Semarang – Penulis buku ‘Kuasa Ramalan: Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa 1785-1855’ Prof Peter Carey berang namanya dicatut dan dibohongi orang-orang HTI. Peter Carey oleh kelompok-kelompok khilafah itu, disebut terlibat dalam proyek film ‘Jejak Khilafah’ dan menjadi special guest dalam Talk Show Launching Film Jejak Khilafah di Nusantara tertanggal 2 Agustus 2020 di kanal Youtube Khilafah Channel.
Peter Carey pun berang karena ia mengaku tidak pernah diundang dalam kegiatan tersebut. Dikutip dari laman tribunnews.com, ia menceritakan kronologi awalnya ia bersedia melakukan wawancara terkait Pangeran Diponegoro dan kaitannya dengan Khilafah Ustmaniyah di Turki.
“Saya diminta untuk melakukan wawancara oleh Salim A Fillah, yang merupakan penulis novel dengan tema sejarah, dan bukan sejarah,” kata Carey.
Novel yang dimaksud Carey berjudul ‘Sang Pangeran dan Janissary Terakhir – Kisah, Kasih, dan Selisih dalam Perang Diponegoro”.
“Walau bukan buku penelitian sejarah, buku ini dibuat dengan jerih payah dari berbagai sumber sekunder dan menunjukkan rasa kepedulian terhadap detail yang sangat menyegarkan,” ucap Peter Carey, Selasa (4/7/2020).
Dalam wawancara itu, Peter Carey tidak sendiri tapi bersama dengan keturunan Pangeran Diponegoro generasi ketujuh (melalui putra dari istri keduanya, Raden Mas Alip), yaitu Ki Roni Sodewo.
Peter Carey sendiri pernah tampil dalam berbagai diskusi dan talk show bersama Fillah yang merupakan seorang penulis dan peneliti lepas yang teliti dan telaten dalam menulis.
“Jadi pada waktu itu saya diminta untuk melakukan wawancara dengan teman-temannya yang lebih muda dan murid-murid dari pesantren setempat di Jabodetabek,” jelasnya.
Ia mengira wawancara itu adalah sebuah permintaan yang bonafide untuk mendapatkan informasi melalui wawancara yang bertumpu pada sumber-sumber Perang Jawa. Namun, malahan, agendanya ternyata sebaliknya dan murni Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dalam orientasi dan subjeknya. Ia mengaku tidak tahu agenda itu saat setuju melakukan wawancara pada bulan Maret 2020 lalu.
“Ketika film ‘Jejak Khilafah’ hampir selesai, tentunya adalah sebuah courtesy untuk menunjukkan early rush/director’s cut pada saya atau setidaknya mengirimkan trailer yang agak panjang. Hal itu supaya saya bisa melihat apa yang telah dibuat dalam artian isi dan gaya film tersebut. Ini tidak pernah terjadi,” terangnya.
Dia menjelaskan, ketika pengumuman pratinjau film itu terjadi, profesor berkebangsaan Inggris itu sama sekali tidak tahu mengenai isi dan pesan politik tertentu di dalamnya, yang melibatkan dan memanfaatkan sejarah untuk menjalankan agenda HTI.
“Sesuatu yang, kalau saja saya tahu akan terjadi, saya tidak akan setuju,” tegasnya.
Sehubungan dengan dengan terteranya nama dia dalam diskusi peluncuran film ‘Jejak Khilafah’ HTI pada tanggal 2 Agustus yang lalu. Ia menegaskan tidak pernah dihubungi oleh pihak panitia untuk berpartisipasi ataupun untuk mencantumkan nama.
“Jadi rasa sopan santun yang mendasar pun mereka abaikan dengan akibat yang sangat merugikan bagi saya ketika pengumuman ini menjadi viral di internet,” ungkapnya.
Sementara, asisten peneliti Prof Peter Carey, Feureau Himawan Sutanto menjelaskan, meskipun Prof Peter Carey pernah melakukan wawancara dengan yang membuat film ‘Jejak Khilafah’. Hal itu ditujukan untuk meluruskan fakta sejarah tentang apa yang dilakukan dan tidak dilakukan oleh Pangeran Diponegoro (1785-1855).
“Sehubungan dengan Kerajaan Utsmaniyah dan sebaliknya, yaitu tentang apa yang diketahui oleh orang Turki Utsmani mengenai Diponegoro dan Perang Jawa, yang mana jawabannya adalah nol besar,” ucapnya.
Menurutnya, mereka tidak tahu dan tidak peduli sama sekali mengenai Jawa. Sementara pihak Diponegoro semuanya berakar dari rasa kagum yang diromantisir mengenai orang Turki Utsmani sebagai benteng pertahanan terakhir umat Muslim terhadap dunia Barat pada awal abad 19.
“Prof Peter Carey tidak pernah diundang untuk menjadi special guest dalam talk show launching film ‘Jejak Khilafah’,” tegasnya.
Islam Kaffah Media Pembelajaran Islam Secara Kaffah