syekh abdul qadir al jailani wafat pada 9 rabiul akhir 221029045639 679

Sosok Syekh Abdul Qadir al-Jailani Ulama Terkemuka Abad 14

Jakarta – Syekh Abdul Qadir al-Jailani merupakan sosok ulama terkemuka yang sangat mashur tidak saja di Indonesia dan Timur Tengah, namun juga di dunia barat. Kemasyhuran Syekh Abdul Qadir al-Jailani dikarenakan kedalaman ilmunya dan keberhasilanya membumikan tasawuf di masyarakat hingga sekarang.

Dilansir dari laman republika.co.id pada Minggu (07/05/23). Syekh Abdul Qadir al-Jailani masyhur sebagai pelopor sufisme thariqati.

Sebagian besar umat Islam Indonesia pernah mendengar nama tokoh ini. Demikian pula para pengkaji tasawuf di Barat dan Timur yang sangat menaruh hormat kepadanya karena keberhasilannya membumikan tasawuf bagi masyarakat Muslim hingga saat ini.

Sosok yang dimaksud adalah Syekh Abdul Qadir al-Jailani. Nama lengkapnya ialah Sayyid Muhyidin Abu Muhammad Abdul Qadir bin Abi Shalih Musa Zangi Dausat al-Jailani. Ia lahir di Desa Nif atau Naif, termasuk wilayah distrik Jailan. Daerah itu disebut juga dengan Jilan, Kailan, Kilan, atau al-Jil. Lokasinya masih dalam area budaya Kurdistan, persisnya sekitar 150 kilometer sebelah timur laut Baghdad, Irak.

Syekh Abdul Qadir al-Jailani pertama kalinya menghirup udara dunia pada waktu fajar, Senin, 1 Ramadhan 470 H, bertepatan dengan tahun 1077 M. Ia wafat di Baghdad pada Sabtu, 11 Rabiuts-Tsani 561 H/1166 M.

Kebanyakan manakib (biografi) tokoh sufi ini penuh dengan fiksi, tanpa mendasarkan pada fakta-fakta sejarah. Padahal, ulama ini merupakan tokoh sejarah yang cukup besar dalam wacana pemikiran Islam, terutama sejarah tasawuf. Sehingga, para ulama banyak mengungkapkan bahwa Syekh Abdul Qadir merupakan mujtahid abad ke-14.

Menurut Walter Braune dalam bukunya, Die ‘Futuh al-Ghaib’ des Abdul Qodir (Berlin & Leipzig, 1933), ia adalah wali yang paling terkenal di dunia Islam. Sedangkan, penulis Muslim Jerman, Mehmed Ali Aini (Un Grand Saint del Islam: Abd al-Kadir Guilani, Paris, 1967), menyebut al-Jailani sebagai orang suci terbesar di dunia Islam.

Ia lahir sebagai anak yatim (di mana ayahnya telah wafat sewaktu beliau masih dalam kandungan enam bulan) di tengah keluarga yang hidup sederhana dan saleh. Ayahnya, al-Imam Sayyid Abi Shalih Musa Zangi Dausat, adalah ulama fuqaha ternama, Mazhab Hambali, dan garis silsilahnya berujung pada Hasan bin Ali bin Abi Thalib, menantu Rasulullah SAW.

Sedangkan, ibunya adalah Ummul Khair Fathimah, putri Sayyid Abdullah Sauma’i, seorang sufi terkemuka waktu itu. Dari jalur ini, silsilahnya akan sampai pada Husain bin Ali bin Abi Thalib. Jika silsilah ini diteruskan, akan sampai kepada Nabi Ibrahim melalui kakek Nabi SAW, Abdul Muthalib. Ia termasuk keturunan Rasulullah dari jalur Siti Fatimah binti Muhammad SAW. Karena itu, ia diberi gelar pula dengan nama Sayyid.

Keistimewaan Syekh Abdul Qadir al-Jailani sudah tampak ketika dilahirkan.

Keistimewaan Syekh Abdul Qadir al-Jailani sudah tampak ketika dilahirkan. Konon, ketika mengandung, ibunya sudah berusia 60 tahun. Sebuah usia yang sangat rawan untuk melahirkan. Bahkan, ketika dilahirkan yang bertepatan dengan bulan Ramadhan, Syekh Abdul Qadir al-Jailani tidak mau menyusu sejak terbit fajar hingga Maghrib.

Namun, kebesaran Syekh Abdul Qadir al-Jailani bukan semata-mata karena faktor nasab dan karamahnya. Ia termasuk pemuda yang cerdas, pendiam, berbudi pekerti luhur, jujur, dan berbakti kepada orang tua.

Selain itu, kemasyhuran namanya karena kepandaiannya dalam menguasai berbagai ilmu pengetahuan, terutama dalam bidang agama. Ia menguasai ilmu fikih dan ushul fikih. Kendati menguasasi Mazhab Hanafi, ia pernah menjadi mufti Mazhab Syafi’i di Baghdad.

Di samping itu, ia juga dikenal sangat alim dan wara. Hal ini berkaitan dengan ajaran sufi yang dipelajarinya. Ia suka tirakat, melakukan riyadhah dan mujahadah melawan hawa nafsu.

Selain penguasaannya dalam bidang ilmu fikih, Syekh Abdul Qadir al-Jailani juga dikenal sebagai peletak dasar ajaran Tarekat Qadiriyah. Al-Jailani dikenal juga sebagai orang yang memberikan spirit keagamaan bagi banyak umat. Karena itu, banyak ulama yang menjuluki ‘Muhyidin’ (penghidup agama) di depan namanya.

