dai
dai

Begini Seharusnya Berdakwah; Pedoman Inspiratif Cara Rasulullah Berdakwah dengan Menghidupkan Akal Sehat

Terkadang menceramahi seseorang tentang kebaikan tidak harus berbusa-busa dengan dalil. Berdakwah harus mampu menyentuh emosi dan perasaan seseorang, karena sejatinya dakwah adalah mengajak dan membujuk. Dakwah bukan memaksa, apalagi mengajak dengan kekerasan.

Ada sebuah teladan yang sangat inspiratif dan paling penulis sukai dari kisah baginda Nabi ketika ada seorang pemuda izin melakukan zina. Sontak para sahabat yang di sekeliling Nabi geram, marah dan ingin mengusir pemuda tersebut. Bagaimana dengan Nabi? Nabi justru menyuruh pemuda tersebut mendekat.

Sampai di sini kita bisa mengambil pelajaran penting bahwa berdakwah hakikatnya ingin mengajak bukan ingin menakut-nakuti orang lain. Dakwah mengajak orang lain berubah dari yang buruk menjadi baik. Jika berdakwah sudah antipati terhadap mereka yang dipandang buruk, lalu di mana ladang dakwah yang akan anda lakukan?

Terkadang ini yang banyak salah di antara kita. Seolah dakwah itu berceramah di tengah mimbar di hadapan anggota majlis pengajian. Itu memang dakwah, tetapi siapa yang akan menggarap mereka yang sedang berkubang dalam keburukan. Siapa yang akan mengajak mereka yang setiap hari penuh dengan kemaksiatan?

Nabi didatangi seseorang yang ingin berbuat keburukan melihatnya sebagai ladang dakwah. Lalu, apakah Nabi berceramah tentang dalil larangan zina? Apakah Nabi mengeluarkan semua amunisi tentang peringatan dosa besar dan siksa di neraka terhadap orang yang melakukan zina?

Pemuda datang dengan izin berzina berarti dia sudah paham bahwa zina dilarang dalam Islam. Karena itulah, Nabi tidak lagi mempertegas dalil dosa dan siksa para pelaku zina. Lihatlah apa yang dilakukan dan dikatakan oleh sang Baginda.

Beliau dengan suara lembut dan penuh tuntunan justru balik bertanya: wahai anak muda, engkau suka bila perzinaan itu terjadi atas diri ibumu?” Tentu saja, pemuda itu sangat kaget dan sontak menjawab : “Tidak. Demi Allah, biarlah Allah menjadikan diriku sebagai tebusanmu.”

Rasulullah pun menimpali :”Demikianlah perasaan orang lain, ia juga tidak suka bila hal itu terjadi pada diri ibunya.” Rasulullah pun mengajukan pertanyaan serupa pengandaian bila perzinaan terjadi pada anak perempuan dan bibi sang pemuda. Pemuda itu pun menjawab dengan jawaban yang sama.

Rasulullah bersabda : ”Wahai anak muda, ketahuilah bahwa tidak seorang pun yang rela terhadap perbuatan yang menodai kehormatan keluarganya.”.

Sangat luar biasa! Lihatlah dialog dakwah yang mengesankan tersebut. Rasulullah tidak memborbardir pemuda tersebut dengan dalil hukum, dosa dan siksa zina. Beliau mengajak pemuda tersebut berpikir dengan akal sehat tentang keburukan serupa jika terjadi pada keluarganya.

Pertanyaan tentang keluarga menusuk hati dan emosi siapapun. Karena itulah, Rasulullah mengajak pemuda tersebut berpikir jernih jika keburukan itu dilakukan orang lain kepada keluarganya. Jika kamu tidak ingin orang lain melakukan keburukan kepada keluargamu jangan lakukan keburukan itu kepada keluarga orang lain. Sangat sederhana tetapi mengena siapapun yang mendengarnya.

Kasus semua keburukan akan sama. Jika engkau tidak rela hartamu ataupun harta keluarga diambil orang lain, kenapa kamu akan melakukan hal sama kepada orang lain. Jika engkau tidak rela keluargamu menjadi korban kekerasan atau teror atau seperti korban bom bunuh diri, kenapa engkau lakukan itu kepada orang lain yang memiliki keluarga yang sama.

Korban semisal bom bunuh diri yang tidak bersalah itu mempunyai istri, anak yang masih kecil dan sanak famili. Ketika kamu bunuh dosamu tidak hanya karena membunuh, tetapi menelantarkan keluarga mereka tanpa seorang ayah. Jika itu tidak mau terjadi pada dirimu kenapa harus kamu lakukan itu kepada keluarga orang lain?

Demikianlah dakwah Rasulullah mengajak mata hati dan akal sehat kita dalam berpikir jernih. Lalu, di akhir dialog dakwah yang mengesankan itu Nabi menutup dengan kata-kata indah :”Ya Allah, ampunilah dosanya, sucikanlah hatinya, dan peliharalah kemaluannya (jauhkan dari zina).”

Kenapa do aitu penting? Karena itulah bentuk tawakkal kita setelah berusaha dalam berdakwah. Siapapun termasuk Nabi tidak berhak dan mampu merubah hati seseorang. Tugas manusia adalah menyampaikan, sementara kuasa Allah yang bekerja kemudian.

Bukan ranah pendakwah untuk memaksa orang lain berubah atau meraih hidayah. Apa yang diajarkan Nabi, dakwah dengan santun dan dialogis itu sampai pada usaha mendoakan sebagai bentuk tawakal. Selanjutnya biarlah Allah yang bekerja dengan kuasaNya.

Hadist yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad ini mengandung nilai yang sangat bermakna dalam berdakwah. Sebuah tuntunan dakwah yang inspiratif yang patut menjadi pedoman bagi kita dalam melihat dan mengajak orang lain untuk menjauhi keburukan.

 

Bagikan Artikel ini:

About redaksi

Check Also

Ken Setiawan 1

Lemahnya Literasi dan Pemahaman Agama Sejati Buka Celah Radikalisme di Kalangan Pelajar

Jakarta – Pendiri NII Crisis Center, Ken Setiawan, menilai lemahnya literasi dan pemahaman agama yang …

terduga pelaku ledakan SMAN 72 copy

Pelaku Ledakan di Sekolah Tak Anti-Islam, Dipicu Masalah Emosional

Jakarta — Polda Metro Jaya menegaskan bahwa insiden ledakan di Masjid SMAN 72 Jakarta tidak …