Dikutip Aljazeera, Kamis (18/12/2025), Komando tersebut menjelaskan selama sebulan terakhir, pasukan AS bekerja sama dengan Damaskus telah menghancurkan sekitar 130 rudal, peluru, dan senjata lain milik ISIS.
Komando tersebut menambahkan, operasi militer tersebut telah menggagalkan upaya ISIS untuk membangun kembali kemampuannya, dengan mencatat 14 anggota ISIS tewas dan 119 lainnya ditangkap selama enam bulan terakhir.
Komando Pusat menyebutkan bahwa pasukan AS dan mitranya telah melakukan sekitar 80 operasi di Suriah sejak Juli lalu yang bertujuan untuk memberantas anggota teroris.
Pada akhir November lalu, Komando Pusat AS mengumumkan telah melakukan operasi militer bersama dengan Kementerian Dalam Negeri Suriah yang menargetkan lebih dari 15 gudang dan depo senjata milik ISIS di selatan Suriah dan pinggiran Damaskus.
SENTCOM mengatakan, pasukan AS bekerja sama dengan unit-unit dari Kementerian Dalam Negeri Suriah antara 24 dan 27 November lalu dalam menghancurkan gudang-gudang tersebut melalui serangan udara dan operasi peledakan di lapangan.
Perlu dicatat bahwa koalisi internasional melawan ISIS, yang diikuti oleh puluhan negara sejak didirikan, telah melakukan serangkaian operasi militer besar-besaran melawan ISIS di Suriah dan Irak selama beberapa tahun terakhir.
Sementara itu, pemerintah Suriah tidak ikut serta dalam koalisi tersebut sebelum mengumumkan bergabung baru-baru ini.
New York Times mengatakan serangan mematikan yang menargetkan pasukan Amerika di Suriah telah memunculkan pertanyaan baru tentang masa depan kehadiran militer Amerika di sana.
Presiden Donald Trump menyatakan dirinya masih percaya pada Presiden Suriah Ahmad al-Sharaa dan tidak ada hubungannya dengan serangan terhadap pasukan AS di Suriah.
Trump mengatakan bahwa negaranya akan membalas dengan keras serangan ISIS yang menewaskan 3 warga AS di Suriah.
Dikutip dari Aljazeera, Selasa (16/12/2025), analis kontra-terorisme Colin Clarke berpendapat bahwa serangan tersebut kemungkinan akan mendorong Presiden AS Donald Trump mempercepat penarikan pasukan AS dari Suriah.
Jumlah personel militer AS saat ini berjumlah sekitar 1.000 tentara yang ditempatkan di timur laut negara itu dan Pangkalan Al-Tanf.
Di sisi lain, pejabat militer AS yang diwawancarai surat kabar tersebut mengesampingkan kemungkinan dilakukannya operasi militer besar-besaran terhadap ISIS.
Pejabat itu menyebut Washington cenderung mengambil pendekatan yang hati-hati dengan mempertimbangkan situasi politik di Suriah yang sensitif untuk menghindari terjadinya kerusuhan.
Sebelumnya, awal bulan ini, Komando Pusat Amerika Serikat (CENTCOM) mengumumkan pada Ahad (30/11/12) bahwa personel militer AS bersama Kementerian Dalam Negeri Suriah berhasil menghancurkan lebih dari 15 lokasi yang digunakan sebagai gudang senjata ISIS di wilayah selatan Suriah.
Operasi yang berlangsung selama empat hari, sejak 24 hingga 27 November, melibatkan kerja sama antara pasukan AS dan aparat Suriah di Provinsi Rif Damashq.
Menurut CENTCOM, tim gabungan tersebut menggunakan serangkaian serangan udara dan peledakan dari darat untuk mengidentifikasi serta memusnahkan fasilitas penyimpanan senjata ISIS.
Upaya gabungan tersebut berhasil menghancurkan lebih dari 130 mortir dan roket, beserta beberapa senapan serbu, senapan mesin, ranjau anti-tank, serta berbagai material yang biasa digunakan untuk merakit alat peledak rakitan (Improvised Explosive Devices/IED).
Pasukan juga melaporkan penemuan dan pemusnahan narkotika ilegal di beberapa lokasi.
Komandan CENTCOM, Laksamana Brad Cooper, mengatakan operasi tersebut “memastikan bahwa capaian melawan ISIS bersifat permanen dan mencegah kelompok itu kembali mengembangkan atau mengekspor serangan teror baik ke Amerika Serikat maupun ke berbagai belahan dunia.”
“Kami akan tetap waspada dan terus mengejar sisa-sisa ISIS di Suriah secara agresif,” tambahnya
Islam Kaffah Media Pembelajaran Islam Secara Kaffah