media islam

Hebohnya Sensasi Media Islam di Tahun Politik

Apa yang disebut media Islam atau dalam konteks digital hari ini situs Islam? Memang tidak ada pengertian baku apa media Islam. Apakah hanya dengan nama yang islami, konten islami, atau mengedukasi dan memperjuangkan umat Islam.  Namun, secara umum media Islam disepakati secara lumrah dengan isi konten dan nama yang islami.

Jika kita lihat saat ini sudah menjamur media Islam. Tidak sedikit pula media mainstream yang sudah ikut berinvetasi dengan membuat kanal dan menu konten keislaman. Media Islam seolah menjadi pilihan bagi pembaca yang ingin belajar Islam dan mendapatkan informasi seputar Islam.

Namun, media Islam ada pula yang hanya bernama media Islam, tetapi secara konten 75 persen membahas politik. Politik yang dimaksudkan bukan politik keumatan, tetapi keberpihakan terhadap kelompok tertentu. Corak media Islam ini teramatlah banyak. Isi pemberitaannya tidak kalah dengan media mainstream yang menyoroti politik.

Di tahun politik, media Islam dengan corak seperti itu terjerumus pada keberpihakan yang nyata terhadap salah satu calon pasangan. Penggiringan opini dan framing pemberitaan nampak sekali terlihat dari konten media Islam. Dalih untuk kecerdasan politik umat, tetapi nyata hanya mau menunggangi umat untuk kepentingan politik.

Media Islam, pada akhirnya, memang tidak murni menjadi wadah edukasi keagamaan yang mencerahkan, tetapi lambat laun menggiring umat kepada keberpihakan politik tertentu. Lihatlah bagaimana konten media Islam yang apabila dikaji lebih banyak menyediakan pemberitaan politik dari pada pemberitaan fenomena keagamaan. Parahnya, berita yang muncul adalah framing keberpihakan terhadap politik kekuasaan.

Kenapa ini terjadi? Ada beberapa indikasi yang bisa kita lihat secara seksama. Pertama, kontestasi Pemilu tidak sekedar kontestasi politik biasa, tetapi sejak awal memang digiring pada polarisasi politik aliran keagamaan. Hal ini akan tampak media yang memotret calon dengan perspektif narasi pilihan umat, membela Islam dan sebagainya. Sambil lalu media ini akan menggiring lawannya seolah tidak Islami dan musuh Islam.

Dampaknya masyarakat tidak menyorot kontestasi Pemilu bukan pada persoalan subtansi, tetapi pada sensasi keagamaan. Nanti akan kita lihat bersama sorotan media Islam bagaimana mensoroti keislaman capres, cara shalat capres, keturunan capres, hingga pada lomba baca Qur’an. Isu-isu sensasi keagamaan ini lebih mewarnai dari pada isu subtansi gagasan dan ide.

Hal parah dari sensasi keagamaan ini adalah munculnya pemberitaan sesat (hoaks) semisal narasi Islam dizalimi, azan dihapuskan, kementerian agama dibubarkan dan isu sensitif lainnya.  Siraman begitu sangat menular dan anehnya menjadi bahan kampanye terselubung di akar rumput.

Dalam konteks isu sensasi keagamaan itulah, media Islam banyak yang tidak berada pada posisi obyektif dan netral dengan mengedepankan kejujuran dan prinsip jurnalisme Islam. Justru media Islam kadang menggoreng isu dengan semakin mengentalkan pertarungan identitas keagamaan di arena Pemilu khususnya Pilpres.

Seharusnya Media Islam

Memang sejak semula kita belum pernah menyepakati tentang apa sih sebenarnya media Islam. Apakah media Islam sekedar nama menggunakan istilah islami atau secara konten mengandung konten keislaman? Tentu saja kita tidak sepakat hanya dengan bernama istilah Islam lalu disebut sebagai media Islam. Media Islam harus mengandung konten keislaman dan memberikan pencerahan keagamaan kepada masyarakat.

Artinya, sesungguhnya media-media yang mengatasnamakan Islam harus siap menjadi media yang bisa menunjukkan diri secara professional tetapi dengan misi dakwah Islam yang menjadi rahmat. Bukan Media yang mengatasnamakan Islam tetapi membawa nama Islam sebagai label untuk kepentingan kelompok.

Dalam menyongsong masa depan media Islam tersebut, penting sekali media Islam tidak larut dalam politik keberpihakan yang praktis. Artinya, politik media yang dimainkan oleh politik Islam adalah politik umat demi kemashlahatan umat, bukan politik praktis dengan kecenderungan mendukung dan memilih.

Kenapa politik praktis itu sangat tabu bagi media Islam? Ada dua alasan penting. Pertama, jelas dalam prinsip jurnalisme pemberitaan harus professional, kredibel, dan obyektif. Media Islam ke depan harus menampilkan sebagai media yang siap bertarung dengan media mainstream. Sebagai media alternatif bukan berarti media Islam mengabaikan prinsip-prinsip jurnalisme.

Kedua, politik praktis keberpihakan media Islam sangat berpotensi memecah belah umat. Media Islam harus menjadi penyimbang dan penyejuk umat Islam di tengah perbedaan, bukan mendorong perpecahan antar sesama umat Islam.

Media Islam masih menjadi media alternatif ke depan dalam membawa aspirasi dan kepentingan umat. Namun, jangan jadikan media Islam hanya label yang jutsru digunakan untuk komoditas politik.

Wallahua’lam 

 

 

Bagikan Artikel ini:

About redaksi

Check Also

Eks Napiter di Batanghari lepas baiat dan ikrar setia NKRI

Lepas Baiat dan Ikrar Setia NKRI, Eks Napiter: Semoga Kami Istiqamah Jalankan Ajaran Islam yang Benar

Batanghari – Program deradikalisasi yang dilakukan pemerintah, dalam hal ini Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Densus …

Haedar Nashir

Ormas Keagamaan Harus Naik Kelas, Tidak Boleh Jadi Benalu Tapi Harus Mandiri

Yogyakarta – Organisasi sosial kemasyarakatan berbasis agama harus memiliki kesadaran untuk berubah naik kelas, tidak boleh …