Menkeu
Menkeu

Menkeu Akui Ada Anak Buahnya Praktikkan Ajaran Agama Secara Eksklusif

Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) selama ini terkesan tertutup dengan rumor adanya Aparatur Sipil Negara (ASN) di yang terpapar ajaran-ajaran menyimpang seperti intoleransi dan radikalisme. Namun seiring dengan komitmen pemerintahan Presiden Joko Widodo jilid dua yang ingin membersihkan kementerian dan lembaga negara dari paham-paham tersebut, Kemenkeu pun akhirnya juga terbuka menyikapi masalah ini.

Hal itu diakui Menteri Keuangan Sri Mulyani. Menurutnya, ada anak buahnya yang mempraktikkan ajaran agama secara eksklusif. Hal ini membuat pegawai terkotak-kotak dan menyulitkan sinergi dalam pekerjaannya.

“Di Kemenkeu, sama mungkin seperti di masyarakat, muncul praktik-praktik untuk melaksanakan ajaran agama, cenderung lebih eksklusif. Jadi, apakah dalam bentuk penampilan, kekhusyukan, dan pengelompokan. Ini menyebabkan ketegangan karena muncul kelompok ini tidak bergaul dengan kelompok ini,” ungkap Sri Mulyani dalam diskusi Perempuan Hebat untuk Indonesia Maju di Jakarta, Minggu (22/12/2019).

Menurut Sri Mulyani, pengotak-kotakan kelompok itu membuat Kemenkeu sulit untuk bersinergi. Praktik keagamaan itu juga dinilai memunculkan sikap intoleran yang membuat ASN tidak peka.

Sementara, semua pihak perlu serius mengelola keuangan negara di tengah kondisi yang cenderung tidak stabil. Selai itu, mengurus pegawai di juga banyak bersinggungan dengan aspek sosial, budaya, dan agama.

“Kalau hanya dengan kelompok yang sama, cara berbaju sama, beribadah sama, pergi ke pengajian atau gereja yang sama, mereka menjadi tidak peka terhadap perbedaan. Padahal, kita hidup di masyarakat majemuk. Lama-lama eksklusif, intoleran, dan menjadi radikal,” tutur Sri Mulyani.

Untuk mengatasi persoalan ini, Sri Mulyani mencoba berdialog dengan 282 eselon II dan seluruh eselon I untuk membahas tentang radikalisme dan intoleransi yang mulai terlihat di Kemenkeu. Ia pun menyebut radikalisme dan intoleransi itu mesti dihilangkan karena Kemenkeu merupakan perekat bangsa.

“Itulah yang saya sebutkan keuangan negara, saya tahu dengan belajar teorinya, alokasi, dan pengasawan. Jelas pakemnya. Kalau ideologi, sikap dan inklusivitas, dan intoleransi tidak bisa dengan surat edaran saja tapi mesti berdialog,” tutur Sri Mulyani.

Bagikan Artikel ini:

About redaksi

Check Also

daging dan sosis babi

Babi Dinilai Bergizi, Tapi Tetap Haram: Mengapa Islam Melarang yang Tampak Baik?

Baru-baru ini, sebuah penelitian internasional yang dikutip oleh Food.detik.com, mengungkap daftar 100 makanan paling bergizi …

Prof Yudian Wahyudi

Gerakan Kebajikan Pancasila, Amal Jariyah untuk Persatuan Bangsa

Ambon — Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Prof. Yudian Wahyudi menegaskan bahwa gerakan Relawan …