Toleransi antar umat beragama
Toleransi antar umat beragama

Iman Kepada Tuhan Persatukan Umat Manusia, Bukan Untuk Pisahkan Manusia

JAKARTA – Iman kepada Tuhan mempersatukan umat manusia, bukan untuk memisahkan manusia. Itu merupakan kesimpulan dari  webinar “Kerukunan Beragama dan Berbangsa Ditinjau dari Alquran, Al-Kitab, Wedha, dan Tripitaka”, Jumat (2/7/2021). Webinar ini menghadirkan Wakil Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI) Komjen Pol (purn) Syafruddin, Tokoh Hindu dan Guru Besar Pertanian di Universitas Udayana I Gede Pitana, Biksu Nyanabandhu Shakya Bumansah, dan Tokoh Kristen Romo FX Wahyu Tri Wibowo.

Syafruddin mengatakan, dalam sejarah Indonesia, toleransi merupakan ruh yang kuat bagi kehidupan bersosial-negara. Meski muncul ragam konflik yang terkesan bernuansa agama, namun menurut dia, hal itu bukan dipicu oleh agama.

“Konflik agama tidak pernah terjadi di Indonesia. Agama hanya dikambing hitamkan, konflik-konflik yang terjadi hanyalah konflik kepentingan yang mencatut nama agama,” kata Syafruddin dikutip dari laman Republika.id.

Mantan MenPAN-RB itu mengatakan, kerukunan berbangsa perlu disikapi secara bersama-sama. Kerukunan beragama di Indonesia, kata dia, sudah sempurna meskipun dalam perjalanannya terdapat sejumlah peristiwa konflik. Bahkan, kerukunan beragama dan toleransi telah muncul sebelum Indonesia lahir sebagai sebuah bangsa.

Tokoh Hindu dan Guru Besar Pertanian di Universitas Udayana I Gede Pitana mengatakan, di agama Hindu, masalah toleransi pun bukanlah hal yang baru. Pihaknya menyebut, toleransi dan kerukunan merupakan jiwa dalam sejarah kelahiran agama Hindu.

Dia menjelaskan, terdapat dua tugas utama dalam Hindu yang sarat dengan kerukunan dan toleransi. Pertama, tugas agama atau dharma agama dan kedua adalah dharma negara atau tugas terhadap negara. “Untuk itu antara keduanya, tidak boleh didikotomikan. Tapi harus kita seimbangkan,” kata dia.

Dia pun menyebut, pada kitab suci Wedha, aspek toleransi atau penghargaan terhadap orang lain menjadi prinsip dasar. Toleransi dapat dilihat dalam berbagai tataran, baik secara teologis maupun antropologis. Dalam aspek teologis, umat Hindu mengenal enam perspektif. Menariknya, dia melanjutkan, tidak ada satu pun perspektif yang menihilkan perspektif lainnya.

Dia menambahkan tentang sejarah rakyat Nusantara yang begitu toleran. Ia menyebut, toleransi sudah muncul sejak abad ke-8 dan 9 di Indonesia. Buktinya antara Hindu dengan Budha terdapat calik dan juga candi yang saling berdampingan.

“Saudara kami yang bergama Islam, kita sebutnya dengan sebutan nyamo Islam. Menyebut Idul Fitri, disebut galungan Islam, Natal kita sebut galungan Kristen. Jadi begitu cara penyebutannya dalam Hindu, tidak ada istilah kemerekaan dalam agama kami, yang ada hanyalah perbedaan agamanya,” kata dia.

Biksu Nyanabandhu Shakya Bumansah menambahkan, toleransi dan kerukunan umat beragama juga menjadi urat nadi agama Budha. Melihat tatanan sosial saat ini yang semakin berubah dan statis, kata dia, dia pun mengajak umat beragama mampu menyikapi perubahan.

“Jangan sampai umat Budha merasa paling hebat, sebab pilar Asoka itu mengajarkan agar umat Budha tidak boleh mencela agama lain,” kata Nyanabandhu.

Tokoh Kristen Romo FX Wahyu Tri Wibowo pun mengatakan, iman kepada Tuhan adalah mempersatukan umat manusia, bukan untuk memisahkan manusia dan tatanan sosial yang ada. Agama Kristen, kata dia, adalah agama yang menjunjung tinggi cinta dan kasih terhadap seluruh lapisan manusia. “Semakin beriman, semakin solider,” kata Romo FX Wahyu.

Bagikan Artikel ini:

About redaksi

Check Also

sidang gugatan Pilpres di MK

Tanggapi Putusan MK, PBNU: Kedepankan Empat Nilai Dasar Ahlussunnah wal Jama’ah

Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan sengketa Pilpres pasangan nomor urut 01 Anies Baswedan-Cak …

Ketua FKPT Jabar Iip Hidajat

Kearifan Lokal Dorong Moderasi Beragama Dengan Kedepankan Toleransi

Jakarta – Meskipun lebaran Idulfitri telah usai, semangat persaudaraan dan kerukunan yang didapat setelah merayakannya …