Jakarta – Pemerintah Indonesia telah menegaskan sikapnya terkait masalah Muslim Uighur di Provinsi Xinjiang, China yaitu tidak akan mencampuri urusan dalam negeri Negeri Tirai Bambu tersebut. Tetapi Indonesia juga tetap kewajiban memverifikasi benar-tidaknya informasi soal pelanggaran HAM yang dialami Muslim Uighur.
Hal itu dikatakan pakar hukum internasional Universitas Indonesia (UI) Prof. Dr. Hikmahanto Juwana. Ia setuju dengan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko yang menyatakan bahwa pemerintah Indonesia tidak akan mencampuri urusan dalam negeri China terkait Muslim Uighur.
“Adalah kewajiban bagi semua negara menurut hukum internasional (erga omnes) untuk memiliki kepedulian terhadap pelanggaran HAM berat. Termasuk untuk melakukan verifikasi atas kebenaran terjadinya pelanggaran HAM berat terhadap Muslim Uighur,” kata Hikmahanto kepada wartawan, Rabu (25/12/2019).
Oleh karena itu, Hikmahanto menyarankan pemerintah Indonesia membawa isu mengenai dugaan pelanggaran HAM yang dialami muslim Uighur ke Dewan HAM PBB. Menurutnya, jika hal tersebut dilakukan, Indonesia telah memainkan peran sebagai anggota Dewan HAM PBB.
“Bila Indonesia membawa isu dugaan pelanggaran HAM berat ke berbagai organ di lingkungan PBB terhadap dugaan pelanggaran HAM berat atas Muslim Uighur, hal tersebut merupakan pelaksanaan kewajiban Indonesia sebagai salah satu masyarakat internasional,” jelasnya.
“Kewajiban ini semakin besar mengingat Indonesia saat ini menjadi anggota Dewan Keamanan dan anggota Dewan HAM PBB,” imbuh Hikmahanto.
Sebelumnya, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyebut pemerintah Indonesia tidak akan ikut campur urusan China terkait muslim Uighur. Moeldoko menegaskan tiap negara memiliki kedaulatan untuk mengatur warganya.
“Saya pikir sudah dalam standar internasional bahwa kita tidak memasuki urusan luar negeri masing-masing negara. Masing-masing negara memiliki kedaulatan untuk mengatur warga negaranya,” kata Moeldoko.