syarat kurban
syarat kurban

Inilah Dimensi Kurban yang Sering Diabaikan

Idul Adha tahun 2023 ini jatuh pada tanggal 29 Juni. Tentu Idul Adha atau yang sering disebut sebagai Idul Kurban bukanlah sebuah ritual keagamaan tahunan saja. Lebih dari itu, Idul Adha merupakan momentum yang menyimpan sejuta hikmah. Salah satunya adalah meneguhkan persaudaraan. Oleh karena itu, penting kiranya merefleksikan Idul Adha, terutama di tengan kondisi persaudaraan dan persatuan bangsa mulai goyah, adalah sebuah keniscayaan.

Sejarah pelaksanaan Kurban beriringan dengan sejarah manusia. Tak ayal jika Kurban setua peradaban manusia itu sendiri. Ritual Kurban sesungguhnya sudah terjadi sejak Nabi Adam, yakni yang dilakukan oleh kedua putra Nabi Adam; Qabil dan Habil (Lihat Al-Maidah ayat 27).

Namun demikian, para ulama sepakat bahwa syariat Kurban dalam Islam dimulai sejak peristiwa Nabi Ibrahim yang mengorbankan anaknya (Ismail-red) demi mematuhi perintah Allah yang pada akhirnya Allah mengganti Ismail dengan seekor domba sebagai simbol bahwa Allah memuliakan manusia dan sifat-sifat kebinatangan dalam diri manusia harus disembelih.

Cendekiawan Muhammad Husein Haikal menyebutkan bahwa ritual-ritual dalam Islam—termasuk Kurban—selalu mempunyai dimensi keyakinan atau keimanan dan dimensi sosial kemasyarakatan. Dengan demikian, ketika berbicara Kurban, maka tidak dibenarkan jika orientasinya hanya untuk turut melaksanakan syariat Islam saja, melainkan aspek atau dimensi sosialnya harus benar-benar diperhatikan, bahkan dicamkan serta dipegang teguh.

Dimensi Sosial Kemasyarakatan Kurban

Kurban memiliki nilai yang sangat kuat dalam membangun aspek sosial, yaitu menumbuhkan kebersamaan dan persaudaraan, mempererat relasi kemanusiaan karena Kurban mengajarkan nilai-nilai egalitarianisme yang kuat karena semua orang merasakan kegembiraan bersama-sama orang miskin yang jarang mereka dapatkan dan sebagai media pendekatan seorang hamba kepada Allah.

Landasan teologis Kurban lazimnya merujuk pada kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail sebagaimana dijelaskan dalam Alquran. Dalil ini yang populer di kalangan masyarakat kita. Namun, sejatinya ada banyak dalil yang menjelaskan tentang Kurban, seperti sebuah riwayat dari Imam al-Tirmidzi dari Aisyah Ra, bahwa Rasulullah bersabda: “Tidak ada suatu amalan pun yang dilakukan manusia pada hari Raya Kurban, lebih dicintai Allah selain dari menyembelih hewan kurban. … .

Pemahaman awam terkait Kurban, diantaranya adalah, satu kambing hanya bisa diniatkan untuk satu orang, sapi dan unta bisa diniatkan untuk tujuh orang. Memang pemahaman ini tidak ada problem. Namun, akan menjadi persoalan ketika bagaimana orang yang mempunyai uang tapi tidak bisa membeli satu hewan Kurban? Apakah mereka masih mempunyai kesempatan untuk beribadah Kurban yang sesuai dengan batas kemampuannya? Dari sinilah para ulama berdasarkan dailil-dalil dari Alquran dan hadis ada yang menawarkan Kurban kolektif.

Terkait dengan Kurban kolektif, dalam kitab Zadul Ma’ad, Ibn Qayyim al-Jauzi berkata: “Diantara petunjuk beliau Saw, yaitu seekor kambing cukup untuk seorang beserta keluarganya, meskipun keluarganya itu banyak.” Imam Malik dalam kitabnya, yakni al-Muwaththa’ berkata: “Penjelasan yang paling baik, yang aku dengar tentang kurban unta, sapi, dan kambing adalah semuanya untuk dirinya dan keluarganya. Dia-lah pemiliknya dan ia disembelih untuk keluarganya juga. Dia sertakan mereka bersamanya pada kurban tersebut.”

Dari hadis dan penjelasan para ulama mu’tabar di atas memberikan semacam pemahaman bahwa dalam ranah operasional saja, Kurban sangat erat dengan persaudaraan dan kebersamaan. Ini tentu saja dua nilai yang sangat penting dalam membangun relasi kuat kemanusiaan.

Memperkuat Relasi Kemanusiaan

Islam sangat menekankan agar umatnya dalam memahami nilai-nilai atau ajaran agama tidak sepotong-potong, melainkan harus kaffah atau total. Oleh sebab itu, dalam kaitannya dengan spirit Kurban, relasi kemanusiaan tidak boleh dilupakan.

Dalam bingkai ini, ibadah Kurban harus dimaknai sebagai kesempatan orang seluruh manusia untuk saling berbagi. Mengalirnya darah-darah suci dari hewan Kurban akan menghanyutkan noktah-noktah hitam di hati manusia, memercikkan aroma harum jalinan kasih sayang antara sesama sembari menyemai rona ceria di wajah-masing-masing (Choirul Mahfud: 2010: 2).

Momentum Hari Raya Idul Adha yang jatuh pada tanggal 20 Juli 2021 ini bertepatan dengan Covid-19 yang masih terus menunjukkan tren kenaikan dan membuat sebagian saudara kita kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari karena dampak Covid-19, harus digunakan sebagai momentum untuk meningkatkan solidaritas dan kepeduliaan sosial terhadap sesama.

Selain dimensi sosial sebagaimana diuraikan di atas, ibadah Kurban juga bisa menjadi sarana untuk membentuk toleransi, media menebar kasih sayang dan menanggalkan egosektoral. Pengorbanan yang tumbuh dalam pelaksanaan ibadah Kurban akan mengikis sikap egois dan kikir. Berkurangnya atau bahkan hilangnya sikap egois dan kikir tentu saja akan berdampak luar biasa bagi kehidupan dan penghidupan manusia. Dan semua itu juga dapat mempererat relasi kemanusiaan. Inilah spirit Kurban yang tak boleh dinafikan.

Bagikan Artikel ini:

About Muhammad Najib, S.Th.I., M.Ag

Dosen Ekonomi Syariah Sekolah Tinggi Ekonomi dan Perbankan Islam Mr. Sjafruddin Prawiranegara Jakarta, mahasiswa Program Magister Universitas PTIQ dan Mahasiswa Program Doktoral UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Check Also

rasulullah

Inilah Jawaban Rasulullah Ketika Ditanya Sahabat tentang Muslim yang Paling Bijak

Dalam sebuah hadis, Ibnu Umar ra. berkata bahwa pada suatu ketika, Rasulullah memegang sebagian tubuhnya …

ramadan

Tips Ramadan yang Berkualitas (2): Saatnya Investasi Akhirat!

Ramadan adalah bulan yang sangat spesial. Karena pada bulan ini, pintu-pintu surga dibuka, sementara pintu …