kontemporer, seperti Syekh Yusuf al-Qaradawi dan Syekh Abdullah bin Bayyah, mengucapkan duka atas wafatnya tokoh non-Muslim diperbolehkan selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip akidah.

Keteladanan Rasulullah: Menghormati yang Berbeda Iman

Rasulullah SAW telah memberikan teladan agung dalam bersikap terhadap non-Muslim. Dalam sebuah riwayat sahih disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW berdiri saat jenazah seorang Yahudi melewati beliau:

“Dari Jabir RA, ia berkata: Suatu ketika jenazah lewat di hadapan kami, lalu Nabi SAW berdiri, dan kami pun ikut berdiri. Lalu dikatakan kepada beliau, ‘Itu jenazah seorang Yahudi.’ Nabi menjawab, ‘Bukankah dia juga manusia?’” (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadis ini secara eksplisit menunjukkan bahwa menghormati jenazah non-Muslim bukanlah suatu bentuk pengakuan terhadap agamanya, melainkan penghormatan terhadap kemanusiaan.

Paus Fransiskus dan Warisan Persaudaraan Kemanusiaan

Paus Fransiskus dikenal luas sebagai pemimpin spiritual yang memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan, perdamaian, dan keadilan. Paus banyak menjalin kerjasama dan kesepakatan persaudaraan kemanusiaan dari berbagai lintas iman.

Dalam berbagai kesempatan, ia secara tegas menolak ekstremisme atas nama agama dan menyerukan agar umat beragama memperjuangkan nilai-nilai universal seperti kasih sayang, pengampunan, dan saling pengertian. Di Indonesia, Paus juga memberikan pesan dan kekaguman terhadap kebhinekaan yang dimiliki bangsa ini.

Dalam konteks itu, mengucapkan duka atas wafatnya Paus Fransiskus tidaklah bertentangan dengan nilai-nilai Islam, bahkan justru selaras dengan misi Islam untuk menebar kedamaian.

Karena itulah, mengucapkan duka dan berbelasungkawa bagian dari akhlak Islam yang luhur. Menyampaikan belasungkawa kepada keluarga Paus atau umat Katolik sedunia merupakan bagian dari etika kemanusiaan yang tinggi.

Dengan demikian, ucapan simpati dan penghormatan terhadap jasa-jasa Paus Fransiskus sebagai tokoh perdamaian bukan hanya wujud penghormatan personal, tetapi juga manifestasi dari Islam sebagai agama kasih sayang dan peradaban.

 

Bagikan Artikel ini:

About redaksi

Check Also

Delegasi AIMEP

AIMEP 2025: Jembatan Lintas Iman dan Budaya Australia-Indonesia

Jakarta – Persahabatan antarbangsa bukan hanya urusan diplomasi, melainkan juga amanah iman untuk saling mengenal …

Studium Generale di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Ulama Saudi: Islam Itu Jalan Tengah, Bukan Kekerasan

Jakarta – Moderasi beragama bukan hanya ajaran Islam, tetapi juga fondasi kebangsaan Indonesia. Nilai wasathiyah …