Jakarta – Hidayah Islam merupakan hak preoregatif Allah SWT, maka sekuat dan segigih apapun seseorang memaksa untuk menjadikan islam maka selama belum mendapatkan hidayah orang yang dituju tidak akan memeluk islam atau boleh jadi memeluk islam namun hanya sekedar sebagai kamuflase saja, oleh karenanya dalam berdakwah tidak boleh ada paksaan terhadap siapapun, hal inilah yang menjadi perhatian dari PP Muhammadiyah terhadap para dainya yang berada di pulau-pulau terluar.
Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah meminta para mubalig atau dai Muhammadiyah yang berdakwah di kawasan tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) tidak memaksa masyarakat lokal masuk Islam. Dakwah Muhammadiyah disebut harus menggembirakan.
Hal itu disampaikan Ketua Lembaga Dakwah Komunitas (LDK) PP Muhammadiyah Muchammad Arifin di hadapan peserta Rakornas LDK PP Muhammadiyah pada Sabtu (26/8/2023) seperti dikutip dari situs Muhammadiyah dan detik.com pada Rabu (30/8). Arifin menjelaskan para mubalig LDK Muhammadiyah harus menjadi perantara atau pendidik jika ada warga yang ingin berislam. Hal itu dilakukan agar warga tersebut bisa berislam dengan baik.
“Mubalig kita yang di daerah 3T tidak untuk mengislamkan seseorang, tetapi jika ada yang ingin berislam, maka wajib untuk membimbing mereka,” kata Arifin.
Arifin mengutip pernyataan yang disampaikan Ketua PP Muhammadiyah Kiai Saad Ibrahim, yang menuturkan bahwa dakwah Muhammadiyah untuk menggembirakan pengajaran Islam. Urusan mengislamkan orang disebut mutlak hak prerogatif Allah SWT memberikan hidayah-Nya kepada siapa saja yang dikehendaki.
Untuk diketahui, LDK PP Muhammadiyah memiliki komunitas pendampingan mualaf. Komunitas pendampingan ini berada di beberapa wilayah di Indonesia, salah satunya yang disebutkan Arifin adalah komunitas mualaf suku Badui di pedalaman Banten.
Mengulas tentang peran dai di daerah 3T Muhammadiyah, Arifin mengungkapkan aktivitas dakwah di kawasan tersebut memang berat. Karena itu, dibutuhkan dukungan, baik secara moril dan materiil dalam mengawal dakwah di daerah 3T.
Dia mengatakan dai tidak boleh identik dengan kemiskinan. Menurut Arifin, penampilannya boleh sederhana, tetapi bukan berarti dai Muhammadiyah nyaman dengan kemiskinan. Dia mendorong supaya dai Muhammadiyah berdaya secara materi untuk mendukung aktivitas dakwahnya.