Membaca Hukum Kurban; antara Normatif Hukum dan Realitas Kekinian

Sebagai bagian dari agama yang mewarisi nilai nilai ajaran Ibrahim yang hanif menjadi maklum jika kemudian Nabi Muhammad sebagai manusia paling mulia menyatakan dalam Hadits riwayat Imam Ahmad Daruquthni dan Hakim dari Ibnu Abbas dia berkata Saya mendengar Nabi Muhammad Saw Bersabda Tiga hal wajib bagiku dan sunnah bagi kalian yaitu salat witir kurban dan salat Duha Dengan sangat jelas Rasulullah mewajibkan dirinya terhadap Kurban Sejatinya ummatnya juga demikian hanya karena memandang maslahat dan kekhawatiran akan memberatkan ummatnya beliau lalu menghukumi sunnah Menurut Mayoritas ulama fikih kurban hukumnya Sunnah Muakkadah suatu hukum yang mendekati wajib Imam Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari misalnya penulis kitab Fathul Muin murid Imam Ibnu Hajar al Haitami menyatakan bahwa hukum kurban adalah sunnah muakkadah bagi orang merdeka dan memiliki kemampuan untuk berkurban dengan menyembelih kambing dan domba yang telah memenuhi syarat Waktu penyembelihannya pada hari Idul Adha begitu matahari pagi mulai naik sedikit setelah shalat idul Adha sampai tiga setelahnya berakhirnya hari tasyrik Fathul Muin hlm 63 Cet Al Hidayah Pendapat dengan nada yang sama disampaikan oleh Muhammad al Syarbini pengarang kitab Iqna yang mengurai kitab Taqrib karangan Ahmad bin Husein yang terkenal dengan Abi Syuja menjelaskan bahwa qurban adalah menyembelih hewan yang memenuhi syarat untuk dijadikan kurban semata mata untuk mendekatkan diri pada Allah pada hari raya Idul Adha sampai tiga hari setelahnya berakhirnya hari tasyrik Sunnah muakkadah ini bersifat Kifayah satu orang mewakili kelompoknya iqna hlm 277 cet Toha Putra Baca juga Anak Kecil Berkurban Memang Boleh Di antara ulama fikih yang satu arah dengan pendapat di atas adalah Imam Malik Imam Syafi I Imam Ahmad dan Ibnu Hazm Sandaran pendapat ini adalah hadits riwayat Abu Mas ud al Anshari beliau mengatakan sesungguhnya aku sedang tidak akan berqurban Padahal aku adalah orang yang mampu Hal ini aku lakukan karena khawatir kalau tetanggaku mengira qurban itu wajib bagiku HR Abdurrazzaq dan Baihaqi Berbeda dengan pendapat Imam Abu Hanifah Al auza I imam Rabi ah guru Imam Malik dan sebgian imam pengikut Imam Malik berpendapat bahwa kurban hukumnya wajib Ibnu Utsaimin mangatakan Pendapat yang menyatakan wajib tampak lebih kuat dari pendapat yang menyatakan tidak wajib Akan tetapi hal itu hanya bagi yang mampu Syarhul Mumti III 408 Pendapat ini didasarkan pada hadits Nabi Barang siapa yang memiliki kemampuan harta namun tidak mau berqurban maka jangan sekali kali mendekati tempat sholat kami HR Ibnu Majah dan Al Hakim Sementara dalil al qur an yang dipakai oleh dua pendapat yang berbeda adalah ayat yang sama yakni Maka shalatlah untuk Tuhanmu dan berkurbanlah QS Al Kautsar 2 Sebagian ulama ahli tafsir mangatakan yang dituju oleh firman Allah berqurbanlah adalah menyembeli hewan qurban setelah shalat idul Adha sampai berakhirnya hari tasyrik Qatadah Atha dan Ikrimah mendukung pendapat ini Taisirul Allam 534 Taudhihul Ahkam IV 450 Dalam konsep fikih lalu muncullah kemudian istilah Udhhiyyah atau hewan sembelihan Fikih Realitas Inilah fenomena fikih dari satu dalil yang sama muncul dua hukum yang berbeda Kata wanhar yang memiliki arti sembelihlah hewan qurban atau berqurbanlah merupakan titah perintah yang dalam kaidah ushul fiqih menunjuk pada hukum wajib selama tidak ada dalil yang membantahnya Baik hukum berkurban yang Muakkadah maupun yang Wajib keduanya sama sama memiliki pijakan yang bersumber dari hadits Nabi Karena itu keduanya sama kualitasnya Hal yang membedakan hanya dari segi kuantitas pendukung pendapat pertama didukung oleh mayoritas dan yang kedua hanya sebagian Menurut hemat penulis karena fikih bersifat normatif maka perlu pemahaman yang lebih terhadap sejarah disyariatkannya kurban kepada Nabi Ibrahim yang dilanjutkan pada syariat Nabi Muhammad Tingkat keyakinan dan ketaatan kepada Allah mampu mendorong manusia sebagai hambaNya melakukan apa saja untuk lebih dekat dan taat menghambakan diri sepenuhnya kepada pencipta Karena itulah hukum wajib bagi kurban adalah untuk orang yang mampu menjadi relevan di masa ini tidak saja untuk taqarruban ilallah tetapi juga terjalinnya kemesraan antara si miskin dan yang kaya Tidak ada alasan bagi orang yang mampu untuk tidak melaksanakan ibadah yang sangat mulia dan disenangi oleh Allah ini Perbedaan ulama dalam menafsirkan kata wajib dan sunnah sejatinya berujung pada kata mampu Artinya kemampuan menjadi pra syarat dari lahirnya hukum Baik wajib dan sunnah sejatinya adalah penggugah bagi umat saat ini untuk bisa meneladani Nabi Ibrahim dan Nabi Muhammad untuk mendekatkan diri kepada Allah melalui ibadah Kurban Tentu sebuah kesia kesiaan jika kemampuan itu tidak diwujudkan dalam bentuk ibadah Wallahu a lam Faizatul Ummah S Pd I Alumni Ma had Aly Sukorejo

Bagikan Artikel ini:

About Islam Kaffah

Check Also

duduk di kuburan

Saat Ziarah, Bolehkah Duduk di Kuburan?

Meskipun arus puritanisasi  mengklaim ziarah kubur adalah ritual bid’ah, tapi tidak banyak muslim nusantara yang …

shalat ghaib korban bencana

Shalat Ghaib untuk Korban Bencana

Pada tanggal 4 Desember 2021 telah terjadi peningkatan aktifitas vulkanik di gunung semeru. Hal itu …