Kepala Kantor Kemenag Batola Anwar Hadimi di Batola, Jumat (31/10/2025) mengatakan, belakangan ini pihaknya menerima sejumlah aduan ada beberapa titik yang menjadi tempat aktivitas dari organisasi itu.“Kami melakukan pengawasan bersama Polri dan TNI, utamanya ke lembaga pendidikan,” ujar dia.
“Kami berkeliling ke madrasah dan KUA untuk menyerukan NKRI harga mati melalui moderasi beragama, khususnya di pesantren. Kami berkunjung dan memberikan pencerahan tentang pentingnya kesetiaan terhadap bangsa dan negara,” tutur dia.
Ia menjelaskan pengawasan di lembaga pendidikan pesantren dan madrasah sebagai langkah penting, karena jumlah lembaga pendidikan itu terbilang cukup banyak, yakni 23 pesantren, 21 madrasah negeri, dan 72 madrasah swasta.
Pihaknya bahkan rutin menggelar apel di pesantren setiap bulan dengan menyampaikan pesan cinta Tanah Air. Anwar memastikan para pemangku kepentingan akan terus memperkuat pengawasan, terutama di titik-titik yang diduga menjadi lokasi aktivitas organisasi terlarang itu.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pendidikan Batola Lulut Widiyanto Putro mengatakan pengawasan serupa juga dilakukan di lingkungan pendidikan umum.
Pihaknya memiliki guru-guru agama yang bertanggung jawab dalam pengajaran agama. Dia mengimbau masyarakat jika menemukan adanya penyimpangan ajaran, segera melapor ke Disdik untuk dikoordinasikan bersama Majelis Ulama Islam (MUI) Barito Kuala.
“Jika ada lembaga atau tenaga pendidik yang terbukti menyebarkan ajaran menyimpang, kami mengedepankan pembinaan terlebih dahulu,” ujar dia.
Setelah isu ini muncul, spanduk penolakan ajaran khilafah terlihat di sejumlah titik seperti di pertigaan Jalan Banjarmasin–Marabahan dan Jalan HM Yunus Kecamatan Rantau Badauh, Jalan Bahaudin Musa, dekat Jembatan Rumpiang, serta beberapa ruas jalan lain di kabupaten setempat.
Pendiri Lembaga Kajian Pembangunan Sumber Daya Manusia – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Lakpesdam-PBNU) KH Helmi Ali Yafie menilai Indonesia lebih tepat menganut ideologi Pancasila dibandingkan dengan khilafah.
Hal tersebut dikarenakan Indonesia berdiri berdasarkan kesepakatan dan perjuangan masyarakat dari beragam suku, agama dan budaya, bukan dengan latar belakang ideologi muslim atau Timur Tengah semata.
“Justru untuk memfasilitasi perbedaan ini maka landasan negara tidak perlu diganti, karena selama ini relatif bisa merangkum keberagaman yang ada. Intinya, apa yang diterapkan di Timur Tengah sana belum tentu bisa diterapkan disini, apalagi ideologi baru belum tentu menyelesaikan persoalan Indonesia” kata Helmi belakangan ini.
Helmi menjelaskan, ideologi khilafah yang lahir di Timur Tengah tidak sepenuhnya sempurna dan belum tentu layak diterapkan di Indonesia. Pasalnya, ideologi khilafah yang berkembang di Timur Tengah lahir dari sistem pemerintahan monarki atau kerajaan.
“Sistem Khilafah itu seringkali mengacu pada model yang dijalankan pada masa pemerintahan Bani Umayyah, Abbasiyah, dan Fatimiyah. Dari masing-masing kelompok yang sempat memimpin, sebenarnya semua itu tidak jauh berbeda dengan apa yang kita kenal sebagai sistem kerajaan,” kata dia.
Helmi melanjutkan, justru masyarakat pada saat itu tidak puas dengan sistem kerajaan karena para kroninya hanya menunjukkan kemewahan dalam gaya hidup.
Ketidakpuasan masyarakat Timur Tengah itu akhirnya melahirkan gerakan baru yang disebut dengan sufisme.
Menutut Helmi, sufisme hadir sebagai sikap kritis terhadap gaya dan pola kehidupan keluarga dan kroni khalifah yang saat itu bermewah-mewahan.
Helmi melanjutkan, ideologi khilafah sendiri tidak bisa ditafsirkan lahir dari Alquran lantaran praktik kekhilafahan sendiri berdasarkan pada tafsir sekelompok orang saja.
Islam Kaffah Media Pembelajaran Islam Secara Kaffah