Niqab

Setelah Prancis, Mesir Larang Pemakaian Cadar di Sekolah-Sekolah

Kairo – Pemerintah Mesir resmi mengeluarkan aturan larangan niqab atau cadar di sekolah. Pengumuman disampaikan oleh Menteri Pendidikan Mesir Reda Hegazy pada Senin (11/9/2023). Keputusan ini mulai berlaku pada tahun ajaran baru yang dimulai 30 September hingga 8 Juni 2024.

Sontak kebijakan itu memicu perdebatan terkait hak asasi manusia, konflik sekularisme dan Islam di negara tersebut. Surat kabar Ahram mengutip pernyataan Reda Hegazy yang mengatakan siswi memiliki opsi untuk menutup rambut mereka tapi tidak boleh menutup wajah mereka.

“Segala bentuk penutup rambut yang tidak memperlihatkan wajah tidak bisa dapat diterima dan warna penutup rambut ditentukan kementerian dan direktorat pendidikan setempat,” kata Hegazy dalam pernyataan tersebut dikutip dari Republika.id.

Hingga awal abad ke-20, cadar sedianya tak hanya dikenakan oleh Muslimah di Mesir. Perempuan kelas atas dari agama Nasrani juga mengenakan niqab untuk menunjukkan status mereka.

Gerakan nasionalisme Mesir yang menginginkan kemerdekaan dari Inggris kemudian membawa isu ini ke permukaan memasuki abad ke-20. Tokoh pergerakan Mesir Qasim Amin saat itu berdalih bahwa niqab dan hijab adalah kebudayaan terbelakang yang harus ditinggalkan perempuan Mesir. Sejumlah feminis Mesir juga menggaungkan hal serupa.

Presiden Gamal Abdel Nasser yang menjabat setelah kemerdekaan Mesir, kemudian menerapkan sekularisme di Mesir. Ini membuatnya berhadap-hadapan dengan Ikhwanul Muslimin yang sejak 1928 dibentuk di Mesir dan memerjuangkan konstitusi Mesir sesuai syariat Islam. Setelah coba dibunuh oleh anggota Ikhwanul Muslimin, gerakan pemurnian Islam tersebut diberangus.

Namun saat Nasser wafat dan digantikan Anwar Sadat, pemerintah Mesir mencoba berdamai dengan Ikhwanul Muslimin dengan membebaskan sejumlah anggotanya yang dipenjara. Ini seiring dengan sentimen Islamisasi di masyarakat Mesir yang menguat selepas kekalahan Mesir dalam perang dengan Israel pada 1967.

Gerakan Islam kemudian mendapat tempat di kampus-kampus dan penggunaan hijab serta kemudian niqab bermunculan lagi. Dari sini, hijab dan niqab kemudian dilihat tak terlepas dari gerakan politik Islam di Mesir.

Saat gerakan di kampus-kampus ini mulai menunjukkan perlawanan pada Sadat, ia kemudian melarang gerakan kampus dan melarang penggunaan cadar di sekolah dan universitas. Sengketa Sadat dan gerakan Islam ini memuncak dengan pembunuhan Sadat oleh anggota gerakan Islam pada 1981. Hosni Mubarak, penerus Sadat, kemudian menerapkan kembali tangan besi untuk gerakan Islam di Mesir.

Kendati demikian, tren penggunaan hijab dan niqab tak berhenti di kampus-kampus. Sejumlah wacana pelarangan juga digulirkan dan memicu aksi-aksi unjuk rasa. Puncaknya, pada 2009, Mufti Universitas al-Azhar, Muhammad Sayyid Tantawi mengeluarkan fatwa melarang penggunaan niqab di semua kelas di universitas tua tersebut.

Meski begitu, larangan itu hanya berlaku di kelas-kelas khusus perempuan. Tantawi menilai tak ada perlunya perempuan menutupi wajahnya di hadapan perempuan lain. Selain itu, ia mengutip pandangan mayoritas ulama Islam bahwa wajah perempuan bukanlah aurat.

Karena persoalan niqab sudah telanjur menjadi isu politik, pelarangan di al-Azhar itu kemudian menjadi perdebatan panas di masyarakat Mesir. Ikhwanul Muslimin berdalih, karena tak ada aturan pelarangan cadar dalam Islam, Mufti al-Azhar telah menyalahi syariah. Bagaimanapun, pada 2010, larangan cadar diluaskan pada kelas yang didalamnya ada lelaki dan perempuan, terutama pada saat ujian. Lagi-lagi, hal ini memicu unjuk rasa pada mahasiswa.

Dampak pelarangan saat itu tak hanya di Mesir. Sejumlah negara Arab juga mencontoh pelarangan tersebut. Sementara tahun itu juga, Prancis yang merasa mendapat legitimasi dari kebijakan di Mesir melakukan pelarangan serupa.

