Polusi udara di wilayah Jabodetabek mengakibatkan meningkatnya kasus infeksi saluran pernapasan akut atau biasa di sebut dengan ISPA. Pada periode Januari-Agustus tahun ini sudah lebih dari 100.000 masyarakat yang terjangkit penyakit ISPA.
Kasus ISPA semakin memuncak di bulan Agustus. Ada yang beranggapan karena tanggal 18 Agustus merupakan bulan safar yang dikenal sebagai bulan kesialan atau bulannya penyakit dan bala akan banyak datang. Seperti banyaknya bencana yang terjadi akhir-akhir ini, banyak masyarakat yang mengaitkan karena bulan ini merupakan bulan safar.
Benarkah safar bulan sial dan apakah polusi udara yang menyebabkan penyakit ISP Aini bagian dari bencana bulan Safar? Benarkah bulan safar merupakan bulan kesialan atau bulan di mana banyak wabah penyakit di turunkan?
Ditinjau dari kisahnya, bulan safar merupakan bulan kedua dalam kalender Hijriah. Asal kata safar menurut bahasan berarti kosong, Kosong karena kebiasaan orang Arab di jaman Jahilliyah dulu sering meninggalkan atau mengosongkan rumahnya untuk berdagang atau berperang.
Bulan Safar dalam keyakinan Jahiliyah dianggap merupakan bulan kesialan. Mereka percaya akan banyak penyakit yang bersarang di dalam perut, akibat ulat atau wabah yang berbahaya. Itulah kepercayaan pra Islam.
Islam tidak menganggap detik tertentu, jam tertentu, hari tertentu dan bulan tertentu sebagai kesialan. Termasuk dengan bulan Safar. Bahkan di bulan ini Rasulullah menikahi Sayyidah Khadijah. Artinya, tidak ada anggapan tentang bulan ini penuh kesialan.
Menurut pendapat Ibnu Rajab al-Hanbali, bulan Safar dan bulan-bulan lainnya tidak memiliki perbedaan sama sekali. Safar sebagaimana bulan lainnya banyak terjadi keburukan namun juga banyak terjadi kebaikan. Karena itu, seseorang tidak boleh atau dilarang meyakini bulan safar merupakan bulan keburukan, kejelekan dan bulan di mana bencana dan musibah akan datang.
Ibnu Rajab menegaskan, “Adapun mengkhususkan kesialan dengan suatu jaman tertentu bukan jaman yang lain, seperti mengkhususkan bulan safar atau bulan lainnya, maka hal ini tidak benar.”
Artinya, salah jika seseorang meyakini suatu sebab semua bulan, jaman, dan tahun yang merupakan kuasa Allah, di spesialkan atau di khususkan hanya untuk kesialan, bencana, penyakit, dan musibah saja. Karena pada dasarnya dalam setiap bulan memiliki waktu baik dan buruk bagi setiap masing-masing manusia, jika mereka mau menyadarinya.
Dalam pandangan agama Islam sendiri, kesialan atau bencana bisa terjadi pada bulan apa saja tidak menunggu datangnya bulan Safar. Seseorang mendapatkan keberuntungan atau bencana semata-mata karena kehendak-Nya.
Seperti yang di jelaskan dalam surat at-Taubah ayat 51, Seperti yang sudah dijelaskan dalam Al-Quran yang artinya “Katakanlah, sekali-kali tidak akan menimpa kali melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang beriman harus bertawakal.”
Bagaimana dengan ISPA akibat polusi apakah ini bentuk kesialan?
Segala sesuatu karena ada sebab. Begitu pula dengan ISPA karena sebab polusi udara. Polusi udara bukan musibah, tetapi bencana yang dibuat manusia (man-made). Al-Quran telah menyitir hal itu :
Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS : Ar-Rum : 41).
Bencana akibat kerusakan ekosistem dan lingkungan karena ulah manusia. Musibah yang timbul adalah bagian dari sebab akibat hukum alam dari Tuhan agar manusia sadar tentang apa yang telah dilakukannya. Manusia adalah khalifah di muka bumi. Tetapi mereka lupa akan tanggungjawabnya untuk mengelola dan memakmurkan bumi.
Tentu saja ini menjadi pengingat bagi manusia saat ini atas tindakan yang dapat memiliki dampak buruk pada lingkungan dan alam sekitarnya. Allah mengingatkan manusia untuk merenungkan tindakan mereka dan kembali kepada-Nya dalam penyesalan dan pembenahan.
Sekali lagi, polusi udara dan penyakit ISPA bukan bencana sial karena bulan Safar. Ini adalah akibat dari tangan manusia yang tidak bijak dalam mengelola lingkungan. Karena itulah berbenahlah dan perbaiki sebelum kerusakan itu menjadi kerugian besar.