fikri murtadha

Hati-hati Menista Agama : Pelajaran dari Kasus TikToker Fikri Murthadha

Kasus TikToker asal Deli Serdang, Sumatera Utara, Fikri Murthadha, yang ditangkap atas dugaan penistaan agama Kristen dan Katolik memang teramat menyedihkan. Dalam video yang diunggah di media sosial ia mengucapkan:

“Karena Tuhan yang kalian sembah itu, yang digantung, bagi umat Katolik dia digantung, kalau Protestan dia tidak digantung. Bagi kalian yang masih menyembah itu, tolong pulang nanti setelah kalian tobat. Tolong pulangkan nanti tiang itu nanti ke PLN. Biar ada untuk gantung travo sama kabel. Berubah lah gereja kalian itu jadi masjid”.

Dalam keterangannya ketika sudah ditangkap aparat kepolisian, dia mengaku video itu hanya jokes. Ia pun meminta maaf atas candaan yang sudah melewati batas tersebut. Aksi tidak terpuji ini memperlihatkan memberikan kita banyak pelajaran, terutama mengenai batasan dalam menggunakan candaan dan ucapan yang bisa menyinggung atau menista kepercayaan orang lain.

Dalam Islam, menghina dan menista agama adalah perbuatan yang sangat tidak terpuji dan dilarang. Al-Quran memberikan pesan yang sangat jelas mengenai ini: “Dan janganlah kamu memaki sesembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa dasar pengetahuan. Demikianlah, Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan tempat kembali mereka, lalu Dia akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan” (QS Al-An’am: 108).

Pesan penting dari ayat ini adalah bahwa kita tidak boleh memaki atau mengejek agama orang lain, karena ini dapat memicu reaksi serupa terhadap agama kita sendiri. Ini adalah panggilan untuk menjaga kebebasan beragama dan saling menghormati antar umat beragama. Dalam Islam, menghina atau menista agama orang lain adalah tindakan yang sangat serius.

Jika seseorang memiliki perbedaan pandangan dengan non-Muslim, Islam memberikan panduan yang sangat bijak: “Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang baik, kecuali dengan orang-orang yang zalim di antara mereka, dan katakanlah, ‘Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhan kamu satu; dan hanya kepada-Nya kami berserah diri'” (QS Al-Ankabut: 46).

Pesan luar biasa dari ayat ini adalah pentingnya berkomunikasi dengan cara yang baik dan beradab, terutama dengan orang-orang yang memiliki keyakinan yang berbeda. Ini adalah panggilan untuk menjaga dialog yang saling menghormati dan memahami perbedaan, bukan menghina atau menista keyakinan orang lain.

Larangan menghina dan menyakiti non-Muslim juga terdokumentasi dalam hadis Nabi Muhammad SAW: “Barangsiapa menyakiti seorang dzimmi (non-Muslim yang hidup di bawah perlindungan negara Islam), maka ia seperti menyakitiku, dan barangsiapa menyakitiku, maka ia telah menyakiti Allah.” Hadist ini menegaskan larangan keras terhadap tindakan yang melukai atau menghina non-Muslim, mengingat bahwa Islam mengajarkan kebijaksanaan, toleransi, dan sikap hormat terhadap hak asasi manusia.

Non muslim yang berada dalam pertanggungan umat Islam dalam sejarah Nabi adalah sama derajatnya. Siapa yang menyakiti mereka seperti halnya menyakiti Nabi. Begitu pula, siapa pun yang menghina mereka seperti pula menghina Nabi. Bukanlah hal mulia dalam Islam untuk mengejek, menghina dan memaki sesembahan orang lain. Tidak ada ayat dan hadist dalam Islam yang menganjurkan umat Islam untuk merusak hubungan harmonis dengan yang berbeda agama.

Masyarakat perlu mendidik diri sendiri dan orang-orang di sekitar mereka tentang pentingnya menghormati perbedaan dan keyakinan. Menciptakan kesadaran tentang dampak negatif yang dapat timbul dari penistaan agama harus menjadi bagian dari pendidikan dan budaya masyarakat.

Dalam Islam, Nabi Muhammad SAW adalah contoh yang sangat baik dalam menghadapi perbedaan keyakinan. Beliau selalu menjaga sikap yang lembut dan penuh kasih sayang terhadap non-Muslim. Beliau mengajarkan pentingnya toleransi, saling pengertian, dan sikap hormat terhadap semua orang, tanpa memandang agama atau latar belakang etnis.

Kasus TikToker Fikri Murthadha adalah pengingat yang menyedihkan tentang bahaya tindakan yang merendahkan agama orang lain. Ini adalah momen untuk merenungkan betapa pentingnya menjaga kebebasan beragama dan menghormati keyakinan orang lain. Semua orang memiliki hak untuk menjalani kehidupan mereka sesuai dengan keyakinan dan agama mereka tanpa takut akan penistaan atau penghinaan. Menghormati perbedaan adalah langkah pertama menuju perdamaian dan toleransi di masyarakat.

Bagikan Artikel ini:

About Farhah Salihah

Check Also

ramadan

Ramadan Berlalu, Perilaku Koq Masih Seperti Dulu

Hanya sebentar setelah berakhirnya bulan Ramadan, kita sering kali merasakan betapa cepatnya kita melupakan pelajaran …

madinah

Siapa yang Mengangkat Nabi Muhammad Menjadi Pemimpin di Madinah?

Persoalan kepemimpinan politik sejak dulu memang menjadi salah satu perhatian serius umat Islam. Tentu saja, …