Al-Quran menjelaskan bahwa Amal setiap jiwa tidak akan diperhitungkan berdasarkan dosa orang lain, seseorang tidak akan memikul dosa orang lain. Setiap individu bertangguang jawab atas perbuatan dirinya sendiri, bukan perbuatan yang dilakukan orang lain. Dalam al-Quran terdapat lima ayat yang menunjukkan tentang seseorang tidak akan memikul dosa ataupun beban orang lain, yaitu al-Quran Surat al-Najm ayat 38, QS. Faathir: 18, Qs. AL-Zumar:7 QS Al-An’am: 164 dan QS. al-Isra’ ayat 15. Berikut beberapa penjelasan tentang ayat-ayat seseorang tidak akan memikul dosa oranglain.
Al-Najm: 38
أَلَّا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَىٰ
“(Yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.” (QS. Al-Najm: 38)
Wahbah az-Zuhaily dalam tafsir al-Munir menafsirkan bahwa Sesungguhnya tiada seorang pun yang memikul dosa orang lain. Dan seorang manusia tiada memperoleh melainkan apa yang telah diusahkanya berupa kebaikan. Ia tiada memperoleh apapun dari kebaikan yang dilakukan orang lain. Dan apa yang telah ia lakukan di dunia akan terlihat di akhirat kelak, dan dilihat oleh penduduk akhirat sebagai penghormatan dan pemuliaan bagi orang yang berbuat baik dan sebagai hinaan bagi orang yang berbuat jelek, kemudian seseorang manusia di beri balasan atas usahanya dengan balasan yang paling sesuai dan yang paling sempurna. Tempat kembali dan ujung akhir pada hari kiamat setelah kematian, dan Allah swt yang menjadikan siapa saja yang dikehendaki-Nya bisa tertawa dan bahagia, dan ia yang membuat menangis bagi siapa saja yang di kehendaki-Nya.
Sebab turunnya ayat ini adalah, Mujahid dan Ibnu Zaid dalam keterangan yang di riwayatkan oleh al-Wahidi dan Ibnu Jarir, menjelaskan bahwa ayat-ayat tersebut turun menyangkut diri al-Walid bin Mughirah. Waktu itu, ia telah mengikuti Rasulullah saw, di atas agama beliau. Lalu ada sebagian orang musyrik mencela dan mencibirnya dan berkata, “kenapa kamu meninggalkan agama para leluhur dan mengatakan bahwa mereka adalah sesat?” lalu al-Walid bin Mughirah berkata, “Aku takut kepada azab Allah swt.” Lalu orang tersebut mengatakan kepada al-Walid bin Mughirah jika ia mau memberinya sejumlah harta dan mau kembali musyrik lagi, dirinya menjamin bersedia untuk memikul dosa dan mengambil alih azab Allah Swt untuk dirinya. Lalu al-Walid bin Mughirah pun memberinya sebagian dari harta yang di sepakati, kemudian ia tidak memberi lagi memberi sisanya. Lalu Allah Swt pun menurunkan ayat ini, juga hal serupa dijelaskan oleh Quraish Shihab dalam kitabnya Al-Misbah.
Faatir: 18
“Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. dan jika seseorang yang berat dosanya memanggil (orang lain) untuk memikul dosanya itu Tiadalah akan dipikulkan untuknya sedikitpun meskipun (yang dipanggilnya itu) kaum kerabatnya. Sesungguhnya yang dapat kamu beri peringatan hanya orang-orang yang takut kepada azab Tuhannya (sekalipun) mereka tidak melihatNya dan mereka mendirikan sembahyang. dan Barangsiapa yang mensucikan dirinya, Sesungguhnya ia mensucikan diri untuk kebaikan dirinya sendiri. dan kepada Allahlah kembali(mu).” (QS. Faathir: 18)
Wahbah al-Zuhaily dalam tafsir al-Munir menjelaskan bawa di sini Allah SWT mengajak mereka untuk merenungkan dan memikirkan masa depan, serta menginformasikan kepada mereka tentang tanggungjawab personal bagi tiap-tiap manusia hanya akan memikul tanggung jawabnya sendiri-sendiri dan hanya bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Seseorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Ini sama sekali tidak menghalangi pelipat gandaan dosa para pemimpin dan pemuka kesesatan yang menyesatkan orang lain, sebagaimana yang dinyatakan oleh Allah Swt dalam ayat: “Dan Sesungguhnya mereka akan memikul beban (dosa) mereka, dan beban-beban (dosa yang lain) di samping beban-beban mereka sendiri, dan Sesungguhnya mereka akan ditanya pada hari kiamat tentang apa yang selalu mereka ada-adakan.” (QS. al-‘Ankabuut:13)
Qs. Al-Zumar:7
Manusia beriman atau tidak hal itu tidak merugikan Tuhan sedikitpun. masing-masing memikul dosanya sendiri- sendiri. Kemudian Allah menginformasikan prinsip tanggung jawab individu di dunia dan di akhirat yang merupakan salah satu kebanggan islam, seseorang tidak akan memikul, kesalahan dan kejahatan orang lain, masing-masing diminta pertanggungjawaban atas urusannya dan amal perbuatanya, baik maupun buruk perbuatanya tersebut.
