kalender ilustrasi 160519175931 731

Muhammadiyah Bantah Kalender Islam Global Unifikasi Terkait dengan Hizbut Tahrir, Berikut Penjelasanya

JAKARTA— Keberadaan kalender Islam Global Unifikasi (KIGU) kembali mencuat setelah seorang peneliti BRIN mengungkapkan bahwa KIGU merupakan gagasan dari organisasi terlarang Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) melalui ormas kepemudaanya di kampus yaitu GEMA Pembebasan. Peneliti BRIN dengan inisial AP sendiri telah ditetapkan sebagai tersangka karena terindikasi melakukan ancaman kepada warga Muhammadiyah.

Dilansir dari laman republika.co.id pada Kamis (12/5/23). Dalam cuitannya, AP Hasanuddin yang telah ditetapkan sebagai tersangka itu menulis: “Ahmad Fauzan S perlu saya HALALKAN GAK NIH DARAHNYA semua mhammadiyah? Apalagi muhammadiyah yang disusupi Hizbut Tahrir melalui agenda Kalender Islam Global dari Gema Pembebasan? BANYAK BACOT EMANG!!!! SINI SAYA BUNUH KALIAN SATU-SATU,” dan seterusnya.

Benarkah gagasan Kalender Islam Global Unifikasi terkait dengan afilisiasi ideology atau pergerakan tertenu seperti Hizbut Tahrir?

Ketua PP Muhammadiyah bidang Tarjih dan Tajdid, Prof Syamsul Anwar, memaparkan urgensi penerapan penyatuan kalender Islam ke dalam sistem Kalender Islam Global Unifikasi (KIGU).

“Kita memerlukan penyatuan kalender Islam karena kita tidak lagi dibatasi oleh batas-batas geografis, bisa melihat ketemu dengan siapapun dengan teknologi,” katanya dalam diskusi terkait konsep Kalender Islam Global yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu.

Syamsul mengatakan penyatuan kalender Islam ke dalam sistem KIGU sangat penting karena menyangkut ibadah umat Muslim di seluruh dunia.

Terkait Hari Arafah, kata dia, sebagai salah satu hari terpenting dalam ibadah haji yang harus dilakukan pada tanggal 9 Zulhijah dimana seluruh jamaah diwajibkan untuk melakukan wukuf dalam kondisi apapun.

Dia juga menjelaskan pada waktu yang sama, umat Muslim di belahan bumi lainnya juga ikut beribadah melalui puasa sunah Arafah.

“Ini menunjukkan seberapa penting penyatuan kalender jatuhnya hari ibadah umat Islam, supaya ibadah kita sesuai pada waktunya,” tambah ulama yang mengajar di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta itu.

Syamsul mengatakan urgensi selanjutnya adalah utang peradaban. Menurutnya, umat Islam telah ada selama 15 abad, namun belum memiliki satu kalender yang terunifikasi secara global.

Selain itu pada Deklarasi Dakar, Senegal, yang diadakan pada Maret 2008 silam menghendaki adanya unifikasi kalender Islam menjadi satu kesatuan sebagai pembaharuan dan penguatan citra Islam di mata dunia.

“Nanti takut dianggap umat Islam tidak punya rasa menghargai waktu karena kalendernya beragam,” imbuhnya.

Menurutnya, kalender Islam cukup problematik lantaran terkadang berbeda penandaan antara satu hari dengan hari lainnya, juga satu tempat dan tempat lainnya. Maka dari itu, urgensi penyatuan kalender Islam semakin kuat.

Syamsul mengatakan KIGU telah dicanangkan para ulama dari seluruh dunia sejak 1958 dan terus berkembang hingga saat ini.

“Gagasan mengenai KIGU telah dikembangkan oleh ahli hadis asal Mesir Syekh Ahmad Muhammad Syakir pada 1958,” kata dia.

Prof Syamsul mengatakan pada tahun itu, Ahmad membuat sebuah karya berdasarkan ilmu hadits yang dikuasainya, yang menyatakan bahwa awal bulan di seluruh dunia harus jatuh pada hari yang sama.

Selanjutnya, gagasan tersebut dibawa ke Konferensi Istanbul, Turki, pada 1978 yang menghasilkan keputusan bahwa dunia memiliki satu kesatuan matlak (tempat terbitnya fajar).

“Di sini juga merupakan awal pembahasan penyatuan bulan Qamariyah secara internasional,” kata Syamsul yang juga dosenUniversitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Setelah adanya Konferensi Istanbul, menurut dia, semakin banyak ulama yang tertarik untuk membahas kalender Islam.

Salah satunya adalah Mohammad Ilyas asal Malaysia yang merumuskan gagasan soal zona waktu kalender Islam pada 1980-an.

“Hal ini semakin menarik perhatian dunia hingga diadakannya Deklarasi Dakar, Senegal, pada 2008 yang diikuti oleh negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI),” ujarnya.

Syamsul menjelaskan deklarasi tersebut menyampaikan seruan kepada negara-negara Islam dan para pakarnya agar melakukan mobilisasi tenaga dalam upaya melakukan penyatuan kalender Islam guna mendukung penguatan citra Islam di mata dunia.

Selain itu, juga diadakan acara sejenis oleh Organisasi Islam untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan (ISESCO) pada tahun yang sama serta Deklarasi Istanbul II pada 2016 demi memperkuat penyatuan kalender Islam ke dalam sistem KIGU.

Syamsul berharap sistem KIGU bisa segera digunakan umat Islam secara keseluruhan demi mempersatukan umat Islam baik secara lokal maupun global.

 

 

Bagikan Artikel ini:

About redaksi

Check Also

060567700 1740995185 830 556

Santri Dari Mutholaah Kitab Kuning Ke Digital

JAKARTA — Santri bukan sekedar pembelajar di pondok pesantren namun lebih jauh santri menjadi penjaga …

082479700 1601026076 830 556

Kiprah Pendiri Pesantren Lirboyo di Medan Perang Kemerdekaan

Jakarta – KH. Abdul Karim atau yang biasa disapa Mbah Manab muassis Pondok Pesantren Lirboyo …