pembubaran ibadah padang

Perusakan Rumah Doa dan Pelayanan Agama di Padang : Cermin Sikap yang Memusuhi Nabi

Tindakan kekerasan dan perusakan terhadap rumah doa serta pelayanan agama yang terjadi pada tanggal 27 Juli 2025 di Kelurahan Padang Sarai, Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang, telah mengguncang nurani siapa pun yang menjunjung nilai kemanusiaan dan keberagaman. Dalam video yang beredar luas di media sosial, tampak puluhan warga mendatangi sebuah rumah yang tengah digunakan untuk ibadah doa dan pengajaran agama anak-anak.

Segerombolan orang membawa balok kayu, memecahkan jendela dan kursi, serta meneriakkan intimidasi yang menimbulkan kepanikan dan ketakutan luar biasa, terutama di kalangan anak-anak yang berada di lokasi. Salah satu momen paling memilukan adalah jeritan histeris anak-anak yang ketakutan. Mereka yang tengah belajar mengenal Tuhan, justru harus menyaksikan kebringasan manusia yang menjadikan kekerasan sebagai cara untuk menolak perbedaan.

Peristiwa ini bukan hanya melanggar hukum negara, tetapi juga mencoreng ajaran luhur agama, khususnya ajaran Islam yang seringkali mereka bawa-bawa sebagai dalih atas tindakan intoleran.

Ajaran Nabi yang Dilanggar

Jika kita kembali pada ajaran Nabi Muhammad, maka jelas tindakan perusakan ini adalah pengkhianatan terhadap teladan beliau. Dalam banyak hadits shahih, Rasulullah memberi peringatan keras kepada umatnya agar tidak menyakiti kaum dzimmi—yaitu non-Muslim yang hidup berdampingan dalam masyarakat Muslim. Dalam satu hadits, Nabi bersabda: “Barang siapa menyakiti seorang dzimmi, maka aku menjadi lawannya di hari kiamat.” (HR. Abu Dawud).

Nabi Muhammad bukan hanya memperlakukan kaum dzimmi dengan adil, tetapi melindungi mereka dengan kekuatan penuh. Bahkan dalam kondisi peperangan sekalipun, Rasulullah memberi pesan kepada para panglima agar tidak merusak rumah ibadah, tidak membunuh anak-anak, wanita, dan pendeta, serta tidak menebang pohon sembarangan.

“Jangan kalian bunuh wanita, anak-anak, dan orang tua. Jangan kalian potong pohon dan jangan kalian rusak rumah ibadah.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud).

Ironis, di negeri ini yang berkomitmen sebagai rumah bersama, ajaran tersebut malah dibelakangi oleh sebagian umat Islam sendiri. Bagaimana mungkin seseorang yang mengaku mencintai Nabi, justru melakukan tindakan yang menjadikan dirinya sebagai lawan Nabi di akhirat kelak?

Menyangka Membela Islam, Tapi Nyatanya Merusaknya

Sungguh ironis, mereka yang melakukan perusakan ini merasa sedang membela agama. Padahal, mereka justru telah menghancurkan citra Islam dan menistakan nilai rahmat yang seharusnya menjadi wajah Islam. Tidak ada dalil atau legitimasi dalam Islam yang membenarkan perusakan tempat ibadah agama lain, apalagi saat ibadah itu dilakukan secara damai dan melibatkan anak-anak.

Aksi brutal ini juga merupakan penghinaan terhadap konstitusi Indonesia, yang menjamin hak kebebasan beragama bagi semua warga negara. Pasal 29 UUD 1945 secara jelas menegaskan bahwa “negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”

Indonesia dibangun di atas dasar keberagaman. Bukan hanya etnis dan budaya, tapi juga agama. Negeri ini bukan milik satu golongan, tetapi milik seluruh warganya. Maka tindakan perusakan terhadap rumah ibadah dan pelayanan agama—apapun agamanya—merupakan bentuk pengkhianatan terhadap semangat kebangsaan dan nilai kemanusiaan yang dijunjung tinggi dalam Pancasila.

Apa yang terjadi di Padang harus menjadi titik refleksi serius bagi umat Islam di Indonesia. Islam tidak membutuhkan pembelaan dari mereka yang justru mempermalukan ajaran Rasulullah dengan aksi kebencian dan kekerasan. Yang dibutuhkan adalah pemahaman yang benar, kasih sayang yang luas, dan komitmen untuk hidup damai bersama perbedaan.

Marilah kita renungkan hadits Nabi yang sangat menggetarkan hati: “Barang siapa menyakiti seorang dzimmi, maka aku akan menjadi lawannya pada hari kiamat.” Apakah kita tega menjadikan diri sebagai lawan Nabi hanya karena tidak bisa menahan kebencian pada perbedaan? Apakah kita tega membuat anak-anak menangis karena melihat kekerasan atas nama Tuhan?

Bagikan Artikel ini:

About redaksi

Check Also

KH Maman Imanulhaq 1

Hari Santri 2025; Santri Garda Terdepan Jaga Kedaulatan Bangsa dan Rawat Nilai-Nilai Keislaman yang Damai

Jakarta – Perjuangan santri tidak boleh dibatasi hanya pada ruang ibadah dan ritual keagamaan. Santri …

ponpes salafiyah syafiyah sukorejo 1 169

Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Raih Penghargaan Pesantren Transformatif 2025

Jakarta — Suasana hangat dan penuh apresiasi mewarnai malam penganugerahan Pesantren Award 2025 yang digelar di …