Pertanyaan seperti ini sebenarnya salah satu pertanyaan yang tidak boleh diajukan bagi umat Islam yang beriman menurut Ahlussunnah wal Jama’ah. Sebab pertanyaan demikian seolah-olah Allah swt ada pada suatu tempat yang itu merupakan sifat makhluk. Hanya saja tempat itu tidak diketahui. Namun dalam rangka meluruskan sebuah pemahaman yang keliru, maka penting menanyakan hal tersebut sebagai pintu masuk kepada suatu pemahaman yang lebih benar. Jadi bukan semata-mata karena meragukan keberadaan Allah swt.
Sebagaimana sudah maklum, kelompok Mujassimah dan Musyabbihah yang sekarang pola pikir dan akidah mereka diadopsi oleh Salafi Wahhabi menetapkan bahwa Allah swt berada di suatu tempat, yaitu di atas ‘Arsy. Dan mereka juga meyakini bahwa Allah swt sebelum menciptakan ‘Arsy berada di suatu tempat yang disebut dengan ‘Ama’. Keyakinan ini didasarkan kepada hadits dari pamannya Abu Razin yang bertanya kepada Nabi saw tentang di mana Allah swt sebelum menciptakan makhluk ? Lalu Nabi saw menjawab:
كَانَ فِي عَمَاءٍ مَا تَحْتَهُ هَوَاءٌ وَمَا فَوْقَهُ هَوَاءٌ ثُمَّ خَلَقَ عَرْشَهُ عَلَى الْمَاءِ
Artinya: “Allah berada di Ama’, yang dibawah dan diatasnya adalah kekosongan. Kemudian Allah menciptakan Arsynya yang berada di atas air” (HR. At Tirmidzi dan lainnya)
Hanya saja, keyakinan ini terbentur ketika ditanyakan: Apakah ‘Ama’ itu makhluk atau bukan ? Apakah ‘Ama’ itu qadim (dahulu) atau hadits (baru)? Sampai dipertanyaan ini, mereka tidak berani menjawab dengan jujur.
Berbeda dengan Ahlussunnah wal Jama’ah. Ahlussunnah wal Jama’ah sejak awal menolak Allah swt berada disuatu tempat, baik setelah menciptakan makhluk atau sebelum menciptakannya. Dan ini merupakan ijma’ dalam Islam selain kelompok Ahlul Ahwa’ dari Mujassimah dan Musyabbihah.
Abdul Qahir al Baghdadi, pengarang kitab Al Farqi Bayna Firoq juga menjelaskan bahwa Allah swt tidak berada di suatu tempat baik sesudah maupun sebelum menciptakan alam. Keberadaan Allah swt saat ini sama sebelum Allah swt menciptakan alam.
قَدْ كَانَ وَلَا مَكَانَ وَهُوَ اَلْآنَ عَلَى مَا كَانَ
Artinya: “Allah sungguh-sungguh ada dan tidak ada tempat baginya. Keberadaan Allah sekarang, sesuai dengan keadaannya”
Imam Haramain juga berkata:
هُوَ الْمَوْجُوْدُ الْمُسْتَغْنِي عَنِ الْمَحَلِّ
Artinya: “Allah ada tanpa butuh kepada tempat”
Adapun dalil yang menjadi bukti bahwa Allah swt tidak ada di suatu tempat sebelum ia menciptakan makhluk adalah hadits di atas yang juga dijadikan dasar oleh kelompok Mujassimah dan Musyabbihah. Hanya saja pemahaman Ahlussunnah wal Jama’ah tentang ‘Ama’ itu bukan suatu tempat. Ini dibuktikan dengan kata “ma tahtahu hawa’ wa ma fawqahu hawa’” (di atas dan di bawahnya adalah kekosongan). Pernyataan ini menurut ulama’ ahli hadits, seperti imam al Baihaqi menunjukkan Allah swt tidak ada di suatu tempat. Sebab jika di bawah dan di atasnya tidak ada apa-apa berarti itu bukan suatu tempat. Karena tempat pasti ada atas dan bawah. Imam al Baihaqi berkata:
فَإِنْ لَمْ يَكُنْ فَوْقَهُ شَيْئٌ وَلَا دُوْنَهُ شَيْئٌ لَمْ يَكُنْ فِي مَكَانٍ
Artinya: “Jika di atasnya tidak ada sesuatu dan di bawahnya tidak ada sesuatu maka berarti tidak ada di suatu tempat”
Jadi, bagi Ahlussunnah Wal Jama’ah, Allah swt tidak bertempat sebelum diciptakannya alam ini. Keberadaan Allah swt yang sekarang sama dengan Allah swt sebelum ada alam, yaitu suci dari tempat.
Wallahu a’lam