Jakarta – Jaringan Mubalig Muda Indonesia (JAMMI) siap berperan melawan intoleransi dan radikalisme melalui dakwah. Kesiapan itu ditegaskan menyikapi pernyataan Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko yang meminta pondok pesantren lebih berperan dalam menangkap radikalisme dan terorisme. Pasalnya, radikalisme dan intoleransi telah banyak menyusup di tengah masyarakat dan lembaga pendidikan.
“Peringatan itu menjadi wake up call bagi semua pihak,” kata Ketua Umum JAMMI Irfaan Sanoesi, Senin (27/9/2021).
Sebelumnya, Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko menyatakan radikalisme dan intoleransi banyak menyusup di tengah masyarakat dan lembaga pendidikan. Karena itu, lembaga pendidikan sebagai tempat pembentukan karakter secara komprehensif dan kolaboratif sangat penting berperan untuk melawan penyebaran intoleransi dan radikalisme itu. Dalam hal ini pelibatan pesantren menjadi vital.
Irfaan menegaskan, bahwa radikalisme itu tumbuh berawal dari sikap intoleransi. “Embrio paham radikalisme kan sikap intoleransi. Tidak bisa menerima perbedaan, dan memaksakan kehendak. BIN menemukan sekitar 39 persen mahasiswa terpapar paham radikalisme,” tukas Irfaan.
“Sementara itu, embrionya, sikap intoleransi diungkap oleh riset PPIM UIN Jakarta pada tahun 2021. Mereka menemukan 30,16 persen mahasiswa memiliki sikap toleransi yang rendah,” sambungnya.
Oleh karena itu menurut Irfaan, imbauan KSP Moeldoko ini jadi alarm dini bagi semua pihak agar mewaspadai gerakan dan paham terorisme yang menyusup di tengah masyarakat. JAMMI pun siap berperan besar melawan intoleransi dan radikalisme melalui jalur dakwah.
JAMMI juga mengajak semua anak bangsa bahu membahu melakukan upaya preventif terbaik agar paham intoleransi dan radikalisme ini tidak merusak integrasi bangsa.
“Tentu memerlukan dukungan dan political will pemerintah agar dapat melibatkan pesantren dalam tiap program upaya preventif, deradikalisasi maupun counter narasi paham radikalisme apalagi terorisme,” tutupnya.