Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW bukan sekadar tradisi seremonial keagamaan, tetapi momentum untuk merenungkan kembali nilai-nilai universal yang dibawa Rasulullah. Banyak sekali sunnah Rasulullah yang memberikan pelajaran penting bagi umatnya dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Dari hal paling kecil hingga skala mengelola pemerintahan.
Di momentum Maulid kali ini, ada teladan penting yang nampaknya kurang mendapatkan sorotan, walaupun jejak sunnah Rasul terkait hal ini teramat banyak. Selain terkenal kelembutan sikap dan keramahannya dalam ruang sosial, Nabi adalah sosok yang juga penyayang terhadap hewan, tumbuhan dan lingkungan alam.
Keteladanan ekologis ini nampaknya penting diuraikan di tengah krisis ekologi global yang semakin mengkhawatirkan. Ajaran-ajaran Nabi Muhammad SAW tentang keharmonisan dengan alam menjadi semakin relevan untuk selalu dikhutbahkan di berbagai kesempatan, terutama pada peringatan Maulid kali ini.
Jauh sebelum dunia mengenal istilah “green living” atau “sustainable development“, Nabi Muhammad SAW telah mengajarkan prinsip-prinsip pelestarian lingkungan yang komprehensif. Jauh sebelum gaung tentang eko-teologi, Nabi telah memberikan teladan penting sekaligus peletak dasar rumusan harmoni Tuhan, manusia dan alam semesta.
Beliau melarang penebangan pohon tanpa alasan yang jelas, bahkan di masa perang sekalipun. Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Bakar menunjukkan bahwa Rasulullah melarang merusak tanaman dan membunuh hewan kecuali untuk kebutuhan yang mendesak.
“Barangsiapa yang menebang pohon sidrah (sejenis bidara), maka Allah akan mengarahkan kepalanya ke nereka” [HR. Ahmad]. Ancaman neraka ini menunjukkan ketegasan Nabi dalam memperhatikan lingkungan. Pelestarian lingkungan sebagaimana dalam eko-teologi tidak hanya diletakkan sebagai tindakan konservasi semata, tetapi bernilai ibadah.
Dalam hadist lain Nabi bersabda : “Tidaklah seorang Muslim menanam pohon ataupun menanam tanaman kemudian burung, manusia, hewan ternak memakan darinya melainkan ia mendapatkan sedekah” [HR. Muslim]. Ibadah ekologis ini patut menjadi renungan bagi umat Islam. Kesalehan tidak hanya berdimensi ketuhanan dan sosial, tetapi pahala-pahala terkait lingkungan juga patut dipraktekkan.
Kepedulian Nabi terhadap kelestarian lingkungan, terutama tanaman dan pohon ini dapat dibaca dari Sabda Nabi “Jika terjadi hari kiamat sementara di tangan salah seorang dari kalian ada sebuah tunas, maka jika ia mampu sebelum terjadi hari kiamat untuk menanamnya maka tanamlah.” [HR. Bukhari & Ahmad].
Tidak hanya dalam aspek ajaran dan anjuran, Nabi memperkenalkan desain kebijakan yang ramah lingkungan. Konsep “hima” atau kawasan lindung yang diperkenalkan Rasulullah menjadi cikal bakal sistem konservasi modern.
Rasulullah SAW mengenalkan konsep hima, yaitu suatu zona tertentu untuk konservasi alam yang di dalamnya dilarang untuk mendirikan bangunan, yang dibuat di Madinah pada sekitar 624-634 Masehi. Beliau menetapkan area-area tertentu sebagai zona yang dilindungi dari eksploitasi berlebihan, memastikan keseimbangan ekosistem tetap terjaga untuk generasi mendatang.
Moderasi sebagai Cara Pandang
Prinsip “wasathiyyah” atau moderasi yang diajarkan Islam memiliki implikasi mendalam terhadap cara kita berinteraksi dengan lingkungan. Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah anak Adam mengisi suatu wadah yang lebih buruk daripada perutnya.” Pesan ini tidak hanya tentang pola makan, tetapi juga filosofi hidup yang menghindari konsumerisme berlebihan.
