Kota Singkawang kembali dinobatkan sebagai Kota Tertoleran di Indonesia Tahun 2022. Prestasi ini merupakan ketiga kalinya versi SETARA Institute yang merilis laporan Indeks Kota Tertoleran (IKT), secara khusus berkaitan peran aktif seluruh lapisan masyarakat setempat dalam menjaga nilai-nilai ekosistem toleransi di ‘Kota Amoy’ yang dinamis, produktif, berkembang, serta berkontribusi aktif merawat prinsip Bhineka Tunggal Ika, sebagaimana pernyataan Pj. Wali Kota Singkawang, Sumastro (Singkawangkota.go.id, 2023).
Sedikitnya terdapat 10 kota yang meraih skor toleransi paling tinggi diantara 94 kota lainnya di Bumi Pertiwi. Objek kajian Indeks Kota Toleran 2022 merupakan laporan keenam SETARA Institute sejak 2015, 2017, 2018, 2020 dan 2021. Selanjutnya dideskripsikan melalui tabel di bawah ini:
No. | Nama Kota | Provinsi | Skor |
1. | Singkawang | Kalimantan Barat | 6,583 |
2. | Salatiga | Jawa Tengah | 6,417 |
3. | Bekasi | Jawa Barat | 6,080 |
4. | Surakarta | Jawa Tengah | 5,883 |
5. | Kediri | Jawa Timur | 5,850 |
6. | Sukabumi | Jawa Barat | 5,810 |
7. | Semarang | Jawa Tengah | 5,783 |
8. | Manado | Sulawesi Utara | 5,767 |
9. | Kupang | Nusa Tenggara Timur | 5,687 |
10. | Magelang | Jawa Tengah | 5,670 |
Sumber : SETARA Institute tahun 2022 (data diolah)
Berdasarkan paparan data diatas, Kota Singkawang, Kalimantan Barat menempati urutan paling pertama kota paling toleran di NKRI dengan skor 6,583. Tahun sebelumnya (2021), Wilayah Pantura Kalbar juga duduk di posisi nomor wahid kota tertoleran dengan skor 6,483. Meskipun Provinsi Jawa Tengah mendominasi jumlah kota, skor masing-masing untuk Kota Salatiga (6,417), Kota Surakarta (5,883), dan Kota Semarang (5,783), belum bisa mengungguli apa yang diperoleh salahsatu destinasi wisata favorit.
Jika diselidiki intensif, dibalik prestasi mentereng itu, ternyata tidak serta-merta membuat persoalan usai begitu saja. Kemampuan adaptif warga dan baiknya pengelolaan kemajemukan tiap-tiap elemen, masih menyisakan sejumlah problem, seperti perjudian, miras, prostitusi, narkoba, human trafficking, bahkan ektremisme-terorisme.
Kapolres Singkawang AKPB Arwin Amrih Wientama, S.H., S.I.K., M.H. melalui Wakapolres Singkawang Kompol Indra Asrianto, S.I.K., M.A.P. bersama Kasat Reskrim Akp Sihar Binardi Siagian, S.H., Kasat Resnarkoba Iptu Jumari, S.H., Kasihumas Polres Singkawang Akp M. Mauluddin mengatakan, pihaknya mengklaim berhasil membongkar target operasi (TO) sebanyak 14 kasus dan non TO 20 kasus.
“Polres Singkawang dalam kurun waktu 14 hari sudah melaksanakan Operasi Pekat Kapuas 2023, telah terungkap sebanyak 34 kasus dan 34 tersangka, dengan rincian 6 kasus perjudian (tersangka 22 orang), 4 kasus narkoba (tersangka 5 orang), kemudian 6 kasus miras, 5 kasus prostitusi, 9 kasus premanisme, disusul 4 kasus petasan”, papar Kompol Indra (Polres Singkawang, 2023).
Tak berhenti sampai disitu, 3 warga Kota Singkawang, Kalimantan Barat ditangkap terkait dugaan eksploitasi (human trafficking) 2 orang anak berusia 15 dan 16 tahun melalui aplikasi Michat, Selasa (13/6/2023). Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polres Singkawang AKP Sihar Binardi Siagian mengatakan, ketiga tersangka masing-masing perempuan berinisial IH (42), Vl (19), serta pria berinisial CA (18). Ditengarai para pelaku telah menjual kedua korban, lalu melakukan transaksi di sebuah indekos sejak Februari 2023 (Kompas.com, 2023).
