Jakarta – Hampir di setiap perkantoran negara, baik kementerian/lembaga maupun Badan Usaha Milik Negara, memiliki masjid di lingkungannya. Namun ironisnya, masjid-masjid itu terkesan sebagai milik negara. Padahal namanya masjid atau rumah ibadah, adalah milik umat.
Hal itu mendapat sorotan dari Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir. Ia menegaskan sila pertama Pancasila harus menjadi acuan bagi pengelolaan tempat ibadah yang dimiliki oleh negara, termasuk masjid. Negara harus mampu merawat keragaman dan perbedaan.
“Saya tidak tahu kalau negara punya masjid, tentu ya simbolnya bintang Ketuhanan Yang Maha Esa. Bintang itu tentu akan menjadi milik bersama, karena Ketuhanan Yang Maha Esa itu menjadi milik bersama,” ujarnya saat memberikan iftitah peresmian Masjid At-Tanwir PP Muhammadiyah Jakarta, Kamis (11/3/2021).
“Karena itu masjid-masjid yang dikelola oleh negara, termasuk oleh BUMN itu, saya percaya menjadi milik bersama. Bukan milik satu golongan, satu kelompok, satu paham, apalagi satu mazhab. Karena apa? Karena Negara itu tidak boleh bermazhab, kecuali mazhabnya Pancasila,” lanjutnya.
Haedar meminta agar negara merawat pemahaman bahwa rumah ibadah milik negara tidak boleh bermahzab. Dia percaya masjid-masjid milik negara (BUMN) beserta masjid milik ormas-ormas lain, akan mampu menjadikan Indonesia sebagai negara Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur.
“Tapi kalau mengedepankan ananiyah hizbiyah (egoisme kelompok), semangat golongan, termasuk semangat golongan yang paling baik, itu nanti akan terjadi keretakan di tubuh bangsa kita,” ucap Haedar.
Dia mengatakan bahwa gambar bintang Ketuhanan Yang Maha Esa akan menjadi kekuatan pencerah batin, pencerah hati, pencerah pikiran, hingga pencerah sikap dan tindakan bangsa Indonesia.
“Yang religius, yang meletakkan agama, Pancasila dan nilai luhur bangsa sebagai mozaik kita dalam berbangsa dan bernegara,” pungkasnya.