dakwah rasulullah
dakwah rasulullah

Pemimpin yang Mendahulukan Rakyat: Teladan Rasulullah dari Secawan Susu

Malam itu, Abu Hurairah r.a., salah satu sahabat yang setia, menahan lapar. Dengan hati-hati, ia mendekati Rasulullah. Betapa kagetnya ia ketika Rasulullah bertanya kepadanya, “Adakah kamu lapar, wahai Abu Hurairah?” Abu Hurairah pun menjawab jujur, “Sesungguhnya, ya Rasulullah, saya lapar.”

Rasulullah tersenyum, dan berkata dengan ketenangan seorang pemimpin sejati: “Di rumahku juga tidak ada makanan; tetapi ada orang yang baru saja memberi susu secawan kepada kami. Pergilah ke masjid, lihatlah apakah ada sahabat lain yang juga lapar seperti engkau.”

Di sinilah ujian hati Abu Hurairah dimulai. Ia mengaku dalam hatinya: “Aku begitu lapar hingga seandainya secawan itu hanya untukku, rasanya belum cukup. Tetapi Rasulullah menyuruhku berbagi dengan orang lain.” Dengan patuh, ia pun pergi ke masjid, dan ternyata ada enam sahabat lain yang juga menahan lapar. Semuanya ia ajak menghadap Rasulullah.

Susu yang Tidak Pernah Habis

Rasulullah kemudian mengambil cawan itu. Bukannya langsung menyerahkan kepada Abu Hurairah, beliau justru memberikan terlebih dahulu kepada sahabat lain. “Minumlah engkau,” kata beliau kepada yang pertama. Sahabat itu minum sampai kenyang, bahkan didesak untuk minum lagi, hingga benar-benar puas. Lalu Rasulullah memberikan kepada sahabat berikutnya, dan begitu seterusnya.

Bayangkan perasaan Abu Hurairah. Lapar yang menjerit di perutnya, rasa cemas yang menggelayut di hatinya. Ia khawatir susu itu akan habis sebelum sampai ke tangannya. Namun ia tetap duduk tenang, menyaksikan semua orang dipuaskan lebih dahulu.

Lalu tibalah gilirannya. Dengan takjub, ia melihat cawan itu masih penuh. Rasulullah mendesaknya minum sekali, dua kali, bahkan tiga kali, hingga Abu Hurairah merasa kenyang. Barulah setelah semua orang merasa puas, Rasulullah meneguk sisa susu itu, menutup cawan, dan memanjatkan syukur kepada Allah.

Pemimpin Menikmati Kenyamanan Terakhir

Dari secawan susu itu, kita belajar sebuah pelajaran agung tentang kepemimpinan. Rasulullah menunjukkan bahwa seorang pemimpin sejati bukanlah yang mengambil bagian pertama, bukan yang mengutamakan kenyamanan dirinya, tetapi yang memastikan rakyatnya kenyang lebih dahulu.

Beliau tidak hanya berbicara tentang kasih sayang dan kepedulian, beliau mempraktikkannya dengan nyata. Beliau menahan lapar, tetapi memuaskan sahabat-sahabatnya lebih dahulu. Beliau tidak hanya peduli pada satu orang, tetapi mencari siapa lagi yang membutuhkan.

Bukankah ini teladan yang amat relevan untuk zaman kita?

Kita sering mendengar kisah para pemimpin yang justru mendahulukan dirinya sendiri: memperkaya keluarga, mengamankan kekuasaan, atau mengutamakan gengsi di atas penderitaan rakyatnya. Kita menyaksikan bagaimana kebijakan bisa melukai, bagaimana kata-kata bisa menyakiti, dan bagaimana rakyat kecil sering menjadi korban.

Namun Rasulullah mengajarkan hal yang berbeda: pemimpin harus rela lapar agar rakyatnya kenyang, pemimpin harus minum terakhir agar rakyatnya puas lebih dulu.

Di sini letak perbedaan kepemimpinan dalam Islam: bukan sekadar jabatan, melainkan amanah. Bukan sekadar kekuasaan, melainkan pengabdian. Rasulullah bersabda:
“Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka.” (HR. Abu Dawud).

 

Bagikan Artikel ini:

About redaksi

Check Also

bullying

Bullying yang Merenggut Nyawa: Saat Pendidikan Kita Kehilangan Jiwa Islamnya

Kasus perundungan yang berujung kematian—termasuk yang baru-baru ini terjadi di Tangerang—sekali lagi mengguncang kesadaran kita …

M Abdullah Darraz 1

Pola Penyebaran Radikalisme Makin Cair, Terdesentralisasi dan Menyatu dengan Kultur Medsos

Jakarta — Merebaknya narasi kekerasan dan propaganda ekstrem kini menjadi tantangan serius bagi dunia pendidikan. …