Dilansir dari laman republika.co.id Ijtimak Ulama Tafsir Alquran yang diinisiasi Kementerian Agama (Kemenag) pada 19-21 November 2025 di Jakarta menghasilkan delapan rekomendasi untuk penyempurnaan Tafsir Alquran Kemenag.
“Forum yang mempertemukan ulama, akademisi, dan para pakar ini menjadi ruang konsolidasi gagasan agar tafsir Kemenag tetap relevan dengan kebutuhan masyarakat modern tanpa kehilangan dasar metodologisnya,” ujar Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag, Abu Rokhmad, Jumat (22/11/2025).
Sebanyak 54 narasumber hadir dari berbagai lembaga, mulai dari MUI pusat dan daerah, perguruan tinggi Islam, pesantren Alquran, hingga lembaga pengembangan bahasa dan pusat studi Alquran.
Melalui rapat pleno, peserta membahas penyempurnaan tafsir juz 1–3 serta penyesuaian metodologis dan substansial yang diperlukan untuk menjawab perkembangan zaman.
Forum merumuskan delapan rekomendasi. Pertama, standardisasi ilmiah melalui penyempurnaan referensi, glosari, indeks, serta penyeragaman penulisan nama tokoh dan istilah.
Kedua, penyempurnaan redaksional sesuai kaidah bahasa Indonesia mutakhir. Ketiga, penguatan substansi, termasuk pada aspek mufradat, munasabah, israiliyat, tafsir alam (qauniyah), ekologi, gender, dan pesan moral (‘ibrah).
Keempat, peninjauan metodologi penafsiran dengan mengintegrasikan pendekatan klasik dan kontemporer (induktif, empatik, reflektif). Kelima, penekanan nilai kemanusiaan yang mengangkat martabat Bani Adam serta prinsip rahmat, kasih sayang, dan keadilan.
Keenam, penguatan narasi moderatif dalam ayat-ayat yang berkaitan dengan agama lain, yang disampaikan secara santun dan berbasis literatur ilmiah. Ketujuh, internasionalisasi karya, termasuk penerjemahan tafsir ke bahasa Arab dan Inggris serta partisipasi aktif dalam forum internasional.
Terakhir, inovasi penyajian, seperti penyusunan kamus istilah Alquran, tafsir untuk generasi Z, penggunaan bahasa populer, dan edisi aksesibel bagi penyandang disabilitas. Kemenag, kata Abu Rokhmad, menyambut baik delapan rekomendasi tersebut dan menegaskan komitmennya untuk menindaklanjuti.
Ia menilai penyempurnaan berkelanjutan menjadi keharusan di tengah cepatnya perubahan sosial dan derasnya arus informasi keagamaan.
“Rekomendasi ini sangat penting karena membantu memastikan tafsir pemerintah tidak hanya kuat secara metodologis, tetapi juga relevan dengan problem keagamaan dan sosial hari ini. Tafsir Kemenag harus menjadi rujukan yang meneduhkan, moderat, dan mudah dipahami masyarakat,” ujar Abu.
Menurut dia, jika diterapkan secara konsisten, hasil Ijtimak berpotensi memperkuat posisi tafsir pemerintah sebagai rujukan ilmiah sekaligus sosial dalam mendukung moderasi beragama dan harmoni nasional.
“Kami mendorong integrasi pendekatan ilmiah dan empatik agar tafsir dapat menjembatani antara warisan ulama klasik dan kebutuhan pembaca modern. Ini adalah langkah penting dalam penguatan moderasi beragama,” tegasnya.
Ketua Tim Tafsir Kemenag, Darwis Hude, menilai proses penyempurnaan tafsir sebagai kerja peradaban. Menurut dia, kehadiran para pakar lintas disiplin dalam forum ini penting untuk menjaga kedalaman analisis sekaligus memperluas perspektif.
“Penyempurnaan tafsir bukan sekadar revisi kata-kata, tetapi upaya membaca kembali teks Alquran dalam hubungan dengan konteks sosial dan ilmu pengetahuan kontemporer. Tafsir yang baik harus memandu akal sekaligus nurani umat,” ujar Darwis.
Islam Kaffah Media Pembelajaran Islam Secara Kaffah