Pengamat komunikasi politik Hendri Satrio
Pengamat komunikasi politik Hendri Satrio

Jangan Lakukan Kritik Berbau SARA Terutama Agama

Jakarta – Kritik adalah vitamin dalam demokrasi sebagai masukan, nasehat dan aspirasi yang konstruktif. Namun, kritik harusnya dibangun tidak berdasarkan kebencian, menghasut dan memecah belah, apalagi mencaci maki secara personal bukan aspek subtansial. Selain itu jangan lakukan kritik berbau SARA.

“Kritik harus disampaikan dengan baik. Lebih penting lagi, jangan melakukan kritik yang berbau SARA, terutama agama,” kata  pengamat komunikasi politik Hendri Satrio di Jakarta, Selasa (16/2/2021).

Menurut Hendri, kemajemukan Indonesia harus dijadikan spirit untuk terus memperat persatuan Indonesia. Pun perbedaan agama dan keyakinan juga harus menjadi spirit untuk melakukan kritik yang berakhlak dan tidak melanggar norma agama.

“Selalu junjung tinggi asas saling menghormati antar sesama dan kedepankan Persatuan Indonesia,” tukas dosen komunikasi politik Universitas Paramadina ini.

Ia menilai Indonesia dengan demokrasi Pancasila sudah memiliki landasan apik untuk membangun kemerdekaan dan kebebasan berpendapat.

“Indonesia sudah punya teknologi yang diwariskan oleh para pendiri bangsa, teknologi yang sangat canggih dalam sistem demokrasi dan dapat digunakan untuk memecahkan masalah. Namanya musyawarah dan mufakat,” tutur Hendri Satrio.

Hendri menyebut musyararah mufakat adalah sebuah teknologi yang sudah  jarang digunakan bahkan hampir saja dilupakan orang dalam berdemokrasi di Indonesia. Terbukti akhir-akhir ini suasana berbangsa dan bernegara sangat gaduh akibat ‘perang’ kritik baik di media maupun media sosial.

Padahal, lanjut founder lembaga survei KedaiKOPI ini, kalau teknologi musyawarah dan mufakat ini terpelihara dengan baik, berbagai perbedaan pendapat yang ada di Indonesia, akan selesai dengan indah.

“Demokrasi itu perbedaan pendapat wajar dan biasa disampaikan. Kalau selisih paham, ya kita bisa selesaikan dengan bermufakat dan bermusyawarah. Intinya dalam demorasi dalam menyampaikan pendapat Pancasila harus dijadikan dasar dalam berkomunikasi,” ungkap Hendri.

Ia  yakin bila musyawarah dan mufakat itu dilakukan maka komunikasi yang terjadi dalam demokrasi adalah saling menghormati. Dan itu sangat elok dalam membangun dan menjaga keutuhan bangsa dan negara.

Apalagi saat ini banyak sekali musibah dan gangguan yang tengah dihadapi Indonesia. Baik itu berupa pendami maupun serangan ideologi asing.

Selain itu, tutur Hendri, dalam berkomunikasi terutama saatt memberikan kritik, semua pihak harus bisa menjaga emosi. Ini harus dihindari agar pesan komunikasi bisa tersampaikan sehingga tidak berimbas negatif di masyarakat.

Terkait riuh rendahnya kritik atau komunikasi kepada pemerintah yang disampaikan oleh kelompok atau perorangan baik berupa komunikasi politik, sosial, ekonomi, bahkan kebangsaan, dan lain-lain, Hendri memiliki pesan kepada pemerintah.

“Pertama pemerintah harus mempelajari bahasa rakyat dalam menyampaikan kritik. Kadang bahasa berbeda, kesantunan berbeda, dan etikanya berbeda antara rakyat dengan pemerintah,” kata Hendri.

Kalau itu terjadi, ungkapnya, pemerintah harus membuka ruang dialog kepada rakyat yang emosi dengan menyampaikan pendapat dengan kritik tajam.

Hal kedua, lanjut Hendri, pemerintah sebaiknya lebih banyak mendengarkan. Karena dengan mendengarkan pemerintah akan lebih mengerti kondisi masyarkaat yang sebenarnya terjadi.

“Apapun hasilnya, apapun keadannya, pemerintah itu pasti leibh bijaksana dibandingkan rakyat. Oleh karena itu yang harus lebih banyak mengerti dan bersabar adalah pemerintah,” pungkas Hendri Satrio.

Bagikan Artikel ini:

About redaksi

Check Also

060567700 1740995185 830 556

Santri Dari Mutholaah Kitab Kuning Ke Digital

JAKARTA — Santri bukan sekedar pembelajar di pondok pesantren namun lebih jauh santri menjadi penjaga …

082479700 1601026076 830 556

Kiprah Pendiri Pesantren Lirboyo di Medan Perang Kemerdekaan

Jakarta – KH. Abdul Karim atau yang biasa disapa Mbah Manab muassis Pondok Pesantren Lirboyo …