Semarang – Teror bom bunuh diri di depan Gereja Katedral Makassar, Minggu (28/3/2021) dan penyerangan Mabes Polri, Rabu (31/3/20210, dinilai sangat merugikan umat Islam karena merusak ukhuwah Islamiyah dan menimbulkan kecurigaan. Para pelaku teror itu yang notabene adalah anak muda atau generasi milenial telah salah kaprah mengartikan jihad.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Tengah KH. Ahmad Darodji mengatakan paham radikal merupakan penerapan dari salah kaprah soal arti jihad. Darodji menegaskan jihad berarti berjuang bukan berperang, bukan juga berarti saling membenci kemudian melakukan teror.
“Jihad bukan berarti perang tapi berjuang. Di Alquran disebutkan ‘jihad lah dengan uangmu dan dirimu’. Dengan dirimu itu misal kerja bakti. Jadi tidak ada perang. Jihad harus dikembalikan ke makna aslinya. Berjuang,” jelasnya.
“Manusia harus hablumminallah dan hablumminannas. Hadis Nabi bagaimana Nabi bertoleransi dan bersahabat,” imbuhnya.
Ia menegaskan dampak dari aksi teror yang mengatasnamakan Islam sangat merugikan. Selain munculnya korban, juga menimbulkan kecurigaan terhadap umat Muslim.
“Terorisme itu merusak hubungan kita dan ukhuwah kita. Satu orang salah dan bunuh diri, kecurigaan pada umat Islam banyak, kan merugikan kita. Kasihan yang tidak berbuat dan kasihan korban. Dalam Islam dikembangkan kasih sayang, tidak ada mengajarkan kasih sayang dengan marah. Orang Islam itu disuruh tebar kasih sayang bukan terorisme, bukan ketakutan. Ayo kembalikan pada ide kita pada komitmen menjaga Islam rahmatan lil’alamin. Wujudkan itu dengan cara bagus, berdakwah yang sesuai,” urai Dardji.
Karena itu, ia menyarankan kepada masyarakat, khususnya generasi muda untuk belajar pada guru atau penceramah yang benar. Mereka adalah guru atau peneramah yang jauh dari radikalisme. Ini penting agar tidak lagi terjadi salah pemahaman karena Islam sebenarnya mengajarkan kasih sayang, bukan teror.
“Jemaah memilih mubalig, penceramah, dan khatib yang tidak garis keras, tidak radikal,” kata tukasnya.
Ia kembali menegaskan soal ajaran menghargai pemeluk agama lain yang sudah ada dalam hadis dan kisah Nabi Muhammad SAW.
“Nabi itu mengajarkan Islam dengan cara damai, bagaimana toleran dengan Yahudi, Nasrani, dan agama lain. Sudah dicontohkan Nabi, jadi kenapa tidak mengikuti Nabi,” tegasnya.