shalawat
shalawat

Shalawatan Sebagai Pembelajaran Akhlak Umat Islam

Shalawat Nabi merupakan satu kesatuan dalam sistem ajaran Islam. Dalam sebagian besar ritual Islam, penggunaan shalawat menjadi keharusan. Kewajiban-kewajiban itu antara lain terdapat dalam ritual ibadah mahdlah seperti shalat, khotbah Jum’at, doa, dan sebagainya. Membaca shalawat bagi sebagian umat Islam telah menjadi tradisi.

Tradisi membaca shalawat Nabi ini banyak terwujud dalam praktik keagamaan kalangan Islam tradisionalis di Indonesia. Dalam aktivitas yang terlihat profan sekalipun tak terlepas dari pembacaan shalawat Nabi, seperti saat menunggu dagangan, bekerja di ladang, menidurkan bayi, bahkan untuk yang disebut terakhir terdapat keyakinan bahwa bacaan shalawat dapat menenangkan seorang bayi yang sedang gelisah atau menangis.

Tradisi membaca shalawat Nabi di kalangan Islam tradisionalis Indonesia juga telah ditetapkan pada saat-saat yang ditentukan. Ketetapan ini sekarang lebih meluas seperti pada saat menunggu waktu adzan dan iqamat, dengan lafadz bacaan shalawat, baik yang berbahasa Arab atau yang berbahasa Jawa. Lafal shalawat dalam bahasa Jawa dikenal dengan singiran, yang berisi makna bahasa Jawa dari shalawat Nabi atau syair-syair tentang keagungan Nabi.

Adapun pembacaan shalawat Nabi antara adzan dan iqamat dikenal dengan sebutan puji-pujian. Shalawat Nabi dalam perkembangannya telah memunculkan banyak variasi dalam bentuk dan fungsinya. Shalawat yang pada awalnya merupakan doa rahmat dan salam bagi Nabi, kini berkembang menjadi syair-syair yang berkaitan keagungan pribadi Nabi atau riwayat kehidupan Nabi. Banyak jenis bacaan shalawat yang berkembang di kalangan Islam tradisionalis.

Di balik itu semua adalah adanya doktrin bahwa yang bernilai ibadah dan berpahala adalah membacanya dalam bahasa Arab, bukan memaknainya. Dalam konteks yang lebih umum, shalawat telah menstimulasi munculnya kreativitas dalam ekspresi seni kalangan Islam tradisionalis Indonesia. Kreativitas dalam ekspresi seni kalangan Islam tradisionalis kebanyakan sangat diwarnai oleh shalawat seperti kesenian Kubra Siswa, Kuntulan, Baduwinan, Genjringan, termasuk di dalamnya sebagian dalam pementasan wayang dan jathilan. Kubra Siswa, Kuntulan, dan Baduwinan, hampir sama pagelarannya. Kesenian ini merupakan tarian rancak yang diiringi dengan musik tradisional, seperti bedug, seruling, terompet, sebagian juga menggunakan drum dan kecrek. Tarian rancak ini diiringi oleh lantunan syair-syair shalawat.

Sebagaimana diungkapkan oleh Clifford Geertz dalam hubungan antara bahasa dan tradisi, bahwa kehidupan sosial manusia tidak bisa keluar dari jaringan nilai dan makna yang mereka rajut sendiri, yang kemudian jaringan makna itu terbekukan dalam kultur, maka dunia makna yang dibangun adalah dunia simbolik.

Seputar Shalawatan

Shalawat adalah doa keselamatan dan salam penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW. Shalawat ada dua macam, yaitu:

Pertama, Shalawat Ma’tsurah, yaitu shalawat yang dibuat oleh Rasulullah sendiri, baik kalimahnya, cara membacanya, waktu-waktunya serta fadilahnya. Contohnya, allahumma shalli ‘ala muhammadin nabiyi al-umiyi wa ‘ala alihi wa as-salim atau allahumma shalli ‘alaa muhammadin ‘abdika warasuulika naibiyyil ummiyyi.

