Jakarta – India tengah dilanda konflik antar agama sebagai imbas diberlakukannya Undang-Undang (UU) Kewarganegaraan yang dinilai anti-Muslim. Bentrokan dahysat pun terjadi di New Delhi bagian timur, Rabu (26/2/2020) yang menewaskan kurang lebih 34 orang.
Menyikapi kondisi itu, Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi meminta agar suruh tokoh dan umat beragama di Indonesia untuk menahan diri dan tak bersikap emosional menyikapi insiden bentrok antara umat Hindu dan Muslim tersebut. Ini penting untuk menjaga kedamaian dan kondusifitas di dalam negeri.
“Kepada semua tokoh dan umat beragama, baik di India maupun di Indonesia, saya berpesan untuk menahan diri dan tidak terpancing melakukan tindakan emosional,” kata Fachrul dalam keterangan resmi, Jumat (28/2/2020).
Fachrul mengaku prihatin dan mengecam keras peristiwa kekerasan atas nama agama di India tersebut. Untuk itu ia mengajak seluruh umat beragama di Indonesia mengambil pelajaran dari konflik di India agar semua tindak kekerasan atas nama agama tak terjadi di Indonesia.
“Mari kita kedepankan kehidupan beragama yang damai, rukun, toleran, bersama dalam keragaman,” kata Menag.
Fachrul meyakini tindakan kekerasan oleh sekelompok umat Hindu di India dipastikan tidak menggambarkan ajaran agama Hindu sendiri. Ia menduga hal itu dilakukan karena adanya pemahaman ekstrem sebagian umat Hindu atas ajaran agamanya.
Menurutnya, ajaran agama manapun tak membenarkan pengikutnya untuk bertindak menggunakan kekerasan. Ia menyatakan semua agama pasti mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan dalam kehidupan.
“Tindakan kekerasan itu sangat tidak berperikemanusiaan dan bertentangan dengan nilai-nilai agama,” kata dia.
UU Kewarganegaraan di India menjadi kontroversial karena mengizinkan pemerintah setempat memberi status kewarganegaraan terhadap imigran yang menerima persekusi di negara asalnya seperti Bangladesh, Pakistan, dan Afghanistan.
Akan tetapi, status kewarganegaraan itu hanya diberikan kepada imigran pemeluk agama Hindu, Kristen, dan agama minoritas lainnya selain Islam. UU itu pun dianggap mendiskriminasi umat Islam.