tidak mengambil keringanan
ilustrasi sikap sombong

Jangan Asal! Memperlihatkan Amal sebagai Syiar Perlu Dipertimbangkan

Sebagai umat Islam kita harus meniru perilaku yang diperintahkan oleh Nabi Muhammad saw. sebisanya dan harus menghindari perilaku yang dilarang oleh Nabi Muhammad saw. Di dalam kaidah fikih disebutkan: “Mencegah hal buruk lebih didahulukan (lebih penting) daripada mencapai kepentingan (kebaikan).” Oleh sebab itu jika kita ingin berbuat baik tapi kalau dilakukan akan muncul dampak buruk, maka pekerjaan baik itu lebih baik tidak dilakukan.

Jadi setiap beramal seorang mukmin harus berhati-hati dan berijtihad dalam dampaknya. Di zaman Nabi Muhammad saw. para sahabat berlomba-lomba melakukan kebaikan di barisan terdepan. Hal itu karena mereka ingin menjadi kunci pembuka bagi kebaikan. Orang yang meniru kebaikan seseorang, maka orang yang ditiru itu akan mendapatkan kebaikan yang sama dengan kebaikan yang dilakukan orang yang meniru.

Suatu ketika sekelompok kaum Mudlar mendatangi Nabi Muhammad saw. Mereka mengenakan pakaian yang sangat kasar dan tidak layak. Melihat hal itu, Nabi Muhammad saw. merasa sedih dan prihatin sampai raut wajah Nabi Muhammad berubah.

Kemudian Nabi Muhammad saw. memerintah Bilal untuk mengumandangkan adzan, kemudian mendirikan shalat dan berkhutbah, yang intinya menganjurkan seseorang untuk bersedekah dalam bentuk sekecil apapun.

Lantas dari seseorang dari kalangan Anshar datang membawa sebuah kantong besar untuk disedekahkan. Kantong itu hampir tidak bisa ditahan oleh tangannya. Karena sangat banyak. Melihat hal itu, orang-orang pun mengikuti aksinya hingga menjadi dua kantong besar makanan dan pakaian.

Wajah Nabi Muhammad saw. berseri-seri melihat perilaku para sahabatnya itu. Dia berkata:

مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَة فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنقُصُ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٍ

“Barang siapa di dalam urusan Islam mempelopori sebuah kebaikan maka dia mendapatkan pahalanya dan juga mendapatkan pahalanya orang-orang setelahnya yang mengikuti kebaikannya. Tidak kurang sesuatu apapun.

Dari kisah tersebut, kita dianjurkan untuk memberi contoh kebaikan agar bisa dicontoh oleh orang lain. Salah satunya adalah dengan cara memperlihatkan amal kita. Misalnya kita melihat sebuah peluang untuk melakukan kebaikan yang bisa diikuti orang lain, maka kita perlihatkan amal kita agar bisa ditiru.

Namun, walaupun demikian, Imam Ali al-Khawwash berpendapat bahwa memperlihatkan amal agar bisa diikuti oleh orang lain itu hanya berlaku bagi orang-orang shaleh yang sudah mengerti seluk beluk kebatinan. Merekalah orang-orang yang tidak akan terpapar virus ‘ingin diliat’ (riya’) dan ‘ingin didengar’ (sum’ah). Mereka yang tidak mencari popularitas.

Dari hal ini, kita bisa melihat bahwa sebenarnya yang dituntut dari kita adalah mengikuti perilaku pada sahabat secara lahir dan batin. Bukan hanya lahir saja. Buktinya adalah pendapat Imam al-Khawwash berpendapat demikian. Jika batin kita tidak bisa meniru mereka maka jangan ditiru mentah-mentah. Bagi orang-orang di tahap keimanan seperti kita, maka sebaiknya melakukan amal dengan cara tidak ditampilkan pada orang lain.

Orang yang ingin menampilkan amalnya pada seseorang harus menguji dirinya sendiri. Saat ia berbuat sebuah amal kemudian ada orang-orang yang mengikutinya lantas ia berbahagia, maka ia adalah orang yang Ikhlas. Tapi kalau ia merasa terganggu maka dia tidak Ikhlas.

Seperti saat kita mempelopori sebuah sekolah di suatu daerah dengan tujuan untuk memberikan pendidikan yang layak pada penduduk setempat. Jika suatu saat ada orang yang ikut mendirikan seolah lagi kemudian kita merasa bahagia, maka kita adalah orang-orang yang ikhlas. Karena orang ikhlas akan merasa bahagia saat banyak orang yang membantu karena otomatis mengurangi bebannya dalam memberikan Pendidikan pada warga setempat.

Tapi jika kita terganggu dan sedih, maka kita termasuk orang-orang yang tidak ikhlas. Jika kita masih beralasan bahwa sedih kita karena kita tidak bisa melakukan kebaikan lebih banyak lagi maka sebenarnya bisa dijawab dengan “bahwa kebaikan yang kita lakukan tidak akan membuat kita masuk surga. Hanya rahmat Allah swt lah yang memasukkan kita ke surga. Lagi pula saat orang itu meniru kita otomatis kita mendapat kebaikan orang itu juga. Maka jika sedih berarti ada hal lain dalam diri kita yang orientasinya buka Allah swt.”

Bagikan Artikel ini:

About M. Khoir

Check Also

ali bin abi thalib

Jawaban Cerdas Ibnu Abbas Ketika Ali Bin Abi Thalib Disalahkan Khawarij tentang Ayat Tahkim

Di zaman kepemimpin Sayyidina Ali bin Abi Thalib r.a., banyak sekali kekacauan yang terjadi. Kaum …

al-quran

Keutamaan Membaca Al-Quran Sampai Khatam

Membaca al-Quran adalah salah satu dari jenis amal yang sangat dianjurkan untuk dikerjakan. Banyak sekali …