Kedua, Shalawat Ghairu Ma’tsurah, yaitu shalawat yang dibuat oleh selain Nabi Muhammad, seperti Shalawat Munjiyat yang disusun oleh Syeikh Abdul Qadir Jailani, Shalawat Fatih oleh Syaikh Ahmad at-Tijami, Shalawat Badar, Shalawat Nariyah dan yang lainnya. Yang dijadikan dasar bagi adanya shalawat adalah satu ayat al-Qur’an surat al-Ahzab ayat 56 dan 25 hadits Nabi, dari 25 hadits Nabi yang dijadikan dasar tentang pembacaan shalawat dapat diketahui adanya 15 faedah bagi yang membacanya. Untuk makna shalawatan adalah kegiatan atau aktivitas seseorang atau kelompok dalam membaca bacaan shalawat. Kegiatan shalawatan sudah merupakan kultur bagi kalangan Islam tradisionalis. Kultur ini didasarkan kepada ajaran-ajaran transendental.

Makna Shalawatan dalam Tradisi Keagamaan

Bagi kalangan Islam tradisionalis, shalawat merupakan hal yang penting dalam kehidupan mereka, bahkan dapat dikatakan sebagai nafas kehidupan mereka. Dalam posisi tersebut, shalawat merupakan bagian dari iman terhadap Allah. Tanpa shalawat, nilai keimanan seorang hamba menjadi berkurang atau rusak. Pandangan-pandangan ini tentu berlandaskan pada nilai-nilai transendental, bahwa Allah dan malaikat itu selalu bershalawat untuk memberikan rahmat ta’dzim dan memintakan pengampunan dan keluhuran atas Nabi Muhammad SAW, maka hendaklah orang yang beriman senantiasa membaca shalawat dan salam atas Nabi Muhammad SAW.

Membaca shalawat dan salam atas Nabi tentu akan sampai kepada Nabi di manapun orang yang membacanya berada. Bila sekelompok orang yang sedang berkumpul sampai bubarnya kumpulan itu tanpa berdzikir kepada Allah dan bershalawat kepada Nabi, maka mereka ibarat bangkai yang berbau busuk.

Menurut kalangan Islam tradisionalis, berdasarkan ayat dan hadis di atas, membaca shalawat merupakan setengah dari keutamaan taat kepada Allah dan rasul, dan termasuk sedahsyat-dahsyatnya ibadah agar dapat berdekatan dengan Allah. Siti Aisyah mengatakan barang siapa yang cinta kepada Nabi tentunya orang itu mau memperbanyak shalawat kepada Nabi, yang balasannya adalah syafaat dan persahabatan dengan Nabi di dalam surga. Nabi juga mengatakan barang siapa yang mencintai Nabi, maka nanti orang itu akan bersama-sama dengan Nabi di surga.

Mengenang Nabi dengan membaca Barzanji, Diba’i, Nadzam Burdah, dan shalawat yang lain, atau nasihat-nasihat agama serta kisah-kisah kenabian, atau kisah perjuangan Nabi merupakan bukti kecintaan terhadap Nabi. Dalam konteks ini semua itu merupakan amalan sunnah yang akan memperoleh pahala. Mengenang Nabi tidak hanya pada bulan Maulud, tetapi bisa dilaksanakan pada setiap malam Jum’at. Selain merupakan ibadah membaca shalawat, juga termasuk amal shalih dan sangat dianjurkan dalam agama.

Pembelajaran Akhlak Karimah dari Shalawatan

Islam memosisikan al-akhlak al karimah (budi pekerti yang mulia) pada tempat yang sangat tinggi. Seakan-akan Nabi Muhammad SAW diutus hanya untuk membina akhlak mulia. Hal ini didasarkan pada hadis yang menyebutkan bahwa Nabi Muhammad diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. Akhlak merupakan watak, tabiat yang tampak secara spontan, tanpa perhitungan untung rugi dan yang lainnya. Kegiatan membina akhlak di kalangan tradisionalis dilakukan dengan mengintegrasikan ke dalam setiap kegiatan baik organisasi, kegiatan kemasyarakatan, serta dalam kegiatan peribadatan.

