MUI
MUI

Kunjungi Kamp Vokasi Uighur di Xinjiang, MUI Minta Pemerintah China Lakukan Ini

Jakarta – Majelis Ulama Indonesia (MUI) langsung mengambil sikap usai mengunjungi kamp-kamp vokasi etnis Uighur di Provinsi Xinjiang, China. Sikap itu dikeluarkan setelah melihat langsung kamp-kamp tersebut yang sebelumnya disebut kamp-kamp konsentrasi yang melanggar Hak Asasi Manusia. MU meminta pemerintah China memberikan hak masyarakat Muslim Uighur dalam melaksanakan ibadah sesuai keyakinan mereka, baik selama berada di kamp maupun yang diluar.

Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri MUI, KH Muhyiddin Junaidi mengatakan, MUI bersama ormas-ormas Islam telah melihat, mendengar dan berdiskusi di kamp-kamp vokasi. Dari situ pihaknya mendapat informasi lebih komprehensif tentang fakta sebenarnya di sana.

“Lokasi yang diduga sebagai pusat konsentrasi masyarakat Uighur sebetulnya tempat pelatihan kerja atau vokasi. Maka MUI meminta dan berharap agar pemerintah RRC memberikan kesempatan kepada peserta vokasi untuk melaksanakan ibadah seperti sholat, membaca Alquran dan dzikir setelah mereka selesai melakukan pelatihan setiap hari,” ujar Muhyiddin dikutip dari laman republika.co.id, Senin (26/2/2019).

Dari kunjungan itu, ungkap Muhyiddin, MUI juga mengetahui tentang sikap pemerintah China terhadap Muslim Uighur. Menurut pemerintah China, seseorang dinilai radikal bila mengalamkan ajaran Islam seperti salat, membaca Alquran, dzikir di sela-sela jam kerja. Itu didasarkan kebijakan konstitusi China yang memisahkan urusan agama dari ruang publik.

Ia menjelaskan, sesuai konstitusi itu, agama tidak punya tempat di ruang publik karena agama dinilai sebagai persoalan individu yang dibicarakan di dalam ruangan seperti masjid. Agama tidak diperbolehkan mengatur urusan pemerintah. Pejabat publik pun tidak boleh mengikuti prosesi keagamaan.

“Kami minta agar pemerintah RRC mengikutsertakan Cina Islamic Association (CIA) dalam mengeluarkan kebijakan yang berkaitan dengan umat Islam, seperti hari libur, Idul Adha, Idul Fitri, makanan halal serta haram dan lain sebagainya,” ujarnya.

Namun faktanya CIA diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah RRC sehingga MUI memahami hubungan antara pemerintah China dengan CIA.

Selain itu, MUI juga mengimbau agar pemerintah China tidak segera memberi label atau menuduh radikal terhadap orang yang berbeda pendapat. Sebab tidak semua orang yang berbeda pendapat dengan pemerintah adalah orang radikal.

“Persoalan China memerangi terorisme dan radikalisme, MUI tidak mau ikut campur. MUI memahami setiap negara memiliki masalah. Serta memiliki kebijakan untuk memerangi gerakan separatis, tapi kebijakan tersebut harus dilakukan secara hati-hati,” ungkap Muhyiddin.

MUI melihat segala kekerasan yang terjadi di RRC seolah-olah pelakunya umat Islam semua, tidak ada non Muslim. Dalam hal ini MUI melihat RRC seperti memojokkan umat Islam sebagai teroris.

“Tidak boleh menggeneralisir kelompok tertentu atau memojokkan kelompok tertentu sebagai aliran radikal, sementara kelompok lain tidak, jangan Muslim saja yang dituduh sebagai teroris,” jelasnya.

KH Muhyiddin menyampaikan, hasil kunjungan MUI bersama ormas-ormas Islam ke Xinjiang akan disampaikan ke internal MUI, sebelum dilaporkan ke Pemerintah Indonesia.

Bagikan Artikel ini:

About Islam Kaffah

Check Also

duduk di kuburan

Saat Ziarah, Bolehkah Duduk di Kuburan?

Meskipun arus puritanisasi  mengklaim ziarah kubur adalah ritual bid’ah, tapi tidak banyak muslim nusantara yang …

shalat ghaib korban bencana

Shalat Ghaib untuk Korban Bencana

Pada tanggal 4 Desember 2021 telah terjadi peningkatan aktifitas vulkanik di gunung semeru. Hal itu …