Imej Kota Tertoleran sejatinya menyisakan sejumlah pekerjaan rumah, khususnya stakeholder terkait, sebab sikap keterbukaan alias saling memberikan ruang berekspresi bagi setiap pemeluk agama maupun keyakinan, kadangkala dimanfaatkan sebagian orang untuk melakukan tindakan-tindakan negatif, lantaran merasa berhak berbuat bebas tanpa pengawasan berarti. Celah inilah yang gilirannya membuka peluang, sehingga terjadilah hal-hal tak diinginkan, tak luput pula kasus yang menjadi konsentrasi penulis-ekstremisme-terorisme.
Basis keyakinan intoleran di Singkawang nyaris tak terlihat, akan tetapi bisa dideteksi melalui eksistensinya di media sosial, dalam konteks ini, penulis fokus terhadap mereka yang diduga kuat terlibat jaringan kelompok terlarang, Hizbut Tahrir Indonesia, yaitu pemuda berinisial FD (33), LR (30), dan ZK (31). Teridentifikasi kader seniornya adalah FD, yang terpapar radikalisme sejak tahun 2009 silam.
Siapa sangka di sebuah Kota yang menjunjung tinggi pluralitas, eksis sosok penyebar ideologi khilafah tahririyah, terbilang aktif bergerak di linimasa. Kendati resmi dibubarkan pemerintah 6 tahun lalu, kelompok ekstrem menyaru dengan berbagai macam nama, dan sayangnya kerapkali mendompleng agama Islam. Kali ini menggunakan nama KLIK (Komunitas Literasi Islam Khatulistiwa). Secara terang-terangan di akun instagramnya, Pasukan Bayangan HTI menentang Pancasila sebagai ideologi negara. Lebih parah karena mem-framing perkataan Ulama dan Tokoh Pahlawan Bangsa sepeerti Moh. Natsir, Buya Hamka (Masyumi), serta K.H. Masjkur (Nadhatul Ulama) demi tujuan politis elitnya, terlihat jelas dari judul provokatif “Baku Hantam Karena Pancasila” yang mengutarakan kesimpulan ceroboh:
- Pancasila (La Diniyah) adalah netral agama alias sekular
- Pancasila sebagai rumusan yang kosong
- Pancasila sebagai jalan menuju neraka
Postingan ekstrem terdiri 9 slide, mendapat 1.763 like dan 37 respon komentar netizen. Tentu bahaya yang ditimbulkan akan berdampak sangat desktruktif, bahkan boleh jadi melampaui perjudian, miras, prostitusi, dan atau narkoba sekalipun, mengingat keterangan Eks. Napiter asal Kota Singkawang, Rosnazizi (37), kejahatan terorisme berakar dari tertanamnya pemahaman anti Pancasila, menganggapnya berhala (thaghut), sampai berani mengkafirkan negara.
Pernyataan Rosna didukung beberapa teori yang dikemukakan oleh Syafi’i Ma’arif, Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah 1999–2004, dalam buku “Ilusi Negara Islam, Ekspansi Gerakan Transnasional di Indonesia” (2009). Pertama, adalah kegagalan umat Islam menghadapi arus modernitas, sehingga mereka mencari dalil agama guna “menghibur diri” dalam sebuah dunia yang dibayangkan belum tercemar. Kedua, adalah dorongan rasa kesetiakawanan terhadap beberapa negara Islam terjerat konflik berkepanjangan, seperti Afghanistan, Irak, Suriah, Mesir, Kashmir, dan Palestina. Ketiga, dalam lingkup Indonesia, adalah kegagalan negara mewujudkan cita-cita negara yang berupa keadilan sosial dan kesejahteraan yang merata.
Ekstremisme (Radikalisme) atas nama agama tidak jarang menyulut konflik sampai tahap puncak, yaitu terorisme yang mengancam stabilitas dan keamanan negara. Sementara dilevel terendah, ekstremisme mampu mengganggu keharmonisan dan kerukunan masyarakat (Ahmad Saifuddin, 2016), sebagai akibat memahami teks Al-Qur’an dan Al-Hadist terlalu dangkal.
Sementara disisi lain, komunal berpemikiran ekstrem-merujuk pengalaman pribadi penulis sebelum memutuskan keluar-realitanya memang didorong keinginan merevolusi total Ideologi Pancasila melalui berbagai langkah stategis, terstruktur, dan terkoordinasi, baik tingkat luar negeri (Inggris, AS, Australia), lalu ditembuskan ke pengurus pusat, hingga diteruskan ke pengurus daerah domisili masing-masing kader yang telah berhasil didoktrin, termasuk Singkawang. Dengan demikian, jika tak mendapat pengawasan ketat, berpotensi mencoreng nama baik Kota Tertoleran se-Indonesia.