Setiap datangnya hari raya Idul Fitri atau Idul Adha, satu pertanyaan klasik sering muncul: lebih utama shalat Id di lapangan atau di masjid? Pertanyaan ini bukan sekadar soal lokasi, melainkan menyangkut praktik sunnah, syiar Islam, dan kondisi riil umat. Mari kita lihat jawabannya dari sudut pandang dalil dan pendapat para ulama.
Nabi Muhammad SAW secara konsisten melaksanakan shalat Id di lapangan terbuka (musalla), bukan di masjid. Hal ini ditegaskan dalam hadis sahih riwayat Abu Sa’id al-Khudri: “Rasulullah SAW keluar pada hari Idul Fitri dan Idul Adha menuju lapangan (musalla), maka pertama kali yang beliau lakukan adalah shalat…” (HR. Bukhari, no. 956)
Namun, pernah suatu ketika Nabi SAW melaksanakan shalat Id di masjid karena hujan, sebagaimana diriwayatkan Abu Dawud (no. 1160). Hal ini menunjukkan adanya kelonggaran jika ada uzur syar’i.
Dengan demikian, lokasi bukan menjadi syarat sahnya shalat id, tetapi lebih pada nilai utamanya. Shalat Id bisa dilaksanakan di masjid jika memang ada udzur atau hal lain yang memberatkan untuk shalat di lapangan.
Pendapat Ulama Madzhab: Konsensus Keutamaan di Lapangan
Mayoritas ulama dari empat madzhab sepakat bahwa shalat Id di lapangan lebih utama, kecuali jika ada kondisi yang menghalangi.
Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ menegaskan: “Shalat Id di lapangan lebih utama, kecuali di Makkah atau saat turun hujan.”
Ibnu Qudamah dari kalangan Hanbali menulis dalam Al-Mughni: “Shalat Id di lapangan adalah sunnah Nabi SAW, dan shalat di masjid hanya dilakukan jika ada keperluan.”
Menurut Al-Kasani dalam Badai’ ash-Shanai’, shalat Id sah dilakukan di masjid, terutama di kota besar. Namun, ia menegaskan bahwa pelaksanaan di lapangan lebih baik karena menampakkan syiar Islam.
Ibnu ‘Abd al-Barr dalam Al-Kafi menegaskan bahwa shalat Id di lapangan adalah sunnah, kecuali untuk tanah suci (Masjidil Haram dan Masjid Nabawi).
Mengapa Lebih Utama di Lapangan?
- Menampakkan Syiar Islam
Shalat Id di lapangan menunjukkan kebersamaan dan kekuatan umat Islam dalam jumlah besar, sesuai dengan semangat QS. Al-Hajj: 28. - Meneladani Sunnah Nabi SAW
Pelaksanaan di lapangan adalah praktik langsung dari Rasulullah SAW, dan hanya berpindah ke masjid jika ada halangan. - Fasilitas Ruang Terbuka
Lapangan mampu menampung jamaah dalam jumlah besar, menjadikannya tempat ideal untuk kebersamaan umat. 
Kapan Boleh di Masjid?
Ulama membolehkan pelaksanaan shalat Id di masjid dalam situasi berikut:
- Uzur syar’i: Hujan, cuaca ekstrem, atau angin kencang.
 - Tidak ada lapangan: Terutama di kota padat yang sulit menyediakan area luas.
 - Pertimbangan keamanan: Jika ada ancaman, konflik, atau kondisi sosial-politik tertentu.
 
Syaikh Yusuf al-Qaradawi dalam Fiqh al-‘Ibadat juga menyebutkan: “Di era modern, shalat di masjid dibolehkan untuk menghindari kesulitan, tetapi lapangan tetap lebih utama jika memungkinkan.”
Meskipun hukum asal shalat Id lebih utama dilakukan di lapangan, syariat Islam tetap fleksibel. Masjid menjadi alternatif sah jika ada kebutuhan mendesak. Yang terpenting adalah menjaga esensi ibadah, yakni kekhusyukan, kebersamaan, dan meneladani Rasulullah SAW.
Keputusan untuk melaksanakan shalat Id di lapangan atau masjid hendaknya dilandasi kemaslahatan umat, memperhatikan kondisi setempat, serta tidak menjadi sumber perpecahan di tengah masyarakat. Karena pada akhirnya, semua ini adalah bentuk ibadah yang ditujukan hanya kepada Allah SWT.
Wallahu a’lam
Islam Kaffah Media Pembelajaran Islam Secara Kaffah