zakat dengan uang 1
zakat dengan uang 1

Membersihkan Harta dengan Zakat, Konsep Filosofis Keadilan Sosial yang Mengagumkan!

Ada istilah yang sering dipahami oleh masyarakat tentang zakat untuk mensucikan harta. Sepertinya harta yang dimiliki tidak akan bersih sebelum menunaikan zakat. Kenapa harta harus dibersihkan? Apakah jiwa dan hati seseorang yang dibersihkan atau sekaligus hartanya?

Zakat dalam Islam menempati urutan penting dalam pilar rukun Islam. Ia menjadi ibadah yang membumikan aspek spiritualitas dalam shalat dan puasa dalam bentuk kepedulian sosial yang kongkret. Selain zakat, tentu ada sedekah, infak, waqah dan praktek filantropi lainnya dalam Islam. Namun, zakat ditempatkan sebagai suatu kewajiban yang mutlak harus dilakukan bagi mereka yang mempunyai kelebihan dan memilihak kriteria sesuai standar syar’I dalam wajib zakat.

Membersihkan harta dengan zakat bukan sekedar bentuk ketaatan beribadah semata tetapi sebuah pandangan spiritual, filosofis dan sosiologis tentang keadilan sosial.  Surat At-Taubah ayat 103 menegaskan : “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa itu (menjadi) ketentraman bagi jiwa mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.

Dalam aspek spiritual, kita maknai zakat sebagai bentuk ketaatan perilaku umat beragama. Sebuah kewajiban yang harus ditunaikan. Itulah tindakan keagamaan. Namun, secara filosofis, mensucikan harta berarti membersihkan dimensi hak orang lain dalam harta yang kita miliki. Karena itulah, Islam memandang bahwa dalam harta yang dimiliki seseorang bukan kepemilikan mutlak, tetapi ada hak orang lain yang harus dibayarkan dalam bentuk membersihkan harta.

Di sinilah menariknya tentang konsep kepemilikan dalam Islam. Islam memberikan kesadaran filosofis bahwa seluruh alam semesta dan isinya adalah milik Allah. Harta adalah ujian yang diberikan Tuhan kepada manusia. Harta bukan kepemilikan mutlak, tetapi amanah dari Allah kepada orang kaya. Karena sebagai amanah manusia kaya diuji untuk apakah bisa berbagi atau tidak.

Prinsip ini menegaskan konsep sosiologis Islam bahwa manusia dan manusia lainnya saling tergantung. Manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa manusia lainnya karena sebagai makhluk sosial. Dalam Islam, konsep sosiologis manusia ini dinaungi dalam konsep ukhuwah Islamiyah. Zakat menjadi salah satu bentuk instrument ajaran Islam yang menguatkan ikatan ukhuwah tersebut.

Keadilan sosial dalam Islam adalah konsep kepemilikan harta yang tidak mutlak dalam setiap orang. Ada hak orang lain dalam harta yang didapatkan karena semata harta adalah amanah. Distribusi kekayaan harus berjalan secara merata agar tidak menumpuk dalam satu orang saja. Dengan demikian, konsep keadilan ini membantu kesenjangan sosial bagi mereka yang kurang beruntung secara sosiologis. Islam mendefinisikan kelompok ini dengan mustahiq atau orang yang berhak menerima zakat.

Setelah menyadari konsep keadilan sosial ini, Islam kembali menarik dimensi sosial dalam aspek spiritual. Zakat berarti sebuah penyucian jiwa agar manusia tidak mudah serakah, hedonis, dan materialistis. Zakat mengajarkan kesucian jiwa terhindar dari sifat pelit yang dalam dimensi sosial berarti orang yang apatis dan asocial dengan keadaan yang ada.

Secara teoritis, melalui zakat sebenarnya Islam mengajarkan prinsip keseimbangan antara hak individu dan masyarakat. Distribusi zakat merupakan praktek Islam untuk mencapai keseimbangan sosial dalam mewujudkan kesejateraan.

Zakat dalam kadar yang luas akan menciptakan suatu masyarakat yang berkelanjutan secara sosial dan ekonomi. Tidak mungkin semua orang kaya atau miskin, tetapi yang terpenting bukan menghapus kemiskinan, tetapi menjaga keseimbangan sosial dalam masyarakat. Tidak ada orang miskin yang ditelantarkan dan tidak ada orang kaya yang bertindak sewenang dengan hartanya.

Pada akhirnya, sesungguhnya filosofi zakat adalah meningkatkan kualitas hidup dna martabat manusia yang sesunggunya. Orang kaya menyadari rasa kemanusiaannya tentang hak dan kewajiban sebagai manusia. Orang yang tidak mampu merasa nyaman dalam sistem sosial yang kondusif untuk bisa memenuhi kebutuhannya.

Bagikan Artikel ini:

About Farhah Salihah

Check Also

ramadan

Ramadan Berlalu, Perilaku Koq Masih Seperti Dulu

Hanya sebentar setelah berakhirnya bulan Ramadan, kita sering kali merasakan betapa cepatnya kita melupakan pelajaran …

madinah

Siapa yang Mengangkat Nabi Muhammad Menjadi Pemimpin di Madinah?

Persoalan kepemimpinan politik sejak dulu memang menjadi salah satu perhatian serius umat Islam. Tentu saja, …