Syekh Abdul Qadir al-Jailani juga dikenal sebagai peletak dasar ajaran Tarekat Qadiriyah.

Teladan kejujuran

Ada sebuah cerita mengenai kejujuran al-Jailani. Disebutkan bahwa watak tersebut sebagai buah pendidikan orang tuanya sekaligus sebagai rasa tanggung jawab untuk berbakti kepada orang tuanya, terutama ibunya. Ibunya berpesan agar ia selalu berkata jujur.

Diceritakan bahwa ketika berangkat ke Baghdad guna menuntut ilmu, kafilah yang membawanya dihadang perampok. Ketika diminta oleh para perampok itu, dengan jujur ia mengatakan bahwa ia membawa uang emas yang disimpan di kantong bajunya. Ketulusan dan kepolosannya itu membuat para perampok ini kaget karena jarang ada orang yang akan dirampok mengatakan yang sebenarnya. Singkat cerita, para perampok ini akhirnya menjadi murid-muridnya.

Setibanya di Baghdad, al-Jailani tidak langsung memasuki gerbang kota, namun memilih tinggal di gurun pasir di luar Kota Baghdad pada sebuah kastil (reruntuhan istana raja-raja kuno Persia) di daerah Karkh untuk melakukan khalwat.

Menurut beberapa riwayat, hal ini dilakukan atas petunjuk nabi atau guru spiritual, Nabi Khidhir.

Menurut beberapa riwayat, hal ini dilakukan atas petunjuk nabi atau guru spiritual, Nabi Khidhir. Selama masa khalwatnya, ia selalu dikunjungi Nabi Khidhir untuk memberikan pendidikan dan bimbingan. Setelah beberapa tahun, baru al-Jailani memasuki Kota Baghdad untuk menuntut ilmu.

Guru-guru Syekh Abdul Qadir al-Jailani dalam bidang tahfiz Alquran dan tafsir adalah Syekh Ali Abu al-Wafa al-Qail. Dalam bidang fikih, tercatat nama Syekh Abi al-Wafa’ Ali bin ‘Aqil (Ibnu ‘Aqil), Syekh Abi al-Khaththab al-Kalwadzani Mahfudz bin Ahmad al-Jalil. Dalam bidang sastra dan bahasa Arab, ada nama Abi al-Husain Muhammad bin Al-Qadli Abi Ya’la.

Di Baghdad, Abdul Qadir berniat masuk ke Perguruan Nizhamiyyah, yang waktu itu merupakan institusi pendidikan tinggi yang amat prestisius. Namun, dia ditolak oleh Ahmad al-Ghazali–yang menggantikan posisi Hujjatul Islam Abu Hamid al-Ghazali–karena perbedaan mazhab yang dianut. Maka, ia mengikuti semacam kursus fikih Mazhab Hambali di Madrasah Babul ‘Ajl yang dipimpin oleh Abu Sa’id al-Mukharrimi.

Penolakan Ahmad al-Ghazali terhadap Al-Jailani untuk menuntut ilmu di perguruan Nizhamiyah membawa hikmah baginya. Sebab, hal ini makin membuatnya banyak bertafakur dan berkhalwat. Ia berhasil mengombinasikan antara hukum-hukum legal objektif keagamaan (dalam hal ini fikih) dan kondisi kegembiraan jiwa pribadi luar biasa, yakni aspek spiritual-tasawuf yang merupakan pengalaman keagamaan subjektif (combines religion of the law with ecstatic individualism).

Menurut GE Von Grunebaum dalam Classical Islam: A History 600-1258 (1970), Al-Jailani terus menjaga kedudukannya sebagai orang yang suci. Selain itu, tokoh inilah yang pertama kali memegang posisi sebagai pemadu syariah dan tarekat. Dengan begitu, keduanya menjadi harmonis dalam tataran aplikatif.

 

Tokoh inilah yang pertama kali memegang posisi sebagai pemadu syariah dan tarekat. Dengan begitu, keduanya menjadi harmonis dalam tataran aplikatif.

Inilah yang membedakannya dengan al-Ghazali, yang dipandang para pengamat sebagai pemadu syariat dan tarekat, tetapi hanya secara teoritis. Al-Jailani tak sekadar mengonsep, tetapi juga bergiat mewujudkannya.

Imam al-Ghazali, setelah mengalami transformasi spiritualnya, mencoba melaraskan ajaran dan spiritualisme Islam. Namun, karena tokoh berjulukan Hujjatul Islam itu lebih sebagai seorang ilmuwan daripada pemikir kerohanian. Maka, ia terbatas pada ajaran dan aturan, bukan penerapan spiritualisme.

Itulah mengapa, para pakar sejarah semisal Julian Baldick dalam Mystical Islam: An Introduction to Sufism (2000) menyebut, al-Jailani sebagai seorang sufi yang selalu menghindari teoretisasi yang abstrak. Demikian kekhasan sang syekh dengan salik-salik lain, semisal al-Ghazali dan sufi-sufi lain yang cenderung larut mengonsep pemikiran sufismenya.

 

 

Bagikan Artikel ini:

About redaksi

Check Also

keluarga sakinah

Tiga Kunci Mewujudkan Keluarga Sakinah

Berdasarkan data Kementerian Agama pada tahun 2022 angka perceraian secara nasional 516.334 kasus. Angka ini …

berbakti kepada orang tua

Khutbah Jumat : Birrul Waliadain

Khutbah I   اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. اَللّٰهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِيْ لِجَلَالِ وَجْهِكَ وَعَظِيْمِ …