Tidak ada kemenangan dalam sejarah yang begitu fenomenal kecuali penaklukan Makkah. Kenapa disebut sangat fenomenal? Itulah kemenangan bersejarah yang tidak sedikit pun dinodai dengan darah dan dendam.
Nabi menaklukkan Makkah, kampung halamannya, setelah sekian lama ditinggal dalam peristiwa hijrah. Kemenangan atas Makkah adalah kemenangan yang sejati yang diraih tanpa kebencian dan balas dendam. Itulah kisah pemenang sejati yang diajarkan oleh Rasulullah.
Nabi dikenal dengan pribadi yang pemaaf. Puncak ujian pribadi pemaaf Nabi adalah ketika menaklukkan Makkah. Kota itu menyimpan tragedi penyiksaan, kekerasan dan pembunuhan terhadap sahabat dan umat Islam yang meyakini Islam. Terdapat banyak kisah manusia dilecehkan dan disiksa tidak manusiawi hanya demi mempertahankan keimanan.
Namun, ketika Makkah berhasil direbut, Nabi bersabda: “Hari ini, tidak ada balas dendam terhadap kalian. Kalian bebas.” (Riwayat Ibnu Ishaq). Apakah Nabi berarti lemah? Apakah Nabi bersikap tidak tegas terhadap kejahatan?
Mari kita berangkat dari ayat : “Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, sehingga orang yang ada permusuhan di antaramu dan dia akan menjadi seolah-olah teman yang setia.” (QS. Fussilat: 34).
Kejahatan dan kebaikan adalah sesuatu yang berbeda dan tidak bisa disamakan. Kejahatan tidak bisa menjadi kebaikan, apa pun bentuknya. Karena itu, kejahatan tidak bisa ditolak dengan kejahatan yang serupa. Kejahatan tidak akan pernah berhenti karena adanya kejahatan yang baru. Justru yang terjadi adalah siklus kejahatan.
Cara terbaik melawan kejahatan adalah kebaikan. Cara melawan permusuhan adalah dengan persaudaraan. Cara terbaik melawan kebencian adalah dengan kasih sayang. Jika tindakan kita berfokus untuk mencari solusi, maka yang terbaik adalah memutus kejahatan, bukan mengulangi kejahatan atau menimbulkan potensi kejahatan baru.
Raihlah kemenangan dengan memaafkan. Ada kisah menarik tentang Tsumamah bin Utsal, pemimpin suku Bani Hanifah yang merupakan musuh besar dan bebuyutan Nabi. Ia telah banyak membunuh dan menyiksa sahabat Nabi. Akibat kekejamannya, Nabi pernah memberi fatwa kehalalan darah Tsumamah.
Suatu ketika ia hendak melakukan perjalanan umrah ke Makkah yang harus melewati Madinah. Apes bagi dirinya, karena dalam perjalanan ia ditangkap oleh pasukan muslim yang sedang melakukan patroli keamanan di wilayah Madinah. Ia kemudian diikat di salah satu tiang Masjid Nabawi.
Ketika Nabi memasuki Masjid, Nabi melihat seorang tawanan dan bertanya kepada para sahabat : Taukah kalian siapa orang ini? Para sahabat menjawab tidak tahu. Nabi mengatakan : Ini Tsumamah bin Utsal, tawanlah dia dengan baik”.
Nabi kemudian pulan dengan mengumpulkan makanan lezat yang dimiliki untuk diberikan kepada Tsumamah. Nabi juga memerintahkan agar onta diperah lalu susunya disuguhkan kepada Tsumamah.
Selama tiga hari Nabi terus menjenguk Tsumamah dengan pertanyaan “Apa yang kamu miliki wahai Tsumamah? Tsumamah dengan nada yang masih angkuh. Hingga Nabi menyuruh para sahabat untuk melepaskanyya. Tsumamah pergi sampai tiba di sebuah kebun kurma di pinggir Madinah. Tsumamah menghentikan langkahnya, membersihkan wajahnya dan kembali menuju masjid.
Ketika tiba di Masjid ia mendeklarasikan diri masuk Islam. Ada perkataan Tsumamah yang begitu sangat mengharukan : “Wahai Muhammad, demi Allah di muka bumi ini tidak ada wajah yang paling aku benci melebihi wajahmu, namun sekarang wajahmu menjadi wajah yang paling aku cintai. Demi Allah, tidak ada agama yang paling aku benci melebihi agamamu, namun saat ini agamu menjadi agama yang paling aku cintai. Demi Allah tidak ada negeri yang paling aku benci melebihi negerimu, namun saat ini ia menjadi negeri yang paing aku cintai.”
Tsumamah akhirnya menjadi pembela dan pengikut setia yang menjaga Islam di kaumnya. Bagkan posisi strategisnya sebagai penyuplai gandum ke Makkah menjadi daya tawar dan ketakutan para kafir Quraisy. Di situlah, sikap pemaaf Nabi telah menjadi kunci kemenangan.
Lihatlah kebenaran ajaran al-Quran, ketika kejahatan dibalas dengan kebaikan, maka musuh paling keji pun menjadi seperti teman.
Sekarang kita bisa lihat teladan yang begitu mulia. Tindakan memaafkan dapat menghapus permusuhan. Memaafkan melunakkan hati, bahkan hati yang keras sekalipun. Memaafkan menghapus dendam untuk meraih kemenangan.
Balas dendam hanya memuaskan hati dalam jangka pendek, tetapi tidak bisa memutus kebencian hati. Sebaliknya, memaafkan mampu meraih manfaat jangka pendek dan perdamaian untuk jangka panjang.