syarat dai
syarat dai

Membaca Pedoman Ceramah Kemenag

Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI)  menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 09 Tahun 2023 tentang Pedoman Ceramah Agama tertanggal 27 September 2023. Ada dua hal yang diatur dalam Surat itu yakni, tentang kriteria atau spesifikasi penceramah dan konten atau materi ceramah. SE memang bukan norma hukum, tetapi petunjuk kebijakan yang mengikat secara umum. Tidak ada konsekuensi hukum bagi yang melanggarnya.

Namun, SE Kemenag tentu adalah secercah harapan bagi penataan dan pengaturan penyampaian ceramah di tengah masyarakat dalam rangka menjaga kerukunan umat beragama. Tentu, pedoman ini tidak berlaku hanya satu agama, tetapi bagi 6 agama yang diakui pemerintah.

Jika dilihat dari aspek isinya, ada 4 terkait spesifikasi penceramah kita menemukan beberapa hal yang cukup bagus. dalam SE itu ditegaskan penceramah harus memiliki : Pengetahuan dan pemahaman keagamaan yang moderat; sikap toleransi serta menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan; memiliki sikap santun dan keteladanan; dan memiliki wawasan kebangsaan.

SE ini tentu saja memberikan pedoman bagi para penceramah termasuk bagi masyarakat untuk melihat penceramah dengan 4 dimensi di atas. Saat ini siapapun bisa menyampaikan ceramah agama di tengah masyarakat dengan kanal offline maupun online. Muncul ustadz, dai dan apapun sebutannya yang seolah otoritatif menyampaikan ceramah agama.

Persoalan yang paling utama seringkali terkait kualitas pengetahuan penceramah. Dalam Islam, misalnya, sebenarnya tidak serta merta orang bisa diangkat menjadi penceramah. Orang yang menyampaikan ceramah harus benar-benar yang mempunyai kualitas keilmuan.

Imam Al-Mawardi dalam Kitab Ahkam As-Sultaniyah memiliki konsen tentang hal ini. Ia mengatakan : Ketika ditemukan orang yang menyebarkan ilmu syariat, dan ia bukan termasuk orang yang mendalami ilmu tersebut dari ahli pakar fikih atau penceramah, tipu daya akan buruknya penjelasan membuat masyarakat menjadi tidak merasa aman, atau melencengnya jawaban, maka ia wajib dicegah untuk menyebarkan persoalan yang bukan keahliannya dan hendaknya profil (duduk perkaranya) di jelaskan kepada masyarakat agar mereka tidak tertipu”

Berilmu itu menjadi kunci utama. Selain itu, tidak cukup berilmu orang harus memiliki kemampuan strategi, teknik dan metode dalam berdakwah. Beberapa lembaga pendidikan telah memfasilitasi keahlian khusus semisal ada fakultas dakwah yang memberikan pengetahuan tentang cara, strategi dan metode berdakwah.

Sayyidina Ali pernah berkata : Berbicaralah kalian kepada manusia dengan tema, cara, dan bahasa yang bisa dimengerti oleh mereka. Apa kamu suka jika Allah dan RasulNya didustakan (akibat mereka tidak memahami tema yang kamu sampaikan, juga karena cara dan bahasa penyampaianmu yang tidak sesuai dengan tingkat akal pendengar).

Penceramah harus pula memahami konteks sosio-kultural masyarakat. Jangan membebankan pemahaman yang akan ditangkap salah dan akan mnimbulkan fitnah di tengah masyarakat. Berceramah adalah mencerahkan, bukan memberikan kebingungan baru.

Selanjutnya agama (baca : Islam) juga mengatur etika dalam berdakwah sebagaimana selaras dengan SE Pedoman Ceramah Agama Kemenag tersebut. Dalam al-Quran ditegaskan : “Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah (lemah lembut) dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (An-Nahl: 125).

Sikap lemah lembut, santun penuh keadaban dan toleran terhadap perbedaan adalah sebuah sikap yang harus dimiliki penceramah. Berceramah itu memang mulia, tetapi berat karena menuntut kemampuan keilmuan dan etika.

Hal kedua yang diatur dalam SE tersebut adalah materi ceramah. Ada 7 kriteria khusus mengenai materi yang disampaikan. 1) Bersifat mendidik, mencerahkan, dan konstruktif; 2) Meningkatkan keimanan dan ketakwaaan, hubungan baik intra dan antarumat beragama, dan menjaga keutuhan bangsa dan negara; 3) Menjaga Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhineka Tunggal Ika, 4) Tidak mempertentangkan unsur suku, agama, ras, dan antar golongan; 5) Tidak menghina, menodai, dan/atau melecehkan pandangan, keyakinan, dan praktik ibadat umat beragama serta tidak memuat ujaran kebencian; 6) Tidak memprovokasi masyarakat untuk melakukan tindakan intoleransi, diskriminasi intimidatif, anarkis, dan destruktif; praktis dan provokatif; 7) Tidak bermuatan kampanye politik praktis atau partisan.

Jika kita baca pedoman tersebut, penceramah dalam menyampaikan ceramah tidak hanya pada aspek peningkat pengetahuan ibadah semata, tetapi juga mencerdaskan umat dalam hal kebajikan sosial. Menghargai perbedaan, memegang perjanjian dan konsensus, tidak mencela dan membenci serta memprovokasi adalah bagian dari ajaran dan adab dalam agama.

Negara adalah mengatur dan memfasilitasi keyakinan, tidak membatasi keyakinan.  Tentu, konten ceramah memang harus diarahkan. Kemenag tidak pada posisi membatasi melalui SE ini tetapi membuat petunjuk dan pedoman bagi para penceramah. Bukan atas nama berceramah seseorang bisa bebas menghakimi keyakinan orang lain, membuat kebencian dan memprovokasi. Dalam konteks bernegara dalam masyarakat yang beragam, ceramah agama harus mempunyai petunjuk sebagai etika dan pedoman.

SE Kemenag ini merupakan langkah positif sebagai bentuk kehadiran negara dalam mengatur kebebasan beragama yang beradab. Inilah pentingnya peran negara dalam mengatur urusan umat agama.

Bagikan Artikel ini:

About Farhan

Check Also

tionghoa dan islamisasi nusantara-by AI

Jejak yang Terlupakan: Etnis Tionghoa dalam Islamisasi Nusantara

Seberapa sering kita mendengar nama-nama besar dalam sejarah Islam di Nusantara? Seberapa banyak kita mengingat …

kubah masjid berlafaskan allah 200826174728 473

Segala Sesuatu Milik Allah : Jangan Campuradukkan Pemikiran Teologis dengan Etika Sosial

Segala sesuatu yang di alam semesta adalah milik Allah. Dialah Pencipta dan Raja segala raja …