Jakarta – Majelis Ulama Indonesia (MUI) secara tegas membantah berita bahwa Komisi Fatwa MUI tengah membahas fatwa platform digital, Netflix, yang masih terjadi polemik antara Telkom Group dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Bantahan itu diberikan setelah beberapa media mainstream mencatut Ketua Komisi Fatwa MUI Pusat, Prof. Dr. KH. Hasanuddin AF, MA dan menyebutnya MUI akan mengeluarkan Fatwa Haram Netflix.
“MUI belum pernah membahas tentang platform digital penyedia jasa layanan, termasuk Netflix yang belakangan diributkan. Juga kami tidak ada rencana untuk membahasnya karena kami telah memiliki fatwa yang komprehensif tentang bermuamalah melalui media sosial,” kata Ketua Komisi Fatwa (MUI) Prof. Dr. KH. Hasanuddin AF, MA dalam rilisnya, Kamis (23/1/2020).
Saat memberikan pernyataan itu, Hasanuddin yang didampingi Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Dr. KH. M. Asrorun Niam Sholeh, MA. Ia mengatakan, dalam fatwa tersebut telah dijelaskan mana yang boleh dan yang tidak boleh dalam bermuamalah melalui media sosial. Komisi Fatwa MUI membantah pemberitaan yang menyebutkan seolah-olah MUI telah menetapkan fatwa haram Netflix.
“Semua pemberitaan itu tidak benar. Masyarakat, termasuk platform digital penyedia jasa layanan konten seharusnya memedomani fatwa tersebut agar tidak menimbulkan masalah di masyarakat,” tegasnya.
Pihaknnya menyebutkan bahwa fatwa MUI ditetapkan setelah adanya pertanyaan dan pengkajian mendalam mengenai masalah yang akan difatwakan. Jika terkait dengan disiplin keilmuan tertentu, maka Komisi Fatwa akan mendengar pandangan ahli.
“Terkait dengan konten digital, setiap orang, termasuk pengusaha penyedia jasa digital tidak boleh membuat platform yang menjual, mengedarkan, dan/atau memuat konten terlarang, baik secara hukum maupun menurut pandangan agama,” tulisnya.
Dalam hal penyedia layanan melakukan pelanggaran terhadap penyediaan konten yang terlarang, maka aparat yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab wajib melakukan pencegahan dan penegakan hukum bagi pelanggar guna melindungi masyarakat.
“Pelanggaran terhadap penyediaan konten terlarang menjadi domain aparat hukum. Mereka wajib mencegah dan melakukan penegakan hukum bagi yang melanggar,” tutupnya.