sri yunanto
Prof Sri Yunanto

Negara Tak Boleh Libur Penuhi Gizi, Guru Besar UMJ Soroti MBG

Jakarta — Program Makan Bergizi Gratis (MBG) tidak semestinya berhenti hanya karena kalender pendidikan memasuki masa libur sekolah. Pemenuhan gizi, menurut akademisi, merupakan kewajiban negara yang tidak mengenal jeda waktu, karena menyangkut kebutuhan dasar manusia dan kualitas sumber daya manusia (SDM) jangka panjang.

Pandangan tersebut disampaikan Guru Besar Bidang Ilmu Politik dan Humaniora Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Prof Sri Yunanto, M.Si., Ph.D., di Jakarta, Rabu (24/12/2025). Ia menegaskan bahwa MBG harus dipahami sebagai kebijakan kesehatan publik dan pembangunan manusia, bukan sekadar program pendamping aktivitas sekolah.

“Libur sekolah adalah urusan administrasi pendidikan. Tapi kebutuhan gizi tidak pernah libur. Negara tidak boleh berhenti hadir hanya karena sekolah tutup sementara,” kata Prof Sri Yunanto.

Ia menilai, membatasi MBG hanya pada hari sekolah menunjukkan cara pandang yang sempit terhadap intervensi gizi. Menurutnya, sasaran pemenuhan gizi justru berada pada fase-fase kritis kehidupan, mulai dari ibu hamil, ibu menyusui, balita, hingga anak usia sekolah.

“Pencegahan stunting harus dimulai sejak dalam kandungan. Bantuan tunai sering kali tidak efektif karena tidak selalu dibelanjakan untuk gizi. Intervensi langsung melalui makanan bergizi jauh lebih tepat dan terukur,” ujarnya.

Terkait tudingan bahwa pelaksanaan MBG saat libur sekolah merupakan upaya menghabiskan anggaran, Prof Sri Yunanto menilai kritik tersebut mengabaikan esensi kebijakan publik yang berorientasi jangka panjang.

Menurutnya, bagi ibu menyusui dan balita, tidak ada istilah libur kebutuhan. Asupan nutrisi harus terpenuhi setiap hari untuk menjaga kualitas ASI, pertumbuhan fisik, perkembangan kognitif, dan daya tahan tubuh anak.

“Jika intervensi gizi terputus pada fase ini, dampaknya bukan hanya sesaat. Konsekuensinya bisa berupa stunting permanen, gangguan kecerdasan, hingga meningkatnya kerentanan terhadap penyakit,” jelasnya.

Ia mengingatkan bahwa pengalaman krisis, seperti pandemi Covid-19, menunjukkan bahwa pangan dan gizi merupakan kebutuhan yang tidak bisa dihentikan dalam kondisi apa pun.

“Dalam situasi darurat sekalipun, negara tidak pernah meliburkan pemenuhan pangan. Maka tidak logis jika MBG dihentikan hanya karena sekolah libur,” tegasnya.

Dalam kerangka inilah, kata Prof Sri Yunanto, kebijakan MBG saat libur sekolah justru menemukan relevansi substansialnya. Negara hadir bukan untuk memaksa anak kembali ke ruang kelas, melainkan untuk memastikan kelompok rentan tetap terlindungi.

Ia menambahkan, tujuan utama Presiden Prabowo Subianto menggulirkan program MBG adalah meningkatkan kualitas SDM Indonesia secara sistematis dan berkelanjutan. Dampaknya diharapkan tidak hanya terasa dalam jangka pendek, tetapi juga berkontribusi pada penurunan stunting, peningkatan kecerdasan, serta kesiapan menghadapi bonus demografi menuju Indonesia Emas 2045.

“Ini investasi jangka panjang. Jika anak-anak diberi asupan gizi berkualitas secara konsisten selama satu dekade, mereka akan menjadi tenaga produktif yang mendorong pertumbuhan ekonomi nasional pada fase berikutnya,” ujarnya.

Selain aspek kesehatan, Prof Sri Yunanto menyoroti dampak ekonomi jika MBG dihentikan saat libur sekolah. Menurutnya, program ini telah menggerakkan ekosistem ekonomi daerah melalui ribuan dapur MBG, UMKM, serta rantai pasok pangan lokal.

“Kalau MBG berhenti, aktivitas dapur, UMKM, petani, peternak, dan nelayan ikut terhenti. Padahal anggaran sekitar Rp70 triliun per tahun itu seharusnya menjadi motor perputaran ekonomi daerah,” katanya.

Ia juga mengingatkan pentingnya perlindungan terhadap tenaga kerja dapur MBG agar tidak kehilangan pendapatan saat masa libur sekolah.

“Tenaga kerja dapur MBG harus diperhatikan kesejahteraannya. Jangan sampai mereka kehilangan penghasilan hanya karena sekolah libur,” ujarnya.

Setelah hampir satu tahun pelaksanaan MBG, Prof Sri Yunanto mendorong pemerintah untuk memperkuat evaluasi berbasis dampak, bukan semata capaian administratif.

“Yang harus diukur adalah perubahan status gizi anak, penurunan risiko stunting, peningkatan daya tahan tubuh dan kemampuan kognitif, terutama di daerah tertinggal dan terpencil,” tegasnya.

Ia juga menekankan pentingnya menjaga kesinambungan rantai pasok MBG agar manfaat ekonomi tidak dikuasai tengkulak. Koperasi desa, menurutnya, harus diperkuat agar terlibat langsung dalam distribusi dan penyediaan pangan MBG.

“Koperasi jangan hanya simpan pinjam. Mereka harus masuk ke bisnis pangan dan rantai pasok MBG agar manfaat ekonomi dirasakan petani, peternak, dan nelayan, termasuk saat sekolah libur,” ujarnya.

Dari sisi ideologis, Prof Sri Yunanto menilai MBG merupakan wujud kehadiran negara dalam menjamin keadilan sosial. Karena itu, daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) harus menjadi prioritas utama, tanpa terkecuali.

“MBG tidak boleh hanya dinikmati wilayah perkotaan. Daerah 3T harus didahulukan. Ini bukan sekadar soal gizi, tapi soal keadilan dan keberpihakan negara,” pungkasnya.

Bagikan Artikel ini:

About redaksi

Check Also

isra mikraj

Rajab : Perjalanan Luar Biasa yang Mengubah Sejarah Ibadah Umat Manusia

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an surah Al-Isra’ ayat 1: “Maha suci Allah, yang …

Gus Ipul copy

Gus Yahya Sowan ke Rais Aam PBNU di Surabaya, Gus Ipul Tegaskan PBNU Kondusif Pasca Islah Lirboyo

Surabaya – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) …