Dalam konteks krisis lingkungan hari ini, pesan moderasi ini sangat relevan. Overconsumption menjadi salah satu akar masalah kerusakan lingkungan. Gaya hidup yang berlebihan menciptakan jejak karbon yang besar, limbah yang tidak terkendali, dan eksploitasi sumber daya alam yang tidak berkelanjutan.
Rasulullah SAW memberikan perhatian khusus terhadap air sebagai sumber kehidupan. Beliau bersabda, “Janganlah kalian membuang air meskipun di sungai yang mengalir deras.” Pesan ini mengajarkan efisiensi penggunaan air, bahkan ketika sumber air tampak melimpah.
Di era modern, ketika krisis air bersih menjadi ancaman global, ajaran ini menjadi panduan praktis. Konservasi air bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi kewajiban setiap individu muslim sebagai implementasi dari sunnah Rasulullah.
Dari Selebrasi Maulid ke Aksi Nyata Konservasi
“Kebersihan adalah sebagian dari iman” bukan sekadar slogan, tetapi prinsip hidup yang memiliki dampak lingkungan yang luas. Konsep kebersihan dalam Islam mencakup kebersihan pribadi, rumah, lingkungan sekitar, hingga ekosistem yang lebih luas.
Praktik kebersihan yang diajarkan Islam, seperti tidak membuang sampah sembarangan, menjaga kebersihan air, dan menghindari pencemaran, sejalan dengan prinsip-prinsip pengelolaan lingkungan modern. Ini menunjukkan bahwa ajaran Islam telah lama mengantisipasi pentingnya menjaga kelestarian lingkungan.
Peringatan Maulid Nabi menjadi momentum untuk menerjemahkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Umat Islam dapat memulai dengan langkah-langkah sederhana namun bermakna:
Kita bisa belajar dari Rasulullah dalam pengelolaan kotoran dan sampah. Dari Abu Hurairah r.a. berkata, Nabi Muhammad SAW bersabda “Barangsiapa melaksanakan hajatnya, maka hendaklah bertutup-tutup” [HR. Abu Daud]. Ini mengajarkan prinsip kebersihan dan tidak mencemari lingkungan.
Menerapkan prinsip reduce, reuse, recycle dalam kehidupan sehari-hari sebagai implementasi dari ajaran moderasi. Menghemat penggunaan air dan energi sebagai bentuk syukur atas nikmat Allah. Tidak membuang sampah sembarangan dan aktif dalam program kebersihan lingkungan. Memilih produk-produk ramah lingkungan dan mendukung bisnis yang berkelanjutan. Menanam pohon dan menjaga ruang hijau sebagai investasi untuk generasi mendatang.
Pelestarian lingkungan dalam perspektif Islam bukan hanya kewajiban individual, tetapi juga misi kolektif umat. Masjid-masjid dapat menjadi pusat edukasi lingkungan, mengintegrasikan pesan-pesan konservasi dalam khutbah dan kajian keagamaan.
Maulid Nabi mengingatkan kita bahwa Rasulullah SAW adalah “rahmatan lil alamin” – rahmat untuk seluruh alam. Rahmat ini tidak hanya untuk manusia, tetapi untuk seluruh makhluk hidup dan ekosistem bumi. Menjaga lingkungan adalah cara kita meneruskan misi kerahmatan tersebut.
Peringatan Maulid Nabi tahun ini hendaknya menjadi titik balik dalam cara kita memandang dan memperlakukan lingkungan. Dari sekadar ritual keagamaan, mari kita jadikan momentum ini sebagai komitmen nyata untuk menjadi khalifah yang bertanggung jawab di muka bumi, sesuai dengan ajaran dan teladan Rasulullah SAW.
Islam Kaffah Media Pembelajaran Islam Secara Kaffah