Bakar Batu SUku Dani 1
Bakar Batu SUku Dani 1

Hilangnya Tradisi Bakar Batu Untuk Menyambut Ramadhan di Lembah Baliem

Jayapura –  Berbagai tradisi biasanya selalu digelar masyarakat Muslim saat menyambut datangnya bulan suci Ramadhan. Hal itu pula yang dilakukan umat Muslim di Lembah Baliem atau tepatnya di Kampung Walesi dan Kampung Tulima di Distrik Walesi, Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua. Namun tradisi itu tidak lagi digelar tahun ini. Pandemi virus Corona atau COVID-19 menjadi penyebabnya.

Biasanya umat Muslim di Lembah Baliem menggelar tradisi bakar batu bersama warga Katolik dan Kristen untuk menyambut bulan puasa di halaman Masjid Al Aqshadi Kampung Walesi. Berhubung wabah tersebut, tahun ini mereka menyambut Ramadhan di honai (rumah tradisional, red) masing-masing.

“Tradisi bakar batu ini juga sekaligus sebagai bentuk ucapan syukur bulan Ramadhan telah tiba, sebagai bentuk silaturahmi dan saling meminta maaf dengan seluruh kerabat, baik itu kerabat Muslim maupun kerabat Kristen,” kata Tahuluk Asso, pemuka agama Islam di Kampung Walesi dikutip dari laman Republika.co.id, Jumat (24/4/2020).

Warga Muslim yang tinggal diLembah Baliemmenyesuaikan tradisi dengan ajaran Islam dalam menggelar bakar batu. Babi yang biasanya digunakan dalam tradisi bakar batu di pegunungan tengah Papua diganti dengan ayam yang sudah disembelih sesuai dengan ajaran agama Islam. Dalam acara itu, para lelaki bertugas menyusun batu di atas tumpukan kayu kering serta dedaunan dan rumput kering yang kemudian akan dibakar.

Tidak jauh dari tempat batu dibakar, sudah disiapkan lubang di tanah. Batu yang sudah dibakar selanjutnya ditata di lubang itu. Bahan makanan sepertisayuran, keladi, ubi jalar, singkong, pisang, dan ayam lantas ditaruh di atasnya. Setelah itu, batu-batu panas akan diletakkan di atas tumpukan makanan.

Setelah sekitar tiga jam, ayam, ubi jalar, singkong, serta sayuran yang diletakkan di antara batu panas itu bisa diangkat dan disantap bersama.

“Suku Dani di Kampung Tulima dan Kampung Walesi akan tetap menjaga dan memelihara tradisi bakar batu warisan nenek moyang, walaupun begitu tetap menjaga akidah Islam,” kata Abu Hanifah Asso, anak Kepala Suku Tahuluk Asso.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Jayawijaya Alpius Wetipo mengatakan bahwa tradisi bakar batu untuk menyambut Ramadhan di Lembah Baliem merupakan contoh toleransi antar-umat beragama yang perlu dilestarikan.

“Kampung Tulima dan Kampung Walesi akan dikembangkan sebagai destinasi wisata pendidikan agar nilai-nilai toleransi diketahui dan diajarkan pada siswa sekolah,” katanya.

Transmigran Muslim dari Jawa yang datang sekitar tahun 1960-an ke Lembah Baliem memperkenalkan Agama Islam kepada warga setempat. Selain dari para guru dan transmigran dari Jawa di daerah Sinata, yang kini disebut Megapura, di Distrik Asso-Lokobal, warga asli Lembah Baliem mengenal Islam dari interaksi dengan pendatang dari Bugis.

Merasugun, Firdaus, dan Muhammad Ali Asso disebut sebagai generasi pertama pemeluk Islam di Lembah Baliem pada tahun 1970-an. Mereka berperan dalam menyebarluaskan ajaran Islam di wilayah tersebut. Kini sebagian Suku Dani yang tinggal di Lembah Baliem memeluk Agama Islam, termasuk di antaranya yang tinggal di Kampung Tulima dan Kampung Walesi.

Bagikan Artikel ini:

About redaksi

Check Also

Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar copy

Bulan Syawal Kesempatan Umat Islam Jadi Ahli Zikir

Jakarta – Bulan Syawal adalah kesempatan umat Islam menjadi hamba-hamba Allah yang ahli zikir. Syawal sendiri memiliki …

emak emak viral maksa minta sedekah diamankan dinsos bogor 43

Viral Seorang Ibu Minta Sedekah Dengan Memaksa, Diduga ODGJ Hingga Dibawa ke RSMM Bogor

Bogor – Seorang ibu-ibu viral karena meminta dengan cara memaksa, ibu tersebut diketahui saat ini …