Gus Najih
Gus Najih

Islam Agama Damai dan Rahmat Buat Alam Semesta, Bukan Ekstrem Apalagi Radikal

Jakarta – Islam adalah agama yang damai dan rahmat bagi alam semesta. Allah SWT menurunkan Islam kepada Rasulullah SAW dengan segala kemudahan untuk meraih kebahagiaan baik di dunia dan akhirat. Sehingga segala hal yang bertentangan dengan hal-hal tersebut seharusnya tidak dikait-kaitkan dengan agama tertentu apalagi Islam, terlebih hal-hal yang ekstrem dan radikal. Kata ustaz, Islam itu agama damai.

Kedamaian Islam haruslah tercermin pada semua umat yang mengakui Allah sebagai Tuhannya dan Muhammad SAW sebagai Rasul Allah. Apa pun yang berhubungan dengan hal-hal ekstrem hingga radikal sebaiknya tidak dikaitkan dengan agama apa pun.

“Sikap yang ekstrem atau radikal itu tidak diperbolehkan, apalagi kalau dikaitkan oleh agama. Karena karakter radikal itu bertentangan dengan prinsip dasar agama. Agama itu kan diturunkan oleh Tuhan sebagai rahmat untuk alam semesta. Berbeda dengan sikap radikal yang mungkin menyakiti orang, menghina orang, sampai berujung menghilangkan nyawa orang. Kemudian agama itu juga diturunkan oleh Tuhan dengan kemudahan. Di agama kami diajari oleh nabi, agama adalah kemudahan. Agama juga membawa kebahagiaan dunia dan akhirat,” papar Sekretaris BPET MUI Pusat Dr. Muhammad Najih Arromadloni dikutip dari laman detikcom, Kamis (20/4/2023).

Gus Najih, sapaan karibnya, menambahkan bahwa tidak jarang para ekstremis melakukan hal-hal yang di luar batas kemanusiaan. Mereka mengatasnamakan agama untuk tindakan-tindakan yang sebenarnya dilarang oleh agama. Seringkali yang menjadi korban mereka adalah siapa yang dianggap tak sejalan dengan iman yang mereka percayai atau tidak seagama.

Padahal, jelasnya, dalam Al-Qur’an surat Al-Hujurat ayat 23 dijelaskan bagaimana seharusnya manusia sebagai muslim berserikat dan menjalani kehidupan sosial. Di sana Allah berfirman soal perbedaan antara manusia dan bagaimana setiap insan harus bisa menumbuhkan toleransi antara satu sama lain terlepas dari apa pun perbedaannya.

“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa.”

Gus Najih menekankan soal saling menghormati dan menghargai antar umat beragama. Tidak hanya itu, berpedoman pada ayat tersebut menurut dia setiap manusia juga harus bisa bekerja sama terlepas dari perbedaan dalam diri mereka.

Ini berarti bahwa Islam bukanlah agama yang melakukan diskriminasi terhadap perbedaan suku, agama, hingga bangsa. Islam juga tidak membenarkan segala hal yang berkaitan dengan tindakan diskriminasi terhadap kaum minoritas.

“Tidak dibenarkan seorang muslim melakukan diskriminasi terhadap kaum minoritas. Karena perbedaan itu sunatullah atau kadang-kadang diterjemahkan sudah hukum alamnya seperti itu. Tuhan tentu kalau mau menciptakan kita seragam atau sama ya bisa saja. Orang-orang itu, yang ekstrem, ke kanan atau ke kiri itu tidak diperbolehkan,” tegas Gus Najih.

Selain itu, agama juga seharusnya diselaraskan dengan kebudayaan kita sebagai masyarakat Indonesia yang sejak awal sudah hidup dengan beragam perbedaan di bawah semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Perbedaan sudah jadi akar budaya masyarakat di Indonesia jadi dalam beragama kita seharusnya bisa berada di sisi moderat.

Perbedaan yang terjadi di antara masyarakat Indonesia serupa dengan kehidupan di zaman Rasul SAW. Dalam perjalanan hidupnya, dijelaskan Dr. Muhammad Najih Arromadloni, Rasulullah SAW sangat menghargai perbedaan dan ini terlihat dari bagaimana beliau menjaga hubungan dengan orang-orang terdekat dan di dekatnya yang non-muslim.

“Islam itu pada dasarnya sangat menghargai perbedaan. Rasul SAW dalam perjalanan hidupnya, banyak orang terdekatnya yang non-muslim. Kita sebagai bangsa sudah punya prinsip Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda tapi satu. Karena itu, mereka yang ekstrem harus diajak ke tengah. Ini yang disebut dengan moderasi beragama atau agama yang wasathiyah, yang moderat, tidak ekstrem, tidak radikal, tidak juga liberal.”

“Islam mengandung beberapa bagian, yakni ibadah dan muamalah. Ibadah itu yang sifatnya vertikal, hubungan dengan Tuhan. Muamalah itu sifatnya hubungan horizontal yaitu dengan masyarakat. Nah muamalah itu tidak terbatas dengan siapa pun. Artinya dalam Islam kita diperintahkan untuk hidup yang rukun, harmonis, damai, dengan siapa pun. Suku dan agamanya apa pun. Islam itu dari akar kata ‘salam’ yang artinya perdamaian. Momentum Ramadan ini ada baiknya kita introspeksi dan muhasabah mengenai hal-hal tersebut,” lanjutnya.

Untuk itu ia mengimbau untuk masyarakat lebih banyak belajar soal agama dan mengamalkan agama dengan ilmu. Dengan begini, tindakan radikal dan ekstrem bisa dihindari.

Pada hakikatnya menurut Najih, mereka yang radikal dan bertindak esktrem adalah orang-orang yang dangkal ilmunya. Tak hanya soal ilmu keagamaan, tapi juga ilmu tentang keberagaman kita hidup di Indonesia.

“Dalam beragama kita harus betul-betul mengamalkannya dengan ilmu, supaya kita ini bisa beragama dengan benar. Orang menjadi radikal karena pemahaman agamanya dangkal. Kita juga lahir di Indonesia sebelum menganut agama apa pun, kita ini orang Indonesia yang agamanya beragam. Kita harus paham kebudayaan kita, punya wawasan kebangsaan. Untuk anak-anak muda, saya kira pesan yang penting adalah, ketika menggunakan media sosial harus kritis. Karena ini rimba yang tidak jelas, ada yang baik, ada yang beracun kontennya. Ketika mau belajar, harus betul-betul pilih guru yang tepat. Karena kalau tidak, kita malah bisa tersesat, terperosok ke dalam kejahatan,” tandas Gus Najih.

Bagikan Artikel ini:

About redaksi

Check Also

keluarga sakinah

Tiga Kunci Mewujudkan Keluarga Sakinah

Berdasarkan data Kementerian Agama pada tahun 2022 angka perceraian secara nasional 516.334 kasus. Angka ini …

berbakti kepada orang tua

Khutbah Jumat : Birrul Waliadain

Khutbah I   اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. اَللّٰهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِيْ لِجَلَالِ وَجْهِكَ وَعَظِيْمِ …