Mayoritas muslim diberbagai belahan dunia merayakan hari lahir suri tauladannya, Nabi Muhammad. Merayakan maulid Nabi Muhammad sejatinya sebagai ekspresi kegembiraan umat Islam dan rasa syukur karena Allah telah menciptakan manusia agung, makhluk paling mulia dan satu-satunya Nabi yang bisa memberikan pertolongan (syafa’at) di hari kiamat kelak.
Bukan hanya umat Islam, Nabi Muhammad sendiri gembira dengan hari kelahirannya. Beliau berpuasa pada hari itu. Hal ini sebagai isyarat betapa hari kelahiran beliau merupakan rahmat dan karunia agung dari Allah untuk manusia dan semesta alam dan selayaknya dirayakan.
“Itu adalah hari aku dilahirkan, hari aku diutus dan aku dituruni Wahyu”. (HR. Muslim).
Tradisi perayaan Maulid Nabi di Indonesia diwarnai dengan suguhan makanan dan beragam buah-buahan. Tentu tak perlu kita perdebatan soal itu, karena semua suguhan tersebut dimaksudkan untuk sedekah setelah acara pembacaan shalawat dan kisah teladan selesai di baca.
Semua umat Islam yang merayakan maulid Nabi sejatinya ingin menghormati kelahiran Nabi, mengenang sejarahnya, menceritakan akhlaknya dan membaca sejarah perjuangannya. Dan, tentu saja bershalawat kepada baginda Nabi. Shalawat kepada beliau adalah perintah Allah, bahkan malaikat juga senantiasa bershalawat kepada Nabi.
Dikatakan oleh Sayyid Abdullah bin Abdul Qadir Bilfaqih al Alawy, hari Senin adalah hari di mana tanaman-tanaman, makanan dan buah-buahan diciptakan.
Rabi’ berarti bunga. Di dunia ada empat musim; musim bunga (rabi’), musim rontok (kharif), musim panas (Shaif) dan musim dingin (syita’). Dengan demikian, rabi’ atau musim bunga merupakan musim terindah. Hal ini menggambarkan keindahan agama Islam yang dirisalahkan kepada Nabi Muhammad.
Imam Suyuthi menjelaskan, memperingati maulid Nabi dengan cara mengundang banyak orang, di situ dibaca ayat al Qur’an, kisah-kisah Nabi, sedekah makanan dan hidangan lainnya dengan tidak berlebihan adalah bid’ah Hasanah. Hal ini mendatangkan pahala bagi tuan rumah dan yang menghadiri sebab merupakan bentuk kegembiraan dan kecintaan kepada Nabi.
Telah maklum, sedekah akan dibalas berlipat ganda oleh Allah. Maka, merayakan maulid Nabi akan mendatangkan rezeki melimpah sebagai balasan dari sedekah makanan, buah-buahan dan hidangan yang diberikan kepada tamu undangan.
Lebih besar dari itu adalah rezeki berlimpah berupa kesenangan kelak di surga. Suatu nikmat yang tidak ada bandingannya di dunia ini.
Kata Nabi: “Siapa yang senang, gembira, dan cinta kepadaku, maka di surga akan berkumpul denganku”.
Bukankah ini nikmat besar yang tiada Tara? Kalau begitu, masihkan kita enggan untuk merayakan maulid Nabi karena menganggapnya bid’ah?