in syaa allah
in syaa allah

In Syaa Allah: Percaya Bahwa Allah-lah yang Mengatur Semua Urusan Kita

Di suatu kota, didapati seorang pemuda yang telah memutuskan untuk menjual sepeda motornya. Karena motornya masih dalam kondisi yang sangat baik, pemuda itu tahu bahwa dirinya dapat menjualnya dengan harga yang sangat bagus.

Sebelum ke pasar untuk melaksanakan niatnya tersebut, sang pemuda melewati rumah tetangganya. Ia seorang pensiunan tua yang kerap duduk di halaman depan rumahnya, di kursi kayu favoritnya, sambal melihat dunia berlalu.

“Assalamualaikum anak muda yang baik, wahai tetanggaku yang baik, mau pergi kemana engkau gerangan?” tanya tetangga sang pemuda itu.

“Hari ini saya hendak menjual sepeda motor saya ini ke pasar, kakek. Belakangan, saya kerap mendapati banyak permintaan untuk jenis sepeda motor seperti milik saya ini. Saya akan mendapatkan banyak uang dari menjualnya, dan saya akan menggunakannya untuk membuka usaha kecil-kecilan,” jawab sang pemudia.

“Nak, jangan lupa untuk mengatakan, ‘In syaa Allah’,” tetangga yang bijaksana itu mengingatkannya.

“Untuk apa? Saya sudah dalam perjalanan ke pasar sekarang. Mengapa saya harus mengatakan ‘In syaa Allah’?”

“Saya punya sepeda motor di sini. Saya akan pergi ke pasar yang sangat sibuk dengan banyak pembeli yang tertarik dan motor saya dalam kondisi yang sangat bagus! Tipe motor saya juga sangat populer. Saya yakin akan menjualnya hari ini!” pemuda yang sombong itu menyindir.

Tetangganya yang berjanggut putih menggelengkan kepalanya tanda tidak setuju.

Dengan seringai di wajahnya, pemuda sombong itu pergi ke pasar untuk menjual sepeda motornya.

“Orang tua yang konyol,” ia mengejek.

Siang telah tiba.

Pemuda itu berdiri di pasar, menunggu berjam-jam untuk mendapatkan pembeli. Tak seorang pun tampak tertarik dengan sepeda motornya. Beberapa orang hanya melihat motornya selama beberapa detik dan kemudian berjalan terus dengan tatapan tidak tertarik. Ia mulai putus asa dan kecewa. Hari itu hampir berakhir.

Akhirnya, menjelang sore hari, seorang pelanggan yang bersemangat melihat motornya dan memeriksanya selama lebih dari beberapa menit.

“Berapa harga motor ini?” tanya pelanggan tersebut.

“Inilah waktu yang ditunggu-tunggu, akhirnya ada pembeli!” pikir pemuda dalam hati.

“Rp. 35.000.000!” katanya kepada calon pembeli. Jelas, pemuda itu meluap-luap kegirangan saat dirinya mengatakan harganya.

“Biarkan saya mengujinya terlebih dahulu, baru saya putuskan,” pria itu menawarkan.

“Tentu!” ia segera memberikan helm dan kuncinya, “Saya yakin Anda tidak akan kecewa.”

Calon pembeli naik ke atas sepeda motor dan pergi. Pemuda itu merasa yakin bahwa ia tidak akan pulang dengan tangan kosong hari ini.

Setengah jam berlalu. Satu jam berlalu. Dua jam berlalu. Pembeli itu tidak terlihat di mana pun!

Pemuda itu menunggu dan menunggu sampai kios-kios di pasar sudah penuh dan semua pengunjung pasar sudah pulang. Hari mulai gelap, tetapi ia memutuskan untuk menunggu beberapa jam lagi. Ia menjadi sangat lelah sehingga ia mulai tidur di atas batu.

Kukuruyuuuukkkk….!!

Pemuda itu terbangun oleh kokok ayam jantan yang tinggal di sebuah peternakan di dekatnya. Hari sudah pagi!

Subahanallah. Pemuda itu duduk dan melihat sekelilingnya. Masih belum ada tanda-tanda sepeda motornya.

Dengan air mata yang mengalir di matanya, ia akhirnya menyadari bahwa dirinya telah ditipu.

Dalam perjalanan pulang, ia bertemu lagi dengan tetangga tua yang baik hati itu. Ia penasaran dengan apa yang telah terjadi.

“Jadi, anakku. Bagaimana hasilnya? Kamu sudah mendapatkan uangmu?”