QS Al-An’am: 164
Firman Allah swt. “Dan tidaklah seseorang dosa melainkan kemudharatanya kembali kepada dirinya sendiri, dan seseorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain,” memberitakan tentang peristiwa yang terjadi pada hari kiamat berkenaan dengan dengan balasan Allah, hikmah dan keadilan-Nya, bahwa seseorang hanyalah diberi balasan karena amal yang dilakukannya. Jika amalnya baik, maka balasan baik pula yang ia dapatkan begitupula sebaliknya jika amalnya buruk, keburukan pula yang ia dapatkan.
Dalam tafsir al-Munir dijelaskan bahwa Sebab turunnya ayat ini adalah orang-orang kafir berkata kepada Nabi Muhammad Saw., “kembalilah kamu wahai kepada agama kami, sembahlah tuhan-tuhan kami, tinggalkanlah apa yang ada pada padamu. Kami akan menjamin untukmu dan semua pengikutmu yang kamu harapkan di dunia dan di akhiratmu.” Maka turunlah ayat ini, ini adalah pertanyaan yang menunjukkan penegasan dan celaan.
Firman Allah Swt, menunjukkan bahwa seseorang tidak ditindak kecuali kemaksiatan yang dia lakukan sendiri, kesalahan yang di perbuat. Ayat ini dijadikan oleh imam Syafi’I sebagai dalil bahwa jual beli yang dilakukan oleh orang yang tidak mempunyai ha atas barang adalah tidak boleh. Kalangan Malikiyah menolak pendapat itu dan mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ayat dengan ayat ini bukan menanggung pahala dan dosa di dunia berdasar firman Allah tersebut, sehingga jual beli yang di lakukan oleh orang yang tidak berhak atas barang menurut Malikiyah dan Hanafiyah tergantung izin pemilik.
Jika dia mengizinkan, boleh dengan dalil bahwa Urwah al-Barqi menjual kepada Nabi Muhammad saw., membeli, dan membelanjakanya dengan tanpa melalui perintahnya, lalu beliau menolaknya. Dalam hadits ini ada petunjuk mengenai kebolehan wakalah yang disepakati oleh para ulama, sebagaimana menunjjukan bahwa al-Wakil (orang yang mewakili) kalau membeli barang denagan uang yang diberikan kepadanya-misalnya satu dinar atau satu dirham untuk satu rithl daging, tetapi dia membeli empat rithl daging dengan jenis yang sama, semuanya berpendapat mengharuskan orang yang mewakili melakukan perbuatan baik. Ini adalah pendapat Malikiyah dan dua muru Abu Hanafah. Imam Abu Hanifah mengatakan bahwa tambahan adalah untuk pembeli. Hadits Urwah adalah hujjah bagi mereka yang membantahnya
Al-Isra’ ayat 15
“Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), Maka Sesungguhnya Dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri, dan Barangsiapa yang sesat Maka Sesungguhnya Dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul.” (QS. al-Isra’ ayat 15)
Penetapan prinsip tanggung jawab pribadi merupakan salah satu kebanggaan dalam islam. Ini adalah salah satu prinsip dalam islam yang merevisi konsep memberlakukan sanksi dikalangan orang-orang Romawi, prang-orang Arab, dan lainya yang menjatuhkan sanksi bukan pada pelaku.
Setelah menjelaskan waktu dan perbuatan manusia di dalamnya, Allah Swt lalu menyebutkan prinsip konsekuensi atau tanggung jawab dari perbuatan, yang baik maupun yang buruk, sebagaiman Allah Swt menjelaskan di ayat sebelumnya, Allah berfirman yang artinya, kami jadikan perbuatan manusia selalu menyertainya seperti kalung indah yang ada di lehernya jika itu adalah perbuatan baik. Atau seperti belenggu yang tidak akan terlepas darinya. Hukuman akan berlipat ganda bagi penyeru kesesatan karena perbuatan mereka itu mempengaruhi orang lain untuk melakukanya. Dan hukuman itu tidak menggugurkan dosa dan hukuman bagi orang-orang yang mengikuti mereka dalam kesesatan.
Tanggung jawab adalah beban yang dipikul oleh seseorang akibat sesuatu amalan yang ia lakukan di muka bumi ini, baik karena ucapan maupun perbutan ataupun karena diamnya. Apa yang dilakukan sesorang maka semuanya akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah swt, tanggung jawab sebagai pengontrol kebebasan manusia.
Manusia bebas melakukan apa saja yang mereka inginkan, tapi itu semua harus ada pertanggung jawabanya. Hubungan timbal balik antara pengertian kebebasan dan tanggung jawab dalam arti bahwa manusia itu bebas memilih dan bebas melakukan, maka konsekuensinya manusia harus bertanggung jawab atas perbuatanya. Tidak ada kebebasan tanpa adanya tanggung jawab, demikian pula sebaliknya tidak ada tanggung jawab bila suatu perbuatan dilakukan secara bebas. Setiap amal yang dilakukan manusia otomatis akan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah kelak, baik itu berupa amal kebaikan maupun amal kebururukan.
Islam Kaffah Media Pembelajaran Islam Secara Kaffah