Moderasi beragama di lingkungan pendidikan
Moderasi beragama di lingkungan pendidikan

Kondisi Literasi dan Moderasi Beragama di Dunia Pendidikan Belum Cukup Baik

Jakarta –Kondisi literasi dan moderasi beragama di dunia pendidikan Indonesia masih belum cukup baik saat ini. Kondisi tersebut memberi kontribusi terhadap terjadinya intoleransi.

“Kami mencatat, sejak 2014 sampai dengan 2022 tercatat sejumlah kasus intoleransi yang terjadi di satuan pendidikan,” ungkap Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti, melalui keterangan di Jakarta, Senin (2/1/2023).

Retno mengungkapkan, sejumlah seperti pelarangan peserta didik mengenakan jilbab atau penutup kepala sebanyak enam kasus sepanjang 2014-2022, pemaksaan atau mewajibkan peserta didik mengenakan jilbab atau kerudung sejumlah 17 kasus sepanjang 2017-2022.

Lalu ada diskriminasi kesempatan peserta didik dari agama minoritas untuk menjadi Ketua OSIS ada tiga kasus sepanjang 2020-2022, dan kewajiban sholat dhuha sehingga sejumlah peserta didik perempuan harus membuka celana dalamnya untuk membuktikan bahwa yang bersangkutan benar sedang menstruasi sejumlah dua kasus pada 2022.

Kasus-kasus tersebut terjadi di Rokan Hulu, Riau, Banyuwangi, Jawa Timur, Sragen, Jawa Tengah, Bantul, dan Gunung Kidul, DIY  Kota Padang, Sumatra Barat, Kota Tangsel, Banten, Kota Depok, Jawa Barat, Kabupaten Bogordan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Denpasar dan Singaraja, Bali, Maumere, NTT, Manokwari, Papua, dan DKI Jakarta.

Retno menerangkan, sekolah negeri merupakan lembaga pendidikan formal yang dimiliki negara dan dioperasikan menggunakan anggaran negara secara langsung maupun tidak, baik melalui APBD maupun APBN. Di mana anggaran itu dihimpun dari pembayaran pajak yang disetorkan oleh seluruh warga negara yang beragam.

“Umumnya sekolah-sekolah negeri siswanya pasti beragam agama, suku dan status sosial, oleh karena itu kebijakan sekolah negeri juga harus menghargai keberagaman, tidak menyeragamkan,” tegas dia.

Dia menambahkan, seharusnya tidak ada lagi sekolah-sekolah negeri yang memaksakan siswinya memakai jilbab. Sebab, hal itu bertentangan dengan kebhinekaan Indonesia yang mesti dijunjung, dirawat dan dikokohkan.

“Apalagi pendidikan secara prinsip harus berorientasi pada kepentingan siswa, nonkekerasan dari simbolik, verbal hingga tindak kekerasan lainnya,” jelas dia.

Bagikan Artikel ini:

About redaksi

Check Also

008879900 1755066058 830 556 1

Kiai Ma’ruf Amin: Pesantren Jadi Pusat Gerakan Dakwah dan Pemberdayaan Masyarakat

JAKARTA — Pondok Pesantren bukan sekedar lembaga pendidikan yang fokus pada keagamaan namun juga lembaga …

prof asrorun niam sholeh 1756616995852 169

Munas MUI 2025 Akan Bahas Fatwa Perpajakan untuk Cari Keadilan Sesuai Syariat

Jakarta – Pajak yang dipungut oleh pemerintah dari rakyat diperuntukkan untuk pembangunan berbagai fasilitas dan …