musim haji
musim haji

Sejarah Berulang Akibat Wabah di Tengah Musim Haji

Setelah pelaksanaan ibadah  Ramadhan 1441 H. Kegiatan ummat Islam dan pemerintah biasanya terfokus  dalam mempersiapkan ibadah haji.  Walaupun ibadah haji puncaknya hanya pada tanggal 9 Dzulhijjah, namun persiapan dan pemberangkatan membutuhkan waktu operasional yang cukup lama.

Lama tinggal jamaah haji perorang setidaknya 40 hari lamanya dan operasional di Makkah 60 hari serta Madinah lebih lama lagi 75 hari lamanya. Waktu tersebut belum operasional embarkasi dan debarkasi pada pemberangkatan dan pemulangan.

Selain waktu sebagaimana di atas, kegiatan yang hanya wajib sekali dalam seumur hidup bagi ummat Islam tersebut juga menyangkut dua negara yang harus jelas dokumen perjalanan dan keamanan baik dari kesehatan maupun kenyamanan baik selama perjalanan dan di negara tujuan. Belum juga persiapan dalam negeri baik terkait erat dengan kesehatan yang biasanya dilakukan secara berkala dengan melihat kebugaran jamaah dan kesiapannya.

Tentu alasan teknis inilah menjadikan peniadaan pemberangkatan jamaah haji 2020. Mereka ini berhak melanjutkan perjalanan di tahun berikutnya 2021. Rekruitmen atas beragam petugas baik kloter maupun PPIH juga sama mengikuti regulasi yang ada.

Alasan Terbaik untuk Kebaikan Bersama

Indonesia sebagai negara yang terbanyak mengirimkan jamaah haji se-Dunia tahun 2020 M. telah memutuskan untuk tidak memberangkatan pelaksanaan ibadah haji. Upaya ini untuk menjaga kemaslahatan manusia juga khususnya jamaah haji. Proses pelaksanaan ibadah haji dengan model protokol Corona-19 akan memakan waktu yang panjang.

Selain itu, proses persiapan belum sempurna dan membutuhkan waktu yang cukup. Hal tersebut terkait beragam persiapan baik penginapan, transportasi di Arab Saudi dan pengurusan dokumen penting seperti visa dan lain-lain.

Hal substansial sebagai hal yang menyebabkan ditidakannya haji adalah pola pelaksanaan Haji yang memungkinkan kerumunan jutaan orang di tempat yang terbatas.  Mereka yang ikut haji tidak mungkin bersentuhan fisik baik ketika ibadah puncak haji maupun ketika menjalankan ibadah lainnya di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi Madinah.

Haji sebagai tempat perkumpulan ummat manusia terbesar di dunia. Di dalamnya sangat memungkinkan terjadinya interaksi antar manusia dari beragam manusia yang lain.  Tempat itu adalah Arafah, Muzdalifah dan Mina. Di mana luas wilayah yang terbatas dengan jumlah jamaah jutaan berkumpul daalam waktu yang sama.

Pelaksanaan ibadah yang bersinggungan dengan orang yang heterogen melahirkan beragam perlunya kewaspadaan akan penyakit tertentu. Kenyataan ini harus selalu waspada seluruh orang yang terlibat. Kewaspadaan antara lain dalam bentuk vaksin  meningitis yang menjangkit di tahun 1987. Hal tersebut menjadikan seluruh haji harus menggunakan vaksin meningitis sampai sekarang. Upaya tersebut adalah untuk menjadikan kebaikan semua jamaah haji yang dapat melaksanakan ibadahnya di Makkah dan Madinah dengan baik dan akhirnya pulang dengan selamat dan sehat.

Kejadian virus Corona tahun 2020 merupakan kejadian yang luar biasa penyebarannya sudah menggelobal  dengan ratusan negara yang terimbas. Hal tersebut menular dengan kontak sesama manusia. Tanggal 3 Juni 2020  tercatat dalam laporan https://www.worldometers.info/coronavirus/ menunjukan sudah lebih dari enam juta orang terinfeksi dan 378.111 di antaranya wafat. 

Data korban untuk Saudi Arabia dan Indonesia masuk rangking ke 16 dan 33 di dunia. Khusus di Saudi Arabia total terkena adalah 89.011 jiwa dan 549 orang wafat sedangkan di Indonesia sebanyak 27.549 orang terkena dan 1663 di antaranya meninggal dunia. Sehingga di Indonesia di urutan angka ke 33.

