Muhammad Syauqillah PhD
Muhammad Syauqillah PhD

BPET MUI: Ciptakan Kesantunan Bermedsos dengan Penguatan Akhlak dan Nilai-Nilai Pancasila

Jakarta – Media sosial bukan sekedar ruang berinteraksi, tetapi juga menjadi ruang ekspresi diri dan cara orang menampakkan diri. Namun niatnya mau berekspresi diri  tapi justru malah kebablasan, dengan menjadikan media sosial untuk menghakimi, mencaci, memprovokasi, sebar hoaks, ujaran kebencian, diskriminasi, perundungan (bullying) hingga kekerasan verbal yang memecah persatuan.

Ketua Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme Majelis Ulama Indonesia (BPET MUI), Muhammad Syauqillah, M.Si, Ph.D, menilai hal tersebut sebagai fenomena yang memprihatinkan dan sangat jauh dari nilai budaya bangsa yang terkenal sebagai bangsa yang ramah, berakhlak dan sarat akan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupannya. Hal inilah yang menurutnya perlu kembali dikedepankan.

“Ini menjadi satu arus untuk kemudian kita membuat gerakan di media sosial itu menjadi sangat ramah. Itu perlu kita kedepankan. Akhlak terhadap orang lain, bagaimana akhlak terhadap orang yang berbeda pendapat, orang yang berbeda keyakinan dan juga termasuk kepada orang yang berbeda agama, yang mana semua itu sesuai dengan nilai-nilai dari Pancasila,” ujar Muhammad Syauqillah, Selasa (27/9/2022).

Dirinya melanjutkan, Pancasila yang merupakan payung besar yang menaungi berbagai keragaman dengan jaminan kehidupan yang aman, sejahtera, adil dan makmur dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pancasila pun sudah terbukti mampu melindungi segenap anak bangsa dari berbagai upaya upaya perpecahan.

“Kita berhadapan dengan bagaimana konten yang isinya ideologi yang anti Pancasila itu. Nah kalau seperti ini terus kita kan masih sering melihat orang kampanye soal Khilafah, orang kampanye soal Daulah Islam, dan sebagainya. Menurut saya harus perlu untuk disikapi bagaimana menghadapi yang menyebarkan ideologi yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila itu,” ungkapnya.

Menurutnya para tokoh agama memiliki peran dan pengaruh yang strategis untuk mempengaruhi pola pikir dan memberikan literasi keagamaan  dan membekali umat untuk mencintai keurukunan dan persatuan baik di dunia maya maupun dunia nyata.

“Tokoh agama itu berada pada posisi yang sangat didengar oleh masyarakat, dimana  Indonesia ini adalah negara yang agamis. Tokoh-tokoh agama bisa menaungi umat, menaungi bangsa ini dalam kerukunan dan persatuan,” ucap  Kepala Program Studi Kajian Terorisme, Universitas Indonesia ini.

Literasi keagamaan, menurutnya perlu didorong diantara sesama anak bangsa. Ini penting agar ketika masyarakat mendapati isu-isu yang muncul di media sosial, masyarakat memiliki daya tangkal untuk bisa memfilter. Tidak hanya literasi keagamaan, juga literasi bermedia sosial, serta literasi kognitif perlu digalakkan sebagai upaya  mitigasi.

“Jadi jangan sampai kemudian ketika menerima isu-isu itu responnya jadi destruktif, apalagi yang bertentangan dengan ideologi dan nilai-nilai dari Pancasila. Itu yang harus kita hindari,” ujar pria yang akrab disapa Gus Syauqi ini.

Peraih gelar Doctor of Philosophy (PhD) bidang Ilmu Politik dari Marmara University, ini menilai menjelang tahun politik 2024 nanti, media sosial akan kembali menjadi platform yang efektif sebagai arena pertarungan politik yang berpotensi menimbulkan perpecahan.

“Dengan menggunakan media sosial itu tidak ada biaya yang tinggi. Cukup bikin konten, menghasut, menyebarkan kebencian, lalu kemudian melakukan intimidasi atas perbedaan pilihan politik. Ini kita tidak bisa lagi melakukan diskusi, tapi kita perlu kerja keras untuk mereduksi adanya upaya-upaya penggunaan media sosial untuk mengkampanyekan intimidasi politik terhadap perbedaan politik,” kata Syauqi.

Ia menyebutkan setidaknya ada tiga hal yang bisa dilakukan guna mencegah penyalahgunaan penggunaan media sosial sebagai alat untuk propaganda yang dapat menimbulkan perpecahan di tengah masyarakat.

“Pertama, publik harus diedukasi. Kedua, mau tidak mau kita harus memperkuat Civil Society dengan pelibatan masyarakat. Dan yang ketiga, aparat penegak hukumnya juga harus tegas,” ujarnya.

Ia menilai, sejauh ini peran pemerintah sudah cukup tegas. Na kondisi media sosial telah sampai pada arus pertumbuhan informasi yang luar biasa cepat dan banyak. Seperti kampanye kelompok radikal yang seakan mati satu tumbuh seribu. Fakta ini mengharuskan dibuatnya payung hukum yang tegas untuk itu.

“Perlu adanya payung hukum agar mati satu tumbuh seribu itu bisa kita hilangkan.  Karena kalau begini terus satu sisi media sosialnya tumbuh dan berkembang ada berbagai macam kemanfaatan, tapi di sisi lain ada juga orang yang memanfaatkan untuk penyebaran ideologi kebencian,” ucap Syauqillah..

Bagikan Artikel ini:

About redaksi

Check Also

Pelatihan Guru di Serang 1

Era Digitalisasi, Perlu Strategi Baru Bentengi Generasi Muda dari Intoleransi dan Radikalisme

Serang – Peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang jatuh pada tanggal 2 Mei harus bisa …

Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar copy

Bulan Syawal Kesempatan Umat Islam Jadi Ahli Zikir

Jakarta – Bulan Syawal adalah kesempatan umat Islam menjadi hamba-hamba Allah yang ahli zikir. Syawal sendiri memiliki …