Screen Shot 2023 08 16 at 9.23.11 AM

Resmi MK Ketok Larang Total Tempat Ibadah Jadi Lokasi Kampanye

Jakarta – Masa Kampanye para kontestan pemilihan umum akan segera dimulai bahkan hiruk pikuknya telah dimulai dari satu tahun yang lalu, aroma persaingan semakin hari semakin terasa dengan semakin mengerucutnya kelompok partai pendukung para calon Capres dan Wapres. Untuk mengatasi terjadinya polarisasi dan perpecahan maka beberapa tokoh telah menyuarakan untuk tidak menggunakan tempat ibadah sebagai ruang kampanye untuk menjaga persatuan dan perdamaian.

Dilansir dari laman news.detik.com pada Rabu (16/8/23). Mahkamah Konstitusi (MK) tegas melarang tempat ibadah dijadikan tempat kampanye. Hal itu sesuai yang dimohonkan anggota DPRD DKI Jakarta, Yenny Ong.
Pasal yang digugat Yenny Ong adalah Pasal 280 ayat 1 huruf h UU Pemilu yang berbunyi:

Pelaksana, peserta dan tim kampanye Pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.

Adapun bunyi Penjelasan yaitu:

Fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan dapat digunakan jika peserta pemilu hadir tanpa atribut kampanye pemilu atas undangan dari pihak penanggung jawab fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.

Atas permohonan itu, MK mengabulkan dengan melarang kampanye di tempat ibadah.

“Mengabulkan permohonan untuk sebagian,” kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang yang disiarkan di channel YouTube, Selasa (15/8/2023).

MK menghapus Penjelasan Pasal 280 ayat 1 huruf h UU Pemilu. Adapun 280 ayat 1 huruf h UU Pemilu direvisi. MK menyatakan Pasal 280 ayat 1 huruf h UU Pemilu diubah menjadi:

Pelaksana, peserta dan tim kampanye Pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan, kecuali untuk fasilitas pemerintah dan tempat pendidikan sepanjang mendapat izin dari penanggung jawab tempat dimaksud dan hadir tanpa atribut kampanye pemilu.

Dalam pertimbangannya, MK menyebut menggunakan tempat ibadah sebagai tempat kampanye berpotensi memicu emosi dan kontroversi serta merusak nilai-nilai agama. Terlebih, kondisi masyarakat yang mudah terprovokasi dan cepat bereaksi pada isu yang berkaitan dengan politik identitas.

“Pembatasan penggunaan tempat ibadah untuk berkampanye tidaklah berarti adanya pemisahan antara agama dengan institusi negara, namun lebih kepada proses pembedaan fungsi antara institusi keagamaan dengan ranah di luar agama dalam masyarakat, terutama untuk masalah yang memiliki politik praktis yang sangat tinggi,” ujar Saldi Isra membacakan pertimbangan MK.

Putusan itu diketok dengan suara bulat oleh sembilan hakim MK.

 

Bagikan Artikel ini:

About redaksi

Check Also

keluarga sakinah

Tiga Kunci Mewujudkan Keluarga Sakinah

Berdasarkan data Kementerian Agama pada tahun 2022 angka perceraian secara nasional 516.334 kasus. Angka ini …

berbakti kepada orang tua

Khutbah Jumat : Birrul Waliadain

Khutbah I   اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. اَللّٰهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِيْ لِجَلَالِ وَجْهِكَ وَعَظِيْمِ …