Dengan kepala tertunduk, pemuda yang patah hati itu menangis sambil menjawab, “In syaa Allah, saya pergi ke pasar. In syaa Allah, seseorang menguji sepeda motor saya. Insya Allah, saya menunggu lama. In syaa Allah, motor saya tidak kembali. In syaa Allah, saya berjalan pulang ke rumah.”

“Hei, hei, tunggu, ada apa, anakku? Apa yang terjadi?” orang tua itu benar-benar prihatin.

“Saya menyesal tidak mengatakan ‘In syaa Allah’. Anda benar, Kakek.”

“Dengar, anakku, bukan kalimat ‘in syaa Allah’ yang menentukan keberhasilan kita. Hanya Allah yang bisa menentukan apakah seseorang berhasil atau gagal. Dengan mengatakan ‘in syaa Allah’ dan percaya bahwa Allah akan memutuskannya untuk kita, kita sedang membuktikan sesuatu kepada Allah. Kita membuktikan kepada Allah bahwa kita tidak yakin apakah rencana kita akan berhasil atau tidak. Dan jika berhasil, itu hanya karena Allah telah menghendaki hal itu terjadi. Ketika kita mengatakan ‘in syaa Allah’, pada saat yang sama, kita juga harus sepenuhnya yakin bahwa kita tidak dapat mewujudkannya sendiri. Kita menyerahkannya kepada Allah untuk memutuskannya, kita menyerahkan hasilnya kepada Allah, kita tunjukkan kepada Allah bahwa kita memahami bahwa Dia mengendalikan situasi. Dia dapat membuat hal itu terjadi atau tidak terjadi. Itu terserah kepada-Nya. Bukan kita.”

Apa pesan yang dapat kita ambil dari kisah di atas?

Apakah Anda tahu arti dari ‘In syaa Allah’?

Artinya: jika Allah menghendaki, atau jika Allah mengizinkannya terjadi, atau bahkan jika Allah mengizinkannya, maka itu akan terjadi.

Allah berfirman dalam QS. Al-Kahfi [18]: 23-24:

Jangan sekali-kali engkau mengatakan terhadap sesuatu, “Aku pasti melakukan hal itu besok,” (23)

kecuali (dengan mengatakan), “Insyaallah.” Ingatlah kepada Tuhanmu apabila engkau lupa dan katakanlah, “Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya daripada ini.” (24).

Surat al-Kahfi memiliki pesan yang indah, di mana Allah mengingatkan kita – Jangan katakan bahwa Anda akan melakukan sesuatu besok atau di masa depan, apakah itu dalam waktu dekat atau sesudahnya, tanpa mengatakan ‘In syaa Allah’, tanpa mengatakan, ‘jika Allah menghendaki’. Tanpa menggantungkannya kepada kehendak Allah. Kita harus bergantung pada izin Allah agar sesuatu terjadi.

Masya Allah.

Jadi, mari kita lihat kisah di atas. Sang kakek telah mengingatkan pemuda untuk mengatakan ‘In syaa Allah’, tetapi pemuda itu menentangnya.

Sang pemuda menganggap bahwa ia tidak bergantung kepada Allah untuk segala sesuatu yang akan terjadi. Dia berpikir bahwa segala sesuatu akan berjalan dengan lancar karena segala sesuatunya telah ia atur sedemikian rupa.

Dia berpikir bahwa mengucapkan ‘In syaa Allah’ hanyalah sebuah takhayul. Dia berpikir bahwa dirinyalah alasan mengapa dirinya sukses. Dia mungkin tidak tahu apa arti ‘In syaa Allah’.

Jadi, janganlah kita seperti pemuda itu, wahai saudara-saudaraku. Mari kita ingat untuk mengatakan, ‘In syaa Allah’ setelah kita merencanakan sesuatu untuk masa depan. Tunjukkan kepada Allah bahwa kita mengerti bahwa Dia yang memegang kendali, bukan kita.

Bagikan Artikel ini:

About Muhammad Hasan Izzurrahman

Check Also

islam radikal

Islam Radikal di Indonesia (2) : Memahami ideologi dan Corak Radikalisme

Berbicara Islam radikal, saya mencoba memulainya dengan pertanyaan apa warna ideologi yang khas dari sebuah …

islam radikal

Islam Radikal di Indonesia (1) : Memahami Istilah dan Menghindari Stigmatisasi

Munculnya gerakan keagamaan yang bersifat radikal merupakan fenomena penting yang turut mewarnai citra Islam kontemporer …