Jakarta – Iran dikenal sebagai negara yang fanatik menerapkan aturan dan syariat islam. Fanatisme inilah yang belakangan membuat beberapa pelaku olahraga Neger Para Mullah ini bergejolak yang akhirnya memilih meninggalkan negara tersebut.
Sebut saja Shoreh Bayat. Ia menjadi tokoh olahraga Iran terbaru yang menolak pulang ke negara asalnya. Sebelumnya, Kimia Alizadeh, satu-satunya atlet putri Iran peraih medali Olimpiade, mengatakan telah meninggalkan negara itu.
Shoreh Bayat adalah seorang profesional dalam bidang catur. Tidak hanya itu, dia dilaporkan merupakan perempuan pertama yang menjadi sekretaris jenderal sebuah federasi olahraga di Iran.
Dengan jabatan itulah, Bayat berada di Shanghai bulan ini, untuk menjadi wasit Kejuaraan Catur Dunia Perempuan. Namun ketika berada di sana, Bayat dituduh melanggar aturan berbusana Iran yang sangat ketat.
“Insiden ini sangat sulit bagi saya karena sesuatu yang tak terduga. Saya sebenarnya pakai kerudung di ronde ketiga, tapi itu tidak cukup bagi rakyat Iran,” ujar Bayat dikutip dari laman voaindonesia.com.
Bayat dituding tidak mengenakan penutup kepala, melanggar aturan berbusana perempuan Iran yang ketat. Dia mengklaim insiden ini awalnya hanya kesalahpahaman. Pada mulanya dia mengenakan kerudung di turnamen di Shanghai, tapi karena beberapa foto yang diambil dari sudut tertentu, dia terlihat seperti tidak mengenakan kerudung.
Tapi nasi sudah menjadi bubur. Fotonya dipampang di seluruh media Iran. Dia mengatakan diminta untuk menulis surat permohonan maaf. Tapi karena sejak dulu tidak pernah mendukung aturan berbusana itu, dia menolak. Sejak kontroversi itu, Bayat memutuskan melepas hijab sama sekali.
“Saya tidak pernah mendukung hijab, dan saya sadar bahwa mereka telah mengecam saya, dan semua diluar kendali saya. Kini saya memutuskan untuk tidak mengenakan hijab karena itu tidak akan mengubah apapun,” kata Bayat.
Kini, Bayat mengaku, mengkhawatirkan keselamatannya apabila pulang ke Iran. “Saya menerima pesan dari banyak orang di seluruh dunia dan mendapat undangan ke banyak negara. Tapi saya ingin pulang ke Iran. Dan itu prioritas pertama saya. Saya sangat berharap mereka akan menjamin keselamatan saya apabila saya pulang ke Iran. Tapi apabila itu tidak terjadi, saya akan mempertimbangkan semua pilihan saya,” kata Bayat.
Bayat adalah satu dari banyak tokoh olahraga Iran yang berselisih dengan pihak berwenang karena hijab dan kebijakan lain. Awal bulan ini, seorang grandmaster catur Iran Mitra Hejaziour dikeluarkan dari tim nasional karena tidak mengenakan hijab di Kejuaraan Dunia Rapid dan Blitz di Moskow.

Juga pada Januari, Kimia Alizadeh, satu-satunya atlet putri Iran peraih medali Olimpiade, mengatakan telah meninggalkan negara itu selamanya. Dia mengecam apa yang disebutnya sistem politik Iran yang “tidak adil” dan “munafik” yang memanfaatkan dan mempermalukan para atlet demi tujuan politik.
“Apakah saya harus memulai dengan halo, selamat tinggal, atau turut berduka cita?” tulisnya di akun Instagramnya.
Alizadeh, 21 tahun, yang memenangkan medali perunggu cabang taekwondo pada Olimpiade di Rio de Janeiro, Brazil pada 2016, tidak mengatakan dia berada di mana. Tapi sebelumnya dia pernah mengatakan ingin menetap di Belanda.
Dalam pernyataannya, dia mengatakan hanya menginginkan taekwondo, keamanan, dan kehidupan yang bahagia dan sehat. Ia menegaskan tidak mau lagi duduk di meja yang penuh kemunafikan, kebohongan, ketidakadilan, dan pujian.
“Saya adalah salah satu dari jutaan perempuan tertindas di Iran yang telah mereka permainkan selama bertahun-tahun,” tulisnya.
“Saya mengenakan apa pun yang mereka suruh,” katanya, mengacu pada hijab yang wajib dikenakan semua perempuan di tempat umum di Iran, negara yang sangat konservatif.
“Saya mengatakan apa pun yang mereka perintahkan. Kami seakan tidak berharga bagi mereka,” tulisnya.
Kabar hilangnya Alizadeh pada 9 Januari memicu kekhawatiran di Iran. Kantor berita semi resmi ISNA melaporkan: “Pukulan bagi taekwondo Iran. Kimia Alizadeh telah pindah ke Belanda.”
ISNA menulis bahwa awalnya mengira Alizadeh akan berkompetisi di Olimpiade Tokyo 2020, tetapi tidak sebagai anggota tim Iran. Dalam pernyataannya, Alizadeh tidak mengungkap rencananya, tetapi mengatakan kepada “rakyat Iran tercinta” bahwa dia akan tetap merupakan “seorang anak Iran dimana saja” dia tinggal.
Pada Oktober 2019, Alizadeh masuk dalam daftar 100 “perempuan paling inspiratif dan berpengaruh dari seluruh dunia” pada 2019. Daftar itu dibuat oleh BBC berdasarkan tema “perempuan masa depan.”
Media barat ketika itu mengatakan peraih medali taekwondo Iran itu dianggap telah “memberdayakan para perempuan dan anak perempuan Iran untuk menembus batas-batas kebebasan pribadi,”.