imam ghazali
imam ghazali

3 Tips Imam Ghazali Menghentikan Kebiasaan Maksiat

Jika seseorang tidak pernah shalat, namun karirnya terus melonjak naik, tidak pernah melakukan puasa namun rejekinya mengalir seperti air, tidak pernah mengaji, namun memiliki kedudukan yang tinggi, bukan Allah tidak adil. Bisa jadi dan sangat mungkin orang tersebut terkena Istidraj. Istidraj merupakan kenikmatan yang diberikan oleh Allah kepada mereka yang gemar bermaksiat.

Parahnya, orang yang sudah terbiasa melakukan maksiat terkadang tidak menyadari dirinya melakukan maksiat. Padahal, dampak maksiatnya itu membuat hatinya tidak lagi merasakan nikmatnya ketaatan. Ia menjadi terbiasa dengan berbagai maksiat. Meski ia melakukan ibadah, namun ia tidak merasakan kekhusyu’annya, seperti seorang yang kehilangan ruh karena semua ibadahnya tak memiliki pengaruh untuk hidupnya.

Karena alasan inilah seseorang mulai meninggalkan shalat, karena shalatnya terasa hampa. Dia pun mulai meninggalkan al-Qur’an, karena baginya al-Qur’an tidak lagi menarik hatinya. Dia pun malas datang kajian, karena nikmat ketaatannya sirna.

Jika kita sudah mulai dihinggapi tanda-tanda di atas, maka Imam Al-Ghazali menawarkan tips supaya kita tidak terlalu jauh menikmati kemaksiatan yang kita perbuat. Berikut tips dari Imam Ghazali untuk menghentikan kebiasaan maksiat.

Pertama, melakukan muhasabah atau introspeksi diri.

Menurut Imam Al-Ghazali, muhasabah atau introspeksi diri adalah langkah awal yang harus dilakukan dengan terus menerus. Muhasabah atau introspeksi diri perlu ditingkatkan oleh orang yang tidak jera dari perbuatan maksiat meski berkeinginan untuk berhenti. Karena itu seseorang perlu melakukan muhasabah setiap waktu, bahkan setiap tarikan nafas, serta setiap kali perbuatan maksiat lahir dan batinnya dilakukan.

“Siapa saja yang memeriksa dirinya sebelum ia diperiksa, niscaya ringanlah pemeriksaannya pada hari Kiamat, mampu menjawab setiap pertanyaan dan baguslah tempat kembalinya,” ungkap Imam Ghazali.

Keharusan introspeksi diri, melihat lebih dalam dan mau jujur dengan kondisi diri adalah bekal utama untuk pulang ke surga. Sebaliknya, Imam Ghazali mewanti-wanti, siapa yang enggan dan jarang introspeksi diri, mungkin akan berakhir dalam kesusahan.

Kedua, mengingat bahwa hal dilakukan akan tercatat oleh kedua malaikat.

Imam Al-Ghazali mengajak orang untuk mengingat kedua malaikat pencatat amal tidak pernah akan lalai dalam menjalankan tugasnya. Perbuatan baik atau buruk, Allah telah mengetahuinya dan mencatatnya dalam Lauh Mahfuzh dan memerintahkan para malaikat yang mulia (kiraam kaatibuun) untuk mencatatnya. “Allah mencatat amal perbuatan itu, sedangkan mereka telah melupakannya. Allah maha menyaksikan segala sesuatu,” (Surat Al-Mujadilah ayat 6).

Ketiga, menghukum diri.

Jika seorang hamba merasa luput dari yang wajib maka harus mengqadhanya. Apabila ia menunaikan perbuatan maksiat, maka ia menyibukkan diri dengan tobat dan kafarat. Menghukum diri agar ia bisa kembali mendapatkan apa-apa yang telah hilang darinya. Contoh lainnya, jika kita mengonsumsi sesuap makanan syubhat, maka kita harus menghukum diri dengan rasa lapar (berpuasa).

Seperti yang dilakukan Umar bin Khattab, beliau pernah menyiksa dirinya ketika kehilangan suatu shalat jamaah ia menggantinya dengan menyedekahkan tanah yang menjadi miliknya seharga dua ribu dirham. Perbuatan ini akan membuatnya jera dan tak lalai akan kewajibannya.

 

Bagikan Artikel ini:

About Ernawati

Check Also

hari guru nasional

Guru, Ustadz dan Kiayi : Sebuah Perenungan di Hari Guru Nasional

Setiap tanggal 25 November, kita merayakan Hari Guru Nasional untuk menghormati peran dan kontribusi para …

hebron

Menelusuri Palestina : Jejak Para Nabi dan Pesan Kebersamaan

Palestina, merupakan tanah suci yang merangkum sejarah agama-agama besar, mengisahkan jejak para nabi yang menginspirasi. …