Menengok sejarah panjang itu, beberapa di Mesir mengaitkannya pelarangan terkini dengan sikap pemerintahan saat ini melawan kelompok Ikhwanul Muslimin. Selepas Musim Semi Arab pada 2011, Ikhwanul Muslimin berhasil menempatkan kadernya Mohamed Mursi sebagai presiden Mesir melalui pemilu demokratis setelah revolusi menggulingkan Hosni Mubarak. Mohamed Mursi dan partainya, Partai Kebebasan dan Keadilan kemudian mencoba memasukkan syariat Islam dalam konstitusi Mesir.

Namun pada 2013, pemerintahan Mursi digulingkan melalui kudeta militer yang merenggut nyawa banyak pendukung Ikhwanul Muslimin. Ikhwanul Muslimin kemudian ditetapkan sebagai organisasi teroris sejak 2013 dan agenda Islamisasinya disetop pemerintah terkini.

Sejak itu, berbagai institusi pendidikan di negara ini secara otonom sudah melarang niqab. Pada 2015, Universitas Kairo memperkenalkan larangan niqab untuk stafnya. Kemudian ditegakkan pada tahun-tahun berikutnya oleh pengadilan Mesir pada tahun 2016 dan 2020 meskipun ada banding.

Proposal pelarangan niqab yang diperkenalkan di parlemen Mesir dalam beberapa tahun terakhir telah ditarik atau ditolak. Dan seperti sebelum-sebelumnya, pelarangan terkini juga memantik perdebatan di Mesir.

Warga Mesir yang tidak bersedia disebutkan namanya mengungkapkan pendapat yang beragam mengenai keputusan ini. MA, seorang manajer pemasaran dari Alexandria berusia 33 tahun mengatakan ia menolak niqab dipakai di sekolah. Karena mengaburkan proses pendidikan yang seharusnya transparan.

“Apapun yang menghalangi guru dalam membaca bahasa tubuh dan ekspresi wajah siswa dengan benar agar dapat membantu mereka atau menunjukkan perhatian yang diperlukan tidak boleh diizinkan di sekolah,” katanya.

MM juga setuju pemerintah melarang niqab di sekolah. Ia mengatakan keputusan ini perlu diambil dari sudut pandang keamanan. “Otoritas sekolah harus bisa mengidentifikasi orang-orang yang masuk dan keluar sekolah,” kata arsitek berusia 38 tahun, yang juga berasal dari Alexandria.

Ia mengatakan siswa yang mengenakan niqab sebagian besar diasingkan di sekolah, baik di sekolah campuran maupun sekolah terpisah.

Ia yakin larangan ini akan mendorong sejumlah orang tua memindahkan putrinya dari sekolah campuran ke sekolah perempuan. Berdasarkan pernyataan kementerian, siswi harus membuat keputusan menggunakan penutup rambut atau hijab berdasarkan “kehendaknya pribadinya sendiri tanpa tekanan atau paksaan dari orang atau entitas mana pun selain orang tua”, tampaknya merujuk pada kelompok dan gerakan keagamaan lokal.

Pernyataan itu mengatakan orang tua harus diberitahu mengenai pilihan putri mereka. Pihak berwenang juga akan memverifikasi apakah wali siswi mengetahui pilihan tersebut.

Penulis FA, 45 tahun, dari Kairo, berpendapat  keputusan pemerintah tersebut merupakan kasus terbaru tentang bagaimana perempuan digunakan sebagai “samsak tinju, secara sosial, politik dan ekonomi”.

“Tidak peduli dengan dalih apa, atau tidak sama sekali, perempuan selalu menjadi pihak yang dikorbankan,” katanya. “Sebuah kisah setua dan terus ditulis dan banyak yang memuji/mengecamnya, tergantung dari lensa apa yang mereka gunakan untuk melihat dunia,” kata FA.

Ia mengatakan setelah Perancis melarang abaya dan burkini, Mesir ikut melarang niqab. Sebelum itu Mahkamah Agung Amerika Serikat (AS) membatalkan Roe v Wade.

“Taliban terus membatasi dan menyempitkan perempuan untuk hidup, terus menerus mengawasi tubuh, perempuan,” katanya.

Kasus Roe v Wade yang dimaksud FA merujuk undang-undang aborsi yang dilegalkan pemerintah federal AS.  IA, seorang insinyur sipil berusia 33 tahun, juga mendukung kebebasan perempuan mengenakan niqab di sekolah.

“Karena itu adalah bagian dari kebebasan setiap orang,” katanya. “Mesir adalah negara Muslim,” katanya.

Menurutnya akan sulit untuk menghapus identitas negara dengan keputusan seperti itu. Ia mengatakan keputusan pemerintah untuk meningkatkan keamanan di semua bidang ini, menurut saya bertentangan dengan hak asasi manusia.

Bagikan Artikel ini:

About redaksi

Check Also

keluarga sakinah

Tiga Kunci Mewujudkan Keluarga Sakinah

Berdasarkan data Kementerian Agama pada tahun 2022 angka perceraian secara nasional 516.334 kasus. Angka ini …

berbakti kepada orang tua

Khutbah Jumat : Birrul Waliadain

Khutbah I   اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. اَللّٰهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِيْ لِجَلَالِ وَجْهِكَ وَعَظِيْمِ …