Pengalaman Sejarah Wabah Saat Haji

Atas kasus tersebut di atas, Khadimul Haramain al-Syarifain menutup sementara umrah dan sterilisasi kawasan dua masjid destinasi jamaah haji dan umrah dari seluruh dunia. Bahkan kedua masjid tersebut sempat ditutup dan hanya dikhususkan dengan jamaah terbatas. Namun, setelah lebaran dibuka secara umum dengan protokoler yang sangat ketat. Kegiatan di kedua masjid tersebut masih sekarang masih berlangsung walaupun jamaah yang lengang  dari sebelumnya.

Kejadian dan fenomena di atas menunjukkan bahwa merebaknya Virus Corona menjadi ancaman kehidupan manusia. Wabah seperti virus lain dalam sejarahnya beragam bentuk seperti meningitis, dan lainnya yang mewabah dan mengakitabkan 10.000 jamah haji terinfeksi virus meningitis di tahun 1987.  Data lain menunjukkan bahwa dalam sejarahnya tahun 1814 ada penyakit menular di mana 8000 korban meninggal di Hijaz.  Wabah Hindi yang bersumber dari India yang mengakibatkan sepertiga jamaah haji pada tahun tersebut meninggal dunia.

Ragam penyakit di atas juga melanda kota di mana tempat ibadah haji berlangsung. Hal tersebut terlihat tahun 1858 dan 1864. Kedua tahun tersebut penduduk Hijaz mengungsi ke Mesir. Jumlah korbannya mencapai  seribuan. Kejadian tersebut menjadikan pembuatan karantina khusus Makkah dan jalan-jalan lain menuju Makkah dan Madinah.

Perkembangan lain di tahun 1892 kematian meningkat. Adalah penyakit Colera di Puncak Arafah yang menjadikan banyak mayat-mayat menumpuk  sepanjang jalan sampai di Mina. Jarak 17 km tersebut dijejali mayat di jalan-jalan yang menjadi pertanda Puncak wabah tersebut.

Dalam tahun 1895 terjadi wabah Typus yang mirip pendemi disentri atau tifoid. Wahab ini bersumber dari konfoi jamaah yang datang dari Madinah.

Belajar dari Sejarah untuk Mashlahat

Kejadian peniadaan atas pemberangkatan haji Indonesia dan penyetopan kegiatan umrah sementara sesuai dengan fakta historis perjalanan haji. Dalam perjalanan kehidupan ummat manusia tidak hanya sekerang saja dilakukan peniadaan haji. Tentu ummat Islam tidak perlu menjadikan penghentian sementara sebagai bagian dari narasi pelarangan.  

Dalam sejarah, sebanyak 40 kali ditiadakan Haji  sebagai upaya preventif. Hal tersebut setidaknya dilakukan guna mengurangi kontak fisik yang terjadi selama pelaksanaan ibadah umrah dan haji. Di mana dalam pelaksanaan haji sering terjadi bahkan rentan sekali penyakit menular.

Ibrah kejadian yang paling dekat adalah Meningitis di tahun 1987 atau 33 tahun yang lalu. Tentu saja, jika virus corona ini telah ditemukan anti virusnya maka seluruh jamaah haji atau umrah di masa yang akan datang akan diwajibkan menggukan anti bodi tersebut.

Penemuan bidang wabah penyakit Corona merupakan sebuah hal yang penting untuk kemanusiaan. Hal tersebut setidaknya akan membantu kehidupan dalam sekala global dan menjadikan ummat manusia akan hidup lebih dapat berinteraksi di antara mereka baik di keluarga dalam bangsa dan negara sendiri maupun negara laiunnya.

Akhirnya, haji pun dapat berjalan lancar dan baik di tahun 2021. Semoga, amin.

Bagikan Artikel ini:

About Dr. Muhammad Alfatih Suryadilaga

Dosen Fakultas Ushuludin dan Pemikiran Islam UIN Yogyakarta, Ketua Asosiasi Ilmu Hadis Indonesia (ASILHA)

Check Also

puasa dzulhijjah

Keutamaan dan Amalan 10 Hari Bulan Dzulhijjah

Terdapat beragam kemuliaan yang tidak saja selama 10 hari di bulan dzulhijah

haji 2020

Menyelami Ritual dan Makna Ibadah Haji dan Kurban

Setelah berjalan bulan Ramadhan dan Syawal, terdapat ibadah yang penting dalam ajaran Islam yang termasuk …