Dalam penanaman akhlak karimah, tidak hanya dengan nasihat-nasihat, tetapi langsung dilakukan dengan perbuatan. Kalangan tradisionalis ingin menjadikan akhlak sebagai garam kehidupan yang memberikan rasa kepada makanan, bahkan menjadikannya ragi yang dapat mengubah rasa, warna dan bentuk makanan. Pembelajaran akhlak karimah yang didasarkan pada aktivitas shalawatan dapat dirumuskan dalam hal-hal sebagai berikut:

Pertama, Menanamkan rasa cinta kepada Nabi Muhammad SAW. Rasa cinta kepada Rasulullah ini dibangun di setiap kesempatan, anjuran-anjuran untuk membaca shalawat selalu disampaikan, bahkan sampai dalam kegiatan-kegiatan yang dipandang sebagai kegiatan dunia harus dihiasi dengan bacaan shalawat, seperti dalam kegiatan berdagang, menimang-nimang anak dan sebagainya. Selain perwujudan rasa cinta kepada Nabi yang dilaksanakan dalam hal-hal profan, shalawat juga dibaca dalam ritual-ritual keagamaan. Pada esensinya, shalawatan bagi kalangan Islam tradisionalis adalah wujud rasa cinta kepada Nabi Muhammad SAW.

Kedua, Menggelorakan kemauan berkorban untuk yang dicintai. Rasa cinta yang tertanam mendalam akan selalu memunculkan kemauan untuk berkorban bagi yang dicintai. Cinta yang telah tertanam kepada Nabi Muhammad SAW menyebabkan kalangan Islam tradisionalis tidak ragu-ragu lagi untuk mengorbankan sesuatu yang mereka miliki untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan mengenang Nabi Muhammad SAW seperti ritual berjanjen ataupun yang lain. Semangat untuk mau berkorban ini juga selalu digelorakan oleh ulama-ulama tradisionalis dengan menyitir baik ayat al-Qur’an atau al-Hadis tentang faedah-faedah yang akan didapatkan apabila seorang muslim mau berkorban untuk Nabi Muhammad SAW. Shalawatan adalah kemauan berkorban untuk yang dicintai.

Ketiga, Meneladani Nabi Muhammad. Setelah mencintai dan kemauan berkorban maka taraf selanjutnya adalah mau meneladani, dan mengikuti laku-laku yang disanjung dan dicintai. Dengan shalawat yang berisikan tentang kisah hidup Nabi, seperti Barzanji, Diba’ dan Nadzam Burdah, keagungan akhlak karimah Nabi dalam syair-syair itu dapat tercermin juga dalam kehidupan keseharian kalangan Islam tradisionalis.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa makna shalawatan bagi kalangan tradisonalis tidaklah dapat dipisahkan dari unsur keimanan. Iman seorang hamba akan sempurna tatkala di dalamnya selain Allah juga ada rasa cinta kepada Nabi Muhammad SAW. Kegiatan shalawatan di kalangan tradisionalis secara esensial sebetulnya adalah proses pembelajaran akhlak karimah, yakni proses transformasi keagungan sifat-sifat Nabi Muhammad SAW ke dalam keseharian kalangan muslim tradisionalis, baik ibadah maupun muamalah.

Bagikan Artikel ini:

About Ahmad Syah Alfarabi

Check Also

syawal

Lima Peristiwa Penting dan Pelajaran Pada Bulan Syawal

Syawal adalah bulan kesepuluh dalam kalender Hijriyah yang terletak di antara bulan Ramadhan dan Dzulqa’dah. …

al quran hadits

Takhrij dan Analisis Matan Hadis Terbelenggunya Setan pada Bulan Ramadan

Hadis yang merupakan sumber kedua bagi kehidupan beragama kaum Muslimin, menjadi hal yang